Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Politik Etis, Puja Puji Tak Gratis


Topswara.com -- "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR Al-Bukhari).

Hadis tersebut seakan menjadi momok tersendiri bagi rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Sebagai seorang muslim, sadar betul bahwa hanya Allah SWT dan Rasulullah SAW. yang tak pernah berdusta. Kenyataan yang ada saat ini seakan berkorelasi positif dengan implikasi yang disebutkan dalam hadis di atas.

Satu persatu orang-orang dalam lingkaran istana diangkat menjadi pejabat negara. Aroma bagi-bagi kue jabatan pun tercium sangat menyengat. Secara kasat mata masyarakat menilai nihilnya kompetensi, hanya bermodal kedekatan dan sebagai pendukung saat kampanye.

Terbaru, gitaris grup Slank, Abdi Negara diangkat menjadi komisaris Telkom. Abdee 'Slank' tercatat sebagai relawan capres Joko Widodo dalam dua kali pilpres. Bersama grupnya, ia membuatkan lagu "Salam Dua Jari" untuk kampanye Jokowi tahun 2014 lalu.

Penunjukkan Abdee Slank oleh Erick Thohir, Menteri BUMN, menuai kontroversi. Banyak yang meragukan kemampuan Abdee memimpin perusahan pelat merah tersebut. Lawas berkecimpung di bidang seni dan terkenal sebagai musisi, membuat M. Said Didu, mantan Sekretaris BUMN, meragukan kompetensi Abdee. Menurutnya, Abdee lebih cocok di bidang pariwisata. 

Staf ahli Menteri BUMN, Arya Sinulingga menolak anggapan "balas jasa" pada pengangkatan Abdee 'Slank'. Menurutnya, Abdee memiliki kemampuan dan pengalaman pada apa yang disebutnya sebagai aspek "digital konten".

Tutup Mata, Tutup Telinga, Bagi-bagi Jatah itu Wajib

Alamsyah Saragih, anggota Ombudsman RI, menyatakan ada pergeseran misi BUMN. Seharusnya, BUMN hadir sebagai pelayan publik. Kini berubah menjadi politik balas budi. Berdasarkan catatan Ombudsman,  setidaknya ada 397 orang yang duduk di kursi komisaris BUMN dan 167 orang di kursi anak usaha, terindikasi rangkap jabatan. Temuan tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan Ombudsman pada 2019 (Kompas.com, 28/10/2020).

Tak bisa dipungkiri, meskipun dengan 1001 alasan, fakta politik etis atau politik balas Budi itu nyata. Pengangkatan Abdee Slank, relawan Jokowi, sebagai komisaris PT. Telkom Tbk. Said Aqil, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menjadi Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Di bawah kepemimpinan Said Aqil, PBNU tak segan menunjukan dukungannya untuk Jokowi.

Eko Sulistyo diangkat menjadi komisaris PT PLN (Persero). Eko juga mantan Tim Sukses Jokowi sejak di Solo. Ia membantu Jokowi memenangkan kursi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI. Ia merupakan sosok di balik gaya blusukan khas Jokowi.

Cukup tiga nama dari ratusan orang dalam lingkaran istana yang menjadi fakta tidak terbantahkan adanya politik etis. Tak ada makan siang yang gratis, adalah prinsip dalam penyelenggaraan negara demokrasi kapitalisme. 

Pemilu yang berbiaya tinggi memerlukan dukungan dari banyak pihak. Terlebih jika calon yang tak terlalu dikenal masyarakat, diperlukan sentuhan para influencer juga relawan untuk membuatnya dikenal baik oleh publik. Tentu promosi persuasif berisi puji-pujian dan topeng-topeng bagus rupa telah disiapkan oleh tim sukses.

Kerja keras para relawan, yang tidak tidur demi menjaga reputasi sang calon perlu dihargai. Politik balas budi menjadi pilihan pasti untuk segala keringat, air mata dan darah yang dikorbankan. Walhasil, tak perlu melihat kompetensinya, cukup nilai jasanya saat pencalonan. 

Rakyat kembali menjadi korban atas ketidakprofesionalan para pejabat. Satu persatu BUMN terlilit utang, pailit, dan bangkrut. Alamat swastanisasi terbuka lebar dan rakyat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memenuhi basic need-nya. Padahal pemenuhan tersebut semestinya tanggung jawab negara.

Sistem Islam Melahirkan Pejabat Profesional

Sistem kapitalisme memandang jabatan sebagai sarana meraih kekayaan. Memperkaya diri sendiri, kelompok, partai dan golongan. Segala cara dilakukan, tidak peduli halal haram, bahkan mengorbankan kemaslahatan rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam, jabatan dipandang sebagai amanah. Secara bahasa, amanah artinya dapat dipercaya. Secara makna, Ibnu Al Jauzi menukil dari ahli tafsir, bahwa amanah adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama. 

Tidaklah sempurna pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama tanpa sebuah institusi. Bermula dari basic akidah Islam yang melandasi penyelenggaraan negara. Dan penerapan Islam kaffah dalam seluruh sendi kehidupan. Akan lahir pemimpin dan pejabat negara yang kapabel. Korelasi dunia dan akhirat menjadikan para pemimpin negeri yang meletakkan jabatan sebagai amanah. Wallahu a'lam []


Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar