Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Begini Penjelasan Ahli Fiqih Islam tentang Hukum Meminjamkan Uang dengan Syarat Infaq


Topswara.com -- Ahli fiqih Islam KH M. Shiddiq Al Jawi menjelaskan, hukum meminjamkan uang kepada orang lain dengan mensyaratkan adanya infaq adalah haram.

"Jika pihak pemberi pinjaman (baik individu maupun lembaga keuangan syariah) memberikan pinjaman uang dengan mensyaratkan adanya infaq kepadanya dari pihak peminjam, hukumnya haram," tuturnya kepada Topswara.com, Jumat (18/6/2021).

Sebab menurutnya infaq yang disyaratkan itu hakikatnya adalah tambahan (ziyadah) dari pinjaman (qardh). Hal itu menurutnya adalah jelas riba yang telah diharamkan dalam Islam.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa para fuqaha dalam masalah seperti itu sepakat, akad qardh (pinjaman), haram hukumnya pihak pemberi pinjaman (muqridh) mensyaratkan dari pihak peminjam (muqtaridh) adanya manfaat atau tambahan, baik jumlah/kuantitas (al ziyadah fi al qadar) maupun tambahan kualitas (al ziyadah fi al shifah) (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/130; Sa’duddin Al Kibbi, Al Mu’amalat Al Maliyah Al Mu’ashirah, hlm. 227; M. Nur bin Abdul Hafiizh Suwaid, Fiqhul Qardh, hlm. 37-38)

"Imam Ibnul Mundzir berkata, 'Para ulama sepakat (ijma’) bahwa jika pihak pemberi pinjaman (muslif) mensyaratkan sepersepuluh dari pinjaman sebagai tambahan atau hadiah, lalu dia meminjamkan dengan syarat tersebut, maka tambahan yang diambilnya adalah riba' (Ibnul Mundzir, Al Ijma’, hlm. 55)," jelasnya. 

Ia pun mengungkapkan bahwa Imam Ibnu Abdil Bar berkata; ”Setiap tambahan berupa benda (‘ain) ataupun manfaat yang disyaratkan oleh pihak pemberi pinjaman (muslif) kepada pihak peminjam (mustaslif), adalah riba. Tak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Ibnu Abdil Bar, Al Istidzkar, 6/156)

Dalil keharamannya adalah dalil umum yang mengharamkan riba, yaitu firman Allah SWT:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

”Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS Al Baqarah: 275). 

"Imam Ibnu Nujaim dalam kitabnya An Nahrul Fa`iq (3/469) berkata, 'Arti ayat ini, Allah telah mengharamkan tambahan atas jumlah yang diberikan pada pinjaman (qardh),' (Lihat Ahmad Hasan, Al Qardh Alladzy Jarra Manfa’ah, hlm. 421)," ungkapnya.

Selain dalil Al-Qur`an, ia juga menukil dalil khusus berupa hadis Nabi SAW:

كُلُّ قَرْضِ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا

”Setiap pinjaman yang menarik manfaat maka ia adalah riba (kullu qardhin jarra manfa’atan fahuwa riba)." (Ibnu Hajar Asqalani, Al Mathalib Al ‘Aliyah, 3/413, no 3912; Al Talkhis Al Habir, 3/90, no 1227).

"Walhasil, memberikan pinjaman uang dengan mensyaratkan adanya infaq, hukumnya haram. Adapun jika infaq itu tak disyaratkan, ada khilafiyah di kalangan fuqaha. Sebagian ulama membolehkan, seperti Imam Shan’ani dan Syeikh Abdul Aziz bin Baz dari kalangan muta`akhirin, berdalil dengan hadis Nabi SAW :

إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

”Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dalam melunasi utangnya.” (HR Bukhari no 2306; Muslim no 1600) (Abdul Aziz bin Baz, Fatawa Islamiyah, 2/414).

Namun menurutnya pendapat yang paling rajih (kuat) adalah infaq yang tidak disyaratkan itu tetap haram, kecuali jika antara pemberi pinjaman dengan peminjam sudah biasa memberi satu sama lain sebelumnya. Hal itu menurutnya adalah pendapat yang dipilih Imam Taqiyuddin An Nabhani. Dalilnya sabda Nabi SAW: 

إذا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرضاَ فَأهْدَى لَهُ، أَوْ حَمَلَهُ عَلَى الدَّابَّةِ، فَلاَ يَرْكَبْهَا وَلاَ يَقْبَلْهُ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ جَرَى بَيْنَهُ وَ بَيْنَهُ قَبْلَ ذلِكَ

“Jika salah seorang kamu memberikan pinjaman (qardh) lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan di atas kendaraan, janganlah dia menaiki kendaraan itu dan jangan pula menerima hadiah itu, kecuali hal itu sudah pernah terjadi sebelumnya antara dia [pemberi pinjaman] dan dia [peminjam].” (HR Ibnu Majah, no 2432). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, 2/343).

Adapun jika biaya administrasi, besarnya wajar/konkrit dan tak dikaitkan dengan besarnya pinjaman, misal untuk bea meterai atau fotokopi, menurutnya, itu hukumnya boleh. "Namun jika besarnya tak wajar, atau dikaitkan dengan besarnya pinjaman, misal lima persen dari besarnya pinjaman, hukumnya haram karena termasuk riba," pungkasnya.[] Rasman
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar