Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Komisaris BUMN, Kompetensi atau Balas Budi?


Topswara.com -- Komisaris rasa artis. Ungkapan itu sesuai dengan pengangkatan komisaris PT. Telkom Indonesia yaitu Abdee Slank, diketahui bahwa Abdee Slank merupakan personil dari sebuah group band tanah air yaitu Slank yang menempati posisi  sebagai gitaris. 

Penunjukan Abdee Slank sebagai Komisaris PT Telkom Indonesia tuai kritik

Menurut Fadjroel Rachman, penunjukan abdee Slank sebagai komisaris PT Telkom adalah keputusan yang tepat dan daya guna, melihat rekam jejak yang telah ada pada Abdee Slank. Begitu pula menurut Ade Irfan Pulungan, bahwa Abde Sank memiliki sosok yang kreatif dan visioner sehingga dianggap mampu membangun negeri ini. 

Tak sependapat dengan Fadjroel Rachman, 
Penunjukan abdee Slank sebagai komisaris PT. Telkom menuai kontradiksi dikalangan masyarakat Indonesia mulai dari para petinggi negara hingga masyarakat biasa. Hal itu terjadi dikarenakan memang Abdee Slank yang notabene sebagai seorang musisi, alih- alih berpindah profesi menjadi bagian dari petinggi BUMN yaitu sebagai komisaris PT. Telkom Indonesia. Maka tidak heran jika banyak pihak yang menyayangkan keputusan ini.
 
Menurut  Bukhori Yusuf, selaku ketua DPP PKS mengatakan bahwa keputusan pengangkatan Abdee Slank sebagai komisaris BUMN akan merugikan negara, hal itu dikarenakan ia diberikan amanah yang tidak sejalan dengan profesinya, (39/05/2021). 

Dunia nyata dan dunia maya pun dihebohkan dengan adanya pemberitaan. sebagaimana telah diketahui bersama bahwa untuk masuk menjadi bagian dari PT Telkom bukanlah hal yang mudah, jangankan yang tidak memiliki rekam jejak di bidang tersebut, yang sekolah dibidangnya saja masih sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan atau masuk menjadi bagian dari PT Telkom. Tentu hal ini menjadi suatu keanehan dan kejanggalan di mata masyarakat khususnya para mahasiswa di Telkom University. 

Apalagi jika melihat rekam jejak pribadi dan pendidikan Abdee Slank, sangat jauh dari kualifikasi sebagimana para mahasiswa Tel- u, jadi dapat dikatakan bahwa komisaris telkom bukanlah bidangnya. 

Keahlian atau politik balas budi?

Namun bukanlah suatu keanehan hal seperti ini terjadi di negeri ini. Sebelumnya juga sudah banyak terjadi hal yang serupa, dimana seseorang ditempatkan pada posisi yang jauh dari keahlian. Menjadi komisaris bukanlah hal yang mudah ia memiliki tanggungjawab yang besar karena posisi tersebut adalah yang paling tinggi, jika kita lihat secara seksama bahwa semua perkara ini bukanlah hal kecocokan atau ketepatan namun lebih pada politik balas budi. 

Kenapa demikian? Abdee slank adalah salah satu personil yang begitu berjasa pada pemenangan pilpres 2109 kemarin. Fakta ini dapat kita lihat terhadap para timses lainnya yang mana mereka juga sudah mendapatkan jatah atau porsinya masing-masing. Suatu hal yang sudah tidak diherankan lagi kenapa semua ini terjadi dengan begitu mudah. Jawabannya adalah karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini memberi peluang besar terjadinya polio balas budi. Tidak ada yang tidak mungkin terjadi bila sudah kapitalis sebagai pengendalinya. 
Istilah bagi bagi jabatan sudah tidak pada kepentingan rakyat melainkan demi kepentingan pribadi. 

Berkaca Pada Islam Dalam Mengangkat Para Pejabat Negara

Islam adalah agama paripurna yang Allah turunkan kepada Baginda Muhammad Rasulullah SAW. Tidak ada satupun yang luput darinya. Agama yang sempurna yang datang dengan membawa rahmatan lil alamin bagi seluruh alam jika, di emban secara menyeluruh di muka bumi ini. Termasuk dalam hal pemilihan para pejabat negara Islam begitu selektif terhadap kelayakan seseorang tersebut dalam mengemban amanah yang akan diberikan kepadanya. 

Islam juga mendidik para pengembannya rasa takut kepada Allah SWT. Sehingga tidak akan mudah bagi seseorang untuk menerima jabatan yang diberikan kepadanya. Contoh saja Amirul mukminin Umar bin Khattab, saat beliau ditunjuk sebagai kepala negara menggantikan Khalifah Abu Bakar Shiddiq, beliau menggigil ketakutan serasa begitu banyak beban yang menumpuk di atas pundaknya. keringat bercucuran membasahi tubuhnya, semua itu terjadi karena beliau tau betapa beratnya menjadi seorang pemimpin.

Jiak kita telusuri lagi begitu banyak contoh yang bisa kita dapatkan yang serupa dengan apa yang di alami Amirul mukminin Umar bin Khattab. Hampir bisa dikatakan bahwa semua sahabat yang mendapatkan amanah untuk memimpin menjadi bagian dari pejabat negara merasakan ketakutan dan mereka banyak yang menolak, menolak bukan karena tidak taat tetapi karena tau betapa beratnya pertanggungjawaban sebagai seorang pemimpin, maka sudah bisa di pastikan tidak akan ditemui yang namanya bagi-bagi jatah atau mengajukan diri untuk menjadi pejabat negara. 

Diketahui bahwa Rasulullah SAW dalam mengangkat para pejabatnya, beliau memilih seseorang yang yang sesuai dengan keahlian dalam bidangnya, seseorang yang paling bisa berbuat kebaikan terhadap jabatan yang akan diemban, serta keimanan sebagai pertimbangan paling utama. 

Rasulullah SAW pernah bertanya kepada Mu'adz bin Jabal Al khazraji saat mengutus nya ke Yaman, "dengan apa kau akan menjalankan pemerintahan?" Beliau menjawab "dengan kitab Allah' beliau bertanya lagi "Jika engkau tidak menemukannya?" Beliau menjawab " dengan Sunnah Rasulullah". Beliau bertanya lagi" Jika engkau tidak menemukannya? " Beliau menjawab"  saya akan berijtihad dengan pikiran saya".  Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pemahaman kepada utusan Rasulullah SAW terhadap apa yang Allah dan Rasulnya cintai.

Begitulah Rasulullah SAW dalam menjalankan struktur pemerintahan semasa ia menjadi kepala negara hingga ia wafat, Rasulullah sangat mempertimbangkan keahlian dan kesesuaian posisi jabatan pada kelayakan seseorang dalam mengembannya. 

Maka sudah saatnya kita kembali berkaca pada Islam, bagaimana Islam dalam menetapkan dan mengangkat para pejabat negara sesuai dengan keahlian dna kemampuan serta dapat dipercaya atas amanah yang akan di berikan kepadanya. Maka kesejahteraan dan kebaikan akan dapat dirasakan oleh seluruh penduduk bumi ini. 
Wallahu a'lam


Oleh: Sri Husna Dewi 
(Aktivis Muslimah) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar