Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PPKM: Penetapan dan Pelaksanaan Kebijakan Mbulet?


Topswara.com -- Hingga Sabtu (10/07), kasus harian kembali pecah rekor 35.094 kasus. Angka kematian mencapai 826 orang. Ahad (11/07) merupakan hari ke-9 PPKM darurat. Berbagai macam respon dan kejadian yang terjadi dalam pelaksanaan dalam PPKM darurat kali ini. Mulai dari respon rakyat kecil bahkan tokoh bangsa angkat suara terkait penerapan kebijakan yang dinilai sama saja dengan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya.

Kebijakan ini kembali dipilih pemerintah saat kasus positif Covid-19 melonjak naik beberapa pekan terakhir. Banyak yang menyayangkan, sebab harusnya ada pengetatan lebih ekstra untuk menekan sebaran kasus positif. Banyak pihak menyarankan pemerintah menerapkan penguncian wilayah atau lockdown. Cara itu dinilai paling ampuh. Sebab aktivitas masyarakat benar-benar dibatasi dengan ketat.

Kebijakan pemerintah ini banyak yang menyoroti. Di awal pandemi, kebijakan yang diambil adalah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Adapun aturan yang dibuat saat penerapan PSBB, antara lain pusat perbelanjaan ditutup. Aktivitas belajar dialihkan ke rumah sepenuhnya. Sedangkan perkantoran hanya diizinkan setengah dari kapasitas gedung. Beberapa bulan kebijakan PSBB diterapkan, pemerintah melakukan evaluasi. Istilah PSBB kemudian berubah menjadi PPKM Skala Mikro. Sepekan setelah pengumuman itu, pemerintah memutuskan mengubah konsep penerapan PPKM dari skala mikro menjadi berat. Saat ini, diterapkan PPKM Darurat akan dilakukan di Pulau Jawa dan Bali.

Jika diperhatikan dari trend kasus perharinya tidak mengalami penurunan yang signifikan, bahkan membingungkan. Setiap harinya masih mengalami penambahan jumlah kasus hingga mencapai ribuan. Pelaksanaan di lapangan pun menimbulkan ketidak pastian. Beredar video warga mengusir dan melayangkan kata-kata kasar ke rombongan polisi saat patroli PPKM darurat di Surabaya, Jawa Timur, viral di media sosial. Dalam video tersebut, terdengar seorang yang meminta rombongan polisi segera beranjak dari tempat mereka. "Pulang, polisi pulang," demikian suara dalam video tersebut. oleh, karena itu, Hanya berubah istilah dari kebijakan sebelumnya yang tidak terbukti ampuh dan justru membingungkan.

Anggota DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menilai perlu ada definisi jelas dari kebijakan PPKM Darurat. Sebab jika implementasinya sama seperti PPKM mikro, maka hasil di lapangan tak ada perubahan signifikan. Anggota Komisi IX DPR RI itu mengatakan, ada banyak kalangan yang menilai kebijakan yang diambil pemerintah cenderung hanya berganti nama dan istilah namun pada tataran praktis, kebijakan itu tidak mampu menjawab persoalan yang ada. PPKM Mikro atau Darurat tentu konsep yang tidak sama dengan lockdown. Namun, kebijakan PPKM darurat dianggap paling memungkinkan karena aktivitas ekonomi masih bisa berjalan meski dibatasi.

Jadi, pada gelombang kedua ini, pemerintah masih menggunakan perspektif pertumbuhan ekonomi dalam menyelesaikan pandemi ini. Harusnya masalah pandemi merupakan masalah keselamatan rakyat bukan keselamatan ekonomi. Sudut pandang inilah yang menjadi nafas sistem ekonomi kapitalis. Para rezim kapitalis tidak akan membuat kebijakan yang mengorbankan keuntungan materi atas nama penyelamatan ekonomi. Padahal semestinya berfokus pada penyelamatan nyawa.

Sehingga, tidak heran kebijakan PPKM darurat ini dipandang tidak mampu mengeluarkan bangsa ini dari pandemi. Bahkan kebijakan ini menimbulkan beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Jadi, butuh pemimpin yang berani mengambil kebijakan yang radikal dalam masalah pandemi, yaitu lockdown. Hanya sistem Islam yang mampu mengambil solusi lockdown pada masa pandemi. Terbukti, sistem Islam mampu menyelesaikan pandemi selama kurang lebih lima bulan. Hal ini karena Islam menjadikan keselamatan nyawa rakyat sebagai prioritas.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh : Fitria Yuniwandari
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar