Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Inilah Belenggu Penunda Nikah yang Harus Diantisipasi


Topswara.com-- Analis Muslimah Voice dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo Ika Mawarningtyas menjelaskan, beberapa belenggu penunda nikah yang muncul dari dalam diri (internal) yang harus diantisipasi.

"Faktor internal yang menjadi belenggu menikah yang harus diantisipasi, diperhatikan, dan dihilangkan adalah sebagai berikut," tuturnya dalam Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo: Telat Nikah, Betulkah Alasan Kondisi Ekonomi Lebih Dominan daripada Agama? Rabu (7/7/2021) di WhatsApp Group Uniol 4.0 Diponogoro.

Pertama, karena belum siap. Menurutnya, terkadang banyak orang yang menunda menikah karena terpenjara oleh perkataannya sendiri, yaitu, belum siap menikah. Padahal, menikah adalah ibadah dan untuk melaksanakannya senantiasa dipersiapkan. 

"Hal itu dapat dilakukan dengan dua hal, yaitu, meluruskan niat, menikah hanya karena Allah SWT dan memperkaya diri dengan ilmu dan tsaqafah terkait pernikahan," imbuhnya.

Kedua, belum ada yang cocok. Ia mengatakan, menikah memang tidak bisa dipaksakan. "Terkadang ada pula yang menikah itu karena kecocokan, ada pula yang menikah karena qanaah dengan pilihan orang ia percayai. Entah itu orang tua, guru ngaji, atau sahabatnya," jelasnya.

Membahas alasan menikah, ia menjelaskan, memang ada yang menikah karena parasnya (cantik/tampan), hartanya (kaya/miskin), keturunannya, atau karena pertimbangan agamanya. Cocok atau tidaknya, ia menjelaskan, bisa jadi didapat dari alasan menikah di atas atau cocok atau tidak karena interaksi yang pernah terjalin. 

"Tetapi, perlu disadari, ketika akan menikah, harus sabar dan lapang dada. Karena kita menikah dengan manusia bukan malaikat. Tentunya akan ditemui banyak kekurangan di sana sini," ujarnya.

"Hal itu, seharusnya menjadi muhasabah kita. Begitu juga diri kita, tentunya bukan manusia sempurna, melainkan memiliki banyak kekurangan," imbuhnya.

Oleh karenanya, ia mengatakan, perlu dikondisikan hati yang siap saling menerima. "Jika, kita masih kekeh dengan keakuan diri dan tidak mau menerima kekurangan, akhirnya tak kunjung menemui kecocokan," tukasnya.

Ketiga, takut. Menurutnya, terkadang ketika seseorang baru akan proses untuk menikah sudah timbul banyak ketakutan. Ia mencontohkan, ketakutan yang muncul biasanya, takut ditolak, takut enggak cocok, takut tidak bisa menjalani amanah sebagai istri/ibu, takut punya anak, takut konflik dengan pasangan, takut kecewa setelah menikah.

"Dan banyak ketakutan-ketakutan yang sebenarnya ini adalah bisikan setan untuk menghambat pelaksanaan ibadah nikah," imbuhnya.

Menurutnya, seharusnya, jika muncul ketakutan tersebut, dikembalikan kepada visi menikah itu karena Allah SWT, yaitu mendapat ridha-Nya. "Selain itu, segala yang muncul dari faktor tersebut seharusnya dihadapi dengan tetap berpegang teguh pada Islam, bukan terjebak dengan ketakutan-ketakutan yang tak berarti," katanya. 

Karena, menurutnya, waspada dan khawatir itu beda dengan takut. "Mereka yang takut, pasti tidak mau melangkah sejak awal. Tetapi, mereka yang waspada tetap melangkah dan terus berhati-hati," katanya.

Ia menjelaskan, sejatinya generasi dalam lingkup sistem kapitalisme sekuler memang tidak dicetak menjadi generasi-generasi siap nikah dan berani bertanggung jawab. Melainkan sebaliknya, yaitu, dicetak jadi generasi bermental rendah dan budak cinta. "Sebenarnya peran negara penting untuk memudahkan rakyatnya menikah. Dari membantu dalam sektor ekonomi dan dalam segi ilmu, pemerintah wajib memberikan edukasi kepada generasi Muslim," pungkasnya.[] Sri Astuti
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar