Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Antarkan Mereka pada Bacaan Langit


Topswara.com -- Tidak ada buku yang instruksinya selalu benar sepanjang zaman melainkan hanya Al-Qur’an al-Karim. Juga tidak ada kisah yang mengandung hikmah yang kejernihannya mengalahkan mata air pegunungan melebihi Al-Qur’an. Siapa saja yang mengambil Al-Qur’an tak akan pernah kecewa dan menyesal karena memang sebaik-baik manual book of life hanyalah Al-Qur’an. Sebagaimana pesan pendidik umat ini, Rasulullah SAW. “Sebaik-baik kalam adalah kalamullah (Al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW." (HR. Ibnu Majah)

Beruntunglah setiap keluarga Muslim karena Allah tak pernah setitik pun meninggalkan kita sebagai orang tua tanpa petunjuk dalam mendidik anak. Seorang Muslim sebenarnya tak membutuhkan lagi referensi pendidikan anak yang lain, andai ia mampu menimba tsaqofah Islam dari mata air yang begitu jernih, Al-Qur’an. Karena hukum asal seorang Muslim adalah mujtahid, ia harus mampu menggali hukum-hukum dan pemahaman dari ayat-ayat Allah SWT,  yang mulia lagi dalam.

Para ayah, bacalah Al-Qur’an dengan penuh semangat. Landasi semangat membaca dan mempelajari kitab suci dengan spirit perjuangan. Bukan sekadar bacaan.

Bacalah Al-Qur’an seolah-olah ia berbicara kepadamu anak-anakmu!

Dengan begitu setiap Muslim akan menjadi penikmat bacaan Al-Qur’an. Ia akan terpengaruh dengan keelokan dan ketajaman ayat-ayat Al-Qur’an.

Pesan-pesan ideologis Al-Qur’an akan mengkristal dan ber-tajassud (bersenyawa) dalam diri setiap orang yang membacanya. Allah SWT telah mengingatkan para pembaca Al-Qur’an, apakah mereka mentadabburi ayat-ayatnya, ataukah hanya sekadar menjadikan bacaan yang hampa dari amal tadabur.

“Apakah mereka buta sehingga tidak dapat memahami petunjuk Al-Qur’an? Atau apakah hati mereka tertutup untuk merenunginya?” (QS. Muhammad 24)

Andai Al-Qur’an dibaca tanpa penjiwaan dan dorongan keimanan, ia hanya akan dipandang sebagai kisah utopia. Pernah saya (penulis) membaca buku yang dibuat penulis dan komedian muda yang menceritakan pengalamannya saat belajar agama di bangku sekolah.

Ia menuturkan kejadian kiamat seperti sebuah lelucon dalam bukunya, bukan sebagai sebuah kejadian dramatis yang seharusnya membuat setiap mukmin merasa getar. 

Sesungguhnya bangsa jin saja terpukau mendengar isi bacaan Al-Qur’an yang dilantunkan Rasulullah SAW.saat beliau membacanya. Mereka datang berdesak-desakan untuk mendengarkannya. Firman Allah:

“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesar mengerumuninya." (QS. Jin: 19)

Imam Jalaludin as-Suyuti dalam tafsirnya menuliskan bahwa demikian antusias dan bersemangatnya bangsa jin untuk mendengarkan lantunan Al-Qur’an yang dibawakan Nabi SAW hingga sebagian mereka menindih sebagian yang lainnya. Mahasuci Allah yang telah memberikan kemukjizatan demikian sempurna kepada Al-Qur’an sehingga membuat makhluk gaib terpukau lalu berbondong-bondong memeluk ajaran Islam.

Lalu bagaimanakah dengan kita saat ini? Cukupkan kita terpukau dengan keindahan suara dan lagu para qari’ dan qari’ah yang membawakannya? Lalu kita terobsesi hanya sekadar anak-anak kita mampu mendendangkan ayat-ayat Al-Qur’an tapi hampa dari penjiwaan dan ghirah perjuangannya?

Sampaikan pada anak-anak kita bahwa Al-Qur’an ini sampai ke segenap penjuru dunia dengan perjuangan. Dengan tetesan keringat, air mata bahkan darah. ‘Abdullah bin Mas’ud tak akan berdarah-darah dan terkapar dianiaya oleh kaum musyrik Quraisy, jika kemukjizatan Al-Qur’an hanyalah pada keindahan lagunya saja. Akan tetapi  kaum kafir Quraisy paham bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang mengumandangkan perubahan masif. Kaum kuffar yang dengki, paham bahwa Al-Qur’an akan menjatuhkan ideologi mereka, akidah-akidah mereka yang batil, moralitas mereka yang rusak, dan kebusukan para pemimpin mereka.

Katakanlah pada anak-anak kita bahwa tidaklah Allah menurunkan Al-Qur’an melainkan sebagai bentuk kasih sayang Allah pada manusia agar selalu berada dalam petunjuk-Nya. Ada dalam fitrah mereka yang lurus yaitu menyembah Allah, tidak mempersekutukannya dan tidak menentang perintah dan laranganNya firman Allah Swt. 

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar-Rum: 30) 

Ceritakanlah pada anak-anak kita bahwa Al-Qur’an membongkar kepalsuan akidah dan keyakinan orang-orang yang tertipu dengan kebatilan. Misalnya ayat Al-Qur’an membongkar akidah para penyembah berhala yang berdiri di atas kebohongan dan kebodohan. Firman Allah:

"(Yaitu ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini) maksudnya, apa kegunaan berhala-berhala ini (yang kalian tekun beribadah kepadanya?") kalian dengan tekun menyembahnya. (Mereka menjawab, "Kami mendapatkan bapak-bapak kami menyembahnya") maka kami mengikuti mereka. (Ibrahim berkata) kepada mereka, ("Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian) disebabkan menyembah berhala-berhala itu (berada dalam kesesatan yang nyata") yakni jelas sesatnya." (QS. Al-Anbiya: 52-54)

Ayat ini tidak hanya bertema dan menohok akidah mereka yang batil yaitu menyembah berhala akan tetapi juga menyerang sikap mereka yang taken for granted, menerima begitu saja budaya dan peradaban yang diwariskan leluhur mereka tanpa mau mengkritisinya.

Sikap itu pula yang kini berkembang di tengah-tengah masyarakat kita. mereka menerima begitu saja budaya paganisme seperti sesaji, ruwatan, dan sebagainya. Tanpa mengkajinya secara aqliy maupun syar’iy. Mereka pun menerima demokrasi, kapitalisme dan liberalisme secara membabi buta, bahkan menyatakannya sebagai sistem yang menyelamatkan negeri. Mereka meneriakkan ‘demokrasi harga mati’ tanpa mau menelaahnya secara rasional apalagi menurut tinjauan Islam, baik secara akidah maupun syariat.

Kekeliruan para ayah saat ini adalah mereduksi nilai ideologis dalam Al-Qur’an. Banyak ayah yang mengajarkan anak-anak mereka untuk mengimani dan memuliakan Al-Qur’an, tapi lupa untuk menanamkan pemahaman kalau Al-Qur’an adalah mabda’ dan falsafah kehidupan yang wajib untuk dijadikan pedoman kehidupan. Tidak boleh seorang muslim menyelisihinya apalagi menolak ajarannya. 

Akibat kelalaian ini banyak anak-anak dan pemuda Muslim yang menjadikan Al-Qur’an layaknya barang keramat. Kitabullah ini dimuliakan, dibungkus rapi diberikan wewangian, dibaca dan dihafalkan, tapi tak ‘berbunyi’ saat menghadapi berbagai persoalan hidup. maka sebagian penghafal dan pembaca Al-Qur’an ada yang diam saja saat dikeluarkan aturan yang melarang Muslimah berjilbab. Mereka juga sepertinya lupa ada ayat-ayat yang mengharamkan pernikahan beda agama saat ada sebagian orang menggugat larangan tersebut. Al-Qur’an jadi seperti tak bermakna dan tak bisa menjawab persoalan. Padahal ia diturunkan untuk menjelaskan segala sesuatu.

“Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Nahl: 89)

Berikan ilustrasi pada anak-anak kita bahwa Al-Qur’an ibarat obat yang mujarab, datang dari Sang Maha Penyembuh/asy-Syafi’iy (Allah Ta’ala). Resep ini bisa menyembuhkan siapapun karena tabibnya adalah Maha Mengetahui segala penyakit manusia, Ia juga Maha Menyembuhkan. Tapi resep yang hebat ini tak akan terasa khasiatnya bila tak diminum sesuai aturan. Inilah tamsil umat Muslim hari ini.

Gambarkan juga bahwa umat hari ini malah memilih obat-obatan lain yang sebenarnya adalah racun. Tapi mereka anehnya percaya bahwa racun-racun itu berkhasiat menyembuhkan penyakit mereka. Mereka lebih percaya aturan ‘halal-haram’ buatan manusia, lebih yakin kalau akal manusia lebih pandai ketimbang Allah yang al-Alim (Maha Mengetahui) lagi al-Hakim (Maha Bijak).

Al-Qur’an juga bukan sekedar hafalan. Zaman ini adalah zaman yang akan dipenuhi oleh para penghafal dan pembaca Al-Qur’an. Dalam hitungan tahun, anak-anak negeri ini akan menjadi pembaca dan penghafal Al-Qur’an. Sekolah-sekolah dan pondok penghafal Al-Qur’an banyak didirikan dan dipenuhi anak-anak kaum Muslimin.

Sekolah-sekolah itu ada yang sederhana dan tidak sedikit yang megah dengan bayaran yang mahal. Para santrinya pun bukan lagi bersandal jepit dan datang naik bus kumuh atau sepeda onthel. Mereka diantar abi dan uminya dengan kendaraan mewah, bersepatu bagus dan berkantung tebal.

Tapi sungguh pun kita berbahagia semakin banyak anak-anak kita menjadi penghafal Al-Qur’an, kita belum dan jangan akan pernah puas bila jiwa anak-anak kita tidak tercelup dengan ruh Al-Qur’an. 

Imam Hasan al-Bashri berkata: ”Para penghafal Al-Qur’an ada tiga jenis. Pertama, orang yang menjadikan hafalannya sebagai komoditas yang dijajakan dari kota ke kota sambil mencari keuntungan dari manusia

Kedua, orang yang menghafal huruf-hurufnya, namun menyia-nyiakan hukum-hukumnya, dan menjadikan alat untuk mencari belas kasih para penguasa, serta dengannya menjadi sombong atas manusia

Ketiga, orang yang mengerti isinya, menghafalnya, dan mengamalkannya dengan menjadi pengemban dakwah dan ahli ibadah, sehingga ia menjadi sebaik-baik penghafal Al-Qur’an.

Camkanlah pesan Imam Hasan al-Bashri, wahai Ayah Bunda. Jangan sampai anak-anak kita justru tersia-siakan setelah mereka bergaul dengan Al-Qur’an. Tanamkan pemahaman pada mereka arti penting Al-Qur’an sebagai kitab revolusi, kitab yang akan mengubah wajah peradaban dunia.

Bangsa Arab dahulu diremehkan oleh Kekaisaran Persia dan Romawi. Keduanya tidak ada hasrat untuk menaklukkan dan menjadikan Jazirah Arab sebagai wilayah kekuasaan mereka. Dan mereka keliru. Karena kemudian seorang pemuda bernama Muhammad SAW mengubah peradaban bangsa Arab menjadi penakluk dunia, setelah terlebih dahulu meleburkan kekuasaan dua kekaisaran itu.
Semuanya terjadi setelah Rasulullah SAW menancapkan risalah Al-Qur’an ke dalam bangsa Arab sehingga mengubah pola pikir dan pola sikap mereka, yakni para sahabat radliyallahu ‘anhum. 

Firman Allah:
"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumu’ah: 2)

Sekarang adalah tugas ayah dan ibu mengambil peran untuk membuat anak-anak kita akrab dengan Al-Qur’an, mengimaninya sebagai kalamullah, dan menjadikannya sebagai solusi bagi semua persoalan kehidupan. Seraya meyakini tak ada solusi terbaik melainkan hanya dari Al-Qur’an.

Inilah yang semestinya mengkristal dalam diri anak-anak kita. Mereka berada di barisan pembela dan pejuang Al-Qur’an. Hanya saja kedudukan itu hanya akan terwujud manakala mereka diakrabkan kepada Al-Qur’an oleh orang tua mereka. Meyakininya sebagai jalan kebenaran dan keselamatan.

Hal ini adalah tantangan berat sekaligus tugas mulia. Bila umat hari ini gagal melakukan hal itu, sungguh kita akan berhadapan dengan para penghafal Al-Qur’an yang justru memutarbalikkan ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka membaca Al-Qur’an tapi memusuhi kandungannya. Persis sebagaimana yang diprihatinkan oleh Rasulullah SAW: “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan'." (QS. al-Furqan: 30)

Bukan satu atau dua cerita, penghafal Al-Qur’an justru menambahkan masalah bagi umat. Mereka merintangi dakwah Islam dan malah menjadikan pengekor ideologi Barat. Berapa banyak orientalis yang sudah menjadi penghafal Al-Qur’an tapi berdiri menghadang perjuangan kaum Muslimin. Berapa banyak pula para penghafal dan pembaca Al-Qur’an tapi mereka pura-pura tidak tahu perintah dan larangan Allah di dalam Al-Qur’an. Mereka membiarkan hukum-hukum Al-Qur’an ditelantarkan.

Hal ini sudah diingatkan oleh Maimun bin Mahran. Ia berkata, “Seorang membaca Al-Qur’an sambil melaknat dirinya sendiri.” Beliau ditanya, “Bagaimana ia melaknat dirinya sendiri?”  ia berkata, “Orang itu membaca firman Allah. ‘ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim’." (QS. Hud: 18). Sementara itu, ia adalah orang zalim.

Tugas orang tua hari ini tidaklah ringan. Mereka bukan hanya diwajibkan mengenalkan anak-anak mereka kepada Al-Qur’an, tapi juga mengajarkan mereka untuk mencintai Al-Qur’an dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an. Tidak cukup berbangga bila buah hati kita pandai tilawah Al-Qur’an atau menjadi hafidz dan hafidzah Al-Qur’an, tapi juga mendidik mereka agar menjadi bagian dari barisan yang memperjuangkan kandungan Al-Qur’an. Mencetak mereka menjadi hamalatud da’wah ideologis, berjuang untuk syariah dan khilafah.

Ditulis kembali oleh: Alfia Purwanti

Disadur dari buku: DNA Generasi Pejuang (Bagian Pengantar Penulis), Bogor, Cetakan ke-1, Maret 2017.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar