Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BUMN Merugi, Benarkah karena Salah Orientasi?


Topswara.com -- Menteri BUMN Eric Thohir mengungkapkan utang PT PLN (Persero) saat ini mencapai Rp 500 triliun. Erick mengatakan, salah satu cara yang dilakukan untuk membenahi keuangan PLN ialah menekan 50% belanja modal (capital expenditure/capex) (finance.detik.com, 04/6/2021).

Adapun kinerja maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam kondisi tidak baik. Perusahaan menanggung rugi sampai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,43 triliun (asumsi kurs Rp 14.300) per bulan karena pendapatan yang diterima tak sebanding dengan beban biaya yang dikeluarkan (finance.detik.com, 04/06/2021).

Selain itu, perusahaan BUMN Karya mengalami kerugian tahun kemarin. Adapun laporan keuangan yang dirilis perusahaan konstruksi BUMN di antaranya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Waskita mengalami kerugian hingga Rp7,3 triliun. Padahal, pada 2019 perseroan mampu mengantongi laba bersih Rp 938 miliar.

Bagaimana bisa badan usaha milik negara merugi? Benarkah karena salah orientasi?

Merugi Akibat Orientasi Kapitalis

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, kerugian yang dialami badan usaha sektor konstruksi disebabkan karena penugasan pemerintah yang dibarengi dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional yang tidak sesuai. Penugasan pembangunan proyek infrastruktur sebelum hingga saat terjadi pandemi Covid-19 sejak awal 2020 lalu.

Orientasi yang salah adalah karena  kapitalisasi dalam pengelolaan dan pembangunan infrastuktur negara. Karena itulah fungsi negara sebagai riayah (melayani) tidak dapat difungsikan. Bukan hanya karena salah penugasan atau dikarenakan akibat kondisi pandemi saja. Tapi masalah yang mendasar adalah orientasi bisnis pemerintah saat ini dalam pengelolaan kepemilikan umum negara.

Lantas kerugian-kerugian ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah salah orientasi maupun kepentingan, kinerja pemerintah yang harusnya diukur dengan melayani kepentingan dan kebutuhan rakyat, akan tetapi justru dengan ukuran untung-rugi.

Sistem kapitalisme dalam pengelolaan negara, sangat buruk dan tidak berpihak pada rakyat. Negara di sini menjadi pundi-pundi kekayaan bagi para kapital dengan dalih pembangunan infrastuktur agar akses mobilitas bagi rakya mudah  atau penyediaan lapangan pekerjaan atau alasan lainnya.

Jika utang-utang terus bertambah, ini merupaka circle yang tidak sehat bagi pemerintah, para kapital asing-aseng akan terus menyetir kebijakan pemerintah, terkhusus dalam hal pembangunan infrastuktur negara.
Negara dapat apa? Kerugian, kerugianlah yang jelas didapat oleh negara saat ini. Kemudian setelah utang menggunung, lagi-lagi solusi yang diambil pemerintah utang luar negeri.

Dilansir dari CNN Indonesia, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengungkap jumlah utang perusahaan pelat merah mencapai Rp1.682 triliun pada periode Januari-September 2020. Jumlahnya melesat dari tahun-tahun sebelumnya, yakni Rp1.251,7 triliun pada 2018 dan Rp1.393 triliun pada 2019.

Nah sekarang sudahlah pembangunan menggunakan utang, kemudian merugi, solusi yang diberikan utang lagi. Mau sampai kapan terus begini?

Seakan memasuki keadaan ekonomi yang sakaratul maut, BUMN harusnya segera berbenah diri. Ribuan triliun utang negara harus diselesaikan dengan pengelolaan harta negara dengan benar dan tepat sasaran.

Sumber daya alam (SDA) di Indonesia melimpah ruah, dari Aceh sampai Papua berbagai tambang dan kekayaan alam lainnya kemana? Seharusnya, dengan memaksimalkan pengelolaan SDA dengan mandiri tanpa campur tangan asing, hasilnya bisa dimanfaatkan untuk pemerataan pembangunan tanpa utang dari pihak luar.

Harta Negara dalam Islam

Islam agama sempurna dan paripurna, dalam pengelolaan kepemilikan umum pun diatur di dalamnya. Terdapat kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah bagi kaum Muslim sehingga kekayaan tersebut menjadi milik bersama kaum Muslim. 

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ: فِي الْكَلأِ، وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

"Kaum Muslim sama-sama membutuhkan tiga perkara: padang, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)

Walaupun akses terhadapnya terbuka bagi kaum Muslim, regulasinya diatur oleh negara. Kekayaan ini merupakan salah satu sumber pendapatan Baitul Mal kaum Muslim. Dengan demikian pembangunan infrastuktur negara tidak didapat dari utang, akan tetapi benar- benar memaksimalkan untuk umat tanpa orientasi lain.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah SAW dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapa pun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”

Oleh karena itu kepemilikan umum atau barang publik ada tiga jenis yakni, api, air, hutan yang wajib dikelola oleh negara dengan orientasi riayah, yaitu melayani, bukan kepentingan bisnis.[]


Oleh: Munamah (Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar