Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Data Bocor, Pemerintah Teledor?

Topswara.com-- Salah satu dampak dari digitalisasi teknologi adalah kemudahan dalam bertransaksi. Misalnya jual beli secara online, pembayaran tagihan listrik, pembayaran kesehatan, pembayaran sekolah dan lain sebagainya. Tentu saja untuk bisa melakukan transaksi secara online warga diminta untuk mengisi data diri untuk masing-masing pembayaran. 

Data pribadi yang seharusnya merupakan rahasia antara warga dengan perusahaan tertentu nyatanya tidak seindah yang diharapkan. Salah satu platform e-commerce di Indonesia mengalami kebocoran data di awal bulan Mei 2020. Sebanyak 91 juta data pengguna platform tersebut. Data tersebut nyata diperjual belikan seharga SGD 5000. (Jawapos.com,  5/7/2021).

Kasus kebocoran data tidak sekali terjadi, kasus yang terbaru kebocoran data terjadi pada pasien BPJS Kesehatan. Tidak main-main sebanyak 279 juta warga Indonesia mengalami kebocoran. 

Kebocoran data yang sering terjadi menandakan perlindungan data pribadi begitu lemah. Bisa jadi data yang bocor termasuk data sensitif dan penting namun dengan mudahnya jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. 

Rentannya peretasan yang terjadi di dunia digital sangat mengkhawatirkan sebab berpotensi terjadinya tindak kejahatan seperti penipuan, dan pemalsuan. Selain itu, dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk bisnis mereka. Dengan bocornya data bisa dimanfaatkan oleh para pebisnis untuk menentukan produk dan strategi pasar demi meraup keuntungan bisnis yang lebih besar. 

Anggota Komisi I DPR Sukamta mendesak pemerintah segera menginvestigasi kasus dan mengambil langkah mitigasi agar data yang sudah terlanjur bocor disetop dan dimusnahkan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pengesahan RUU perlindungan data pribadi (PDB), di mana, bentuk lembaga adalah independen tidak berada di bawah Kementerian. (liputan6.com, 23/5/2021).

Apakah aturan tersebut mampu menjamin rasa keamanan bagi setiap warganya? Meski aturan telah dibuat bukan tidak mungkin akan ada lagi kasus kebocoran data. Hal ini dikarenakan ide sekulerisme-kapitalisme yang menjadi paradigma kepemimpinan saat ini, menjadikan manusia punya andil dalam membuat hukum. Mereka memisahkan agama dari kehidupan dan justru menjadikan materi sebagai orientasi hidup, adapun yang mendatangkan materi maka akan diburu sekalipun dengan menghalalkan segala cara.

Data yang bocor bukanlah milik umum sehingga mengambil tanpa izin dengan cara meretas kemudian memanfaatkannya dengan memperjualbelikan tidaklah dibenarkan. Namun sistem sekuler kapitalis meniscayakan itu semua, halal-haram tidak menjadi masalah asalkan mendatangkan keuntungan berlipat akan mereka lakukan.

Kebocoran data bukanlah permasalah yang sepele. Warga diharuskan melakukan semua transaksi secara online namun yang mereka dapati datanya telah menyebar ke berbagai lini masa, sehingga menurunkan trust warga terhadap pemerintah. 

Tentu saja di sistem sekuler kapitalis yang notabenenya berorientasi pada materi tanpa memandang halal-haram persoalan ini tidak mampu diselesaikan sampai ke akarnya. Oleh karena itu dibutuhkan sistem yang mampu menjamin kerahasiaan setiap warga individu serta memberikan rasa aman. Sistem tersebut hanya bisa dirasakan ketika Islam diterapkan secara kaffah, sesuai hadis Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam “Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad).

Disinilah dibutuhkan peran negara untuk melindungi data warganya serta memberikan kenyamanan. Negara tentu membutuhkan infrastruktur dan instrumen yang menunjang pelaksanaan keamanan data pribadi setiap warga. Ditambah dukungan SDM mumpuni seperti para ahli dan pakar di bidang teknologi informasi.

Ada beberapa hal yang dibutuhkan negara guna menjaga keamanan data warga yakni, pertama negara harus maksimal dalam sistem IT sehingga data tidak mudah di hack. Kedua, perlindungan harus diintegrasikan dengan desain teknologi secara holistik dan komprehensif. Regulasi dan sinergi antarlembaga saling menyempurnakan, bukan saling menyalahkan. Ketiga, sistem keamanan total. Dengan adanya regulasi yang jelas serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik, keamanan data warga negara terjamin. Inilah tugas negara yang sesungguhnya.

Maka bukankah sudah seharusnya kita mengembalikan sistem yang mampu melindungi data warga negara, dan menjadi solusi tuntas atas semua persoalan yang menimpa umat.
Wallahu a'lam bisshawab.


Oleh: Alfia Purwanti
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar