Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penebar Hidayah di Lereng Semeru Gus Wahid (Ketua LPS Garda Muda)


Topswara.com-- Sesampainya di Desa Bungkus Kecamatan Gucialit, salah satu lokasi yang menjadi target dakwah di lereng Gunung Semeru (2.900 dpl), seperti biasa Ustadz
Abdul Wahid, membersihkan bajunya dari kotoran lumpur yang banyak menempel.

Bergegas, da’i yang biasa disapa Gus Wahid melanjutkan perjalanan ke beberapa rumah warga yang sudah menjadi kontakan dakwahnya dengan raut wajah penuh kegembiraan.

Bila bukan karena ingin mendapatkan ridha Allah SWT, berat rasanya bagi dia berdakwah dan membina warga suku Tengger, Pegunungan Semeru-Bromo Jawa Timur tersebut.

Pasalnya, dari satu kampung ke kampung lain jaraknya saling berjauhan. Satu-satunya penghubung adalah jalan tanah terjal berliuk naik dan turun. Namun bagi aktivis sebuah kelompok Islam kafah di Lumajang itu, tidak ada kata menyerah.

Lelaki asli Lumajang kelahiran 10 April 1983 tersebut suatu hari berangkat dari rumahnya di Desa Jatirasi Kecamatan Semper, Kabupaten Lumajang Selatan ke arah barat menuju lokasi di dataran tinggi Semeru, lereng Lumajang di Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro yang jaraknya 45 Km.

Di hari lain, motor sarjana Pendidikan Agama Islam Institut Muhammadiyah Lumajang lulusan 2009 digas ke utara menuju Dusun Sumber Agung, Desa Pakel Selatan,
Kecamatan Gucialit yang jaraknya 35 Km.

Sambung Hati

Berbekal ilmu agama yang didapat saat nyantri selama delapan tahun di Pondok Pesantren Tafhidzul Qur’an Mambaul Hikam Lumajang Pimpinan KH Abdul Mujib (alm), ia menyampaikan hidayah kepada warga Pusung
Duwur sejak 2010.

Ia mempunyai teknik tersendiri dalam menyampaikan Islam yang diistilahkannya sebagai sambung hati. Langkah pertama adalah perkenalan lalu ngobrol untuk sambung hati dengan salah seorang warga.

“Awalnya kita membicarakan masalah pertanian misalnya, lalu saling memberikan pendapat dan masukan. Akhirnya kita sentuh masalah tauhid pelan-pelan,” beber Gus Wahid.

Setelah sekian kali berkunjung, lanjutnya, alhamdulillah lama-kelamaan sudah satu kampung bisa kenal semua. Tak sedikit, sebagian warga mau bersyahadat dan mengaku sangat lega perasaannya setelah memeluk Islam, termasuk Supoyo (40), salah satu tokoh masyarakat Pusung Duwur.

Ia mengaku tak dapat mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Q“Waduh iya Pak, sekarang kok dada saya beda rasanya, lega sekali seperti tanpa beban, terus slametannya bagaimana Pak?” tanya Supoyo kepada Gus Wahid saking senangnya.

Untuk melancarkan aktivitas dakwah, Gus Wahid meminta dua orang teman satu pesantrennya, Ustadz Fattah dan Ustadz Yunus menikah dengan perempuan dari Desa Argosari. Anak perempuan Supoyo dipersunting oleh Ustadz Fattah.

Hasilnya sekitar 20 warga yang tadinya animisme dan Hindu masuk Islam. Mereka pun membina sekitar 65 Muslim setempat yang maaf shalat Jum’at pun tidak pernah. Namun sejak awal pembinaan itu, alhamdulillah shalat Jum’at pun bisa diselenggarakan di desa tersebut.

Gus Wahid dan rekannya terus membina sehingga keimanan Muslim Pusung Duwur menguat. Hal itu terlihat dari perjuangan mereka untuk mendapatkan air. Mereka
termasuk para mualaf mulai mengambil air wudhu pada pukul 3 dini hari agar tidak tertinggal shalat Shubuh di masjid dusun.

Lantaran gelap dan sulitnya jalan yang ditempuh, rata-rata warga memakan waktu 2,5 jam hanya untuk mendapatkan air yang jaraknya sekitar 2 kilometer. Hal inilah yang
menyebabkan warga yang beragama Islam sering terlambat dalam melaksanakan shalat Shubuh.

Sedangkan dakwah Gus Wahid ke Gucialit dimulai sejak 2012. Hasilnya pun cukup menggembirakan. Dengan teknik sambung hati pula, delapan warga yang semula animis bersedia masuk Islam. Ia dan rekannya yang lain yaitu Ustadz Eko Setyawan, yang juga teman satu pesantren, kini membina secara intensif 120 warga Muslim.

Sambutan di warga Gucialit terhadap dakwah tidak kalah luar biasanya. Bahkan, seperti dituturkan Eko Setyawan, warga Hindu setempat mempersilakan anak-anaknya belajar
Iqro di majelis yang diadakan.

“Kemarin sempat ikut acaranya PPPA Daarul Qur’an di Senayan, Jakarta. Padahal sebagian orang tua mereka masih beragama Hindu,” tutur ustadz yang biasa disapa Gus Eko ini.

Agar dakwahnya semakin terkoordinasi dengan rapi, Gus Wahid dan rekan-rekannya yang lulusan Mambaul Hikam membentuk lembaga yaitu Lembaga Pendidikan dan Sosial Gerakan Da’i Peduli Mualaf dan Dhuafa (LPS Garda Muda) pada 22 Nopember 2012.

Meski seakan negara tidak hadir untuk membangun infrastruktur dan sarana dakwah, namun kaum Muslimin melalui Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) menunaikan wakaf sarana air bersih untuk warga Pusung Duwur yang kini sudah rampung 90 persen.

“Alhamdulillah pemasangan dari sumber mata air ke bak utama dusun sudah selesai dikerjakan, sekarang sedang dilanjutkan dengan pemasangan pipa dari bak utama ke bak distribusi,” ujar Gus Wahid, Sabtu (3/12/2013).

Sebelumnya, dari lembaga yang sama, Gus Wahid pun mendapatkan wakaf motor trail pada Juni 2013. Sebagai Ketua, ia mengatakan, aktivitasnya berdakwah bersama anggota LPS Garda Muda menjadi lebih mudah setelah
menggunakan motor trail wakaf.

Pria dengan satu istri dan satu anak ini pun
membandingkannya dengan motor bebek tua miliknya yang sebelumnya dia gunakan dari rumahnya menuju Gucialit. 

“Dengan motor bebek bisa memakan waktu 1,5 jam. Kalau motor trail cuma satu jam, uenak bisa ngewes…” bebernya.

Mengenal Kelompok Pejuang Islam Kafah

Gus Wahid mengaku mengenal sebuah kelompok yang memperjuangkan Islam kafah sejak 2010 dari Ustadz Anang, aktivis kelompok tersebut, yang saat itu mendaftarkan diri menjadi santri Mambaul Hikam. “Saat itu
kami semua (pimpinan ponpes dan seluruh santrinya) masih di Jamaah Tabligh,” ungkap Gus Wahid.

Gus Wahid dan yang lainnya tidak menyangka bahwa kedatangan Gus Anang ini bukan sekadar mencari ilmu tetapi mempunyai misi dakwah juga. “Eh ternyata setiap malam kok sering diskusi dengan Gus Mujib (sapaan akrab KH Abdul Mujib),” kenang Gus Wahid.

Perlahan tapi pasti, ceramah Gus Mujib di berbagai mimbar mulai berubah menjadi lebih kritis terhadap problematika aktual umat serta memaparkan solusi Islam secara lebih rinci, tidak seperti khasnya Jamaah Tabligh yang biasa berceramah tentang fadhilatul ‘amal.

Lalu Gus Wahid menyatakan kepada Gus Mujib kok ceramahnya sekarang jadi lebih bagus? Kemudian Gus Mujib menyarankan kepada Gus Wahid dan seluruh santrinya untuk turut dibina Gus Anang.

“Marilah kita manfaatkan umur kita yang tinggal beberapa saat ini untuk dakwah yang sesungguhnya,” ujar Gus Wahid meniru ucapan Gus Mujib saat mengajak para santri untuk bergabung dengan kelompok Islam tadi.

Tanpa banyak pertimbangan lagi, lantaran melihat materi dakwah mereka yang memang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta kredibiltas Gus Mujib, Gus Wahid dan puluhan santri lainnya pada pertengahan 2011 dibina secara intensif oleh kelompok tersebut di Lumajang.

“Dan Alhamdulillah, pada Ahad, 15 Desember 2013, saya resmi jadi anggota kelompok tersebut,” pungkas Gus Wahid.

Namun sayang, pengukuhan Gus Wahid sebagai anggota tanpa disaksikan Gus Mujib, karena guru tercintanya tersebut telah berpulang ke rahmatullah lima bulan sebelumnya.[]


Oleh: Joko Prasetyo
(Jurnalis) 


Sumber: Penebar Hidayah di Lereng Semeru (10 Kisah Menggugah Para Pejuang Khilafah), Joko Prasetyo, Tim Follback Dakwah, 2019
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar