Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korupsi Problem Sistemik, Tak Cukup dengan Solusi Parsial


Topswara.com -- Silih berganti kasus korupsi seolah tiada henti. Publik tentu belum lupa terungkapnya kasus Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara hingga 37 triliun, juga kasus korupsi Asabri. Ibarat sudah mendarah daging, budaya korupsi masih merajalela pada tubuh anak negeri. Tak terkecuali kepada para Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Dalam sebuah konferensi virtual,  Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, dalam sebuah survei LSI, didapati banyak PNS yang tidak mengetahui terjadinya korupsi di instansinya bekerja. Riset mendapati, sebanyak 39,2 persen PNS sama sekali tidak mengetahui dan 30,4 persen kurang tahu terjadinya korupsi di instansinya. Itu artinya sebanyak 69,6 persen kurang tahu/sama sekali tidak tahu (republika.co.id, 18/04/2021).

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Menpan RB), Tjahyo Kumolo, tak menampik masih mendapati PNS atau ASN yang terjerat korupsi. Tjahjo menyebut setiap bulan Kemenpan RB memecat tidak hormat para PNS korup rata-rata hampir 20 hingga 30 persen PNS yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Merdeka.com,18/04/2021).

Korupsi, Buah Sekularisme Kapitalistik 

Dalam sistem sekularisme kapitalistik saat ini, merupakan hal wajar bila korupsi semakin menjamur, seolah mustahil untuk menghentikannya. Mengingat keberadaan sistem yang memang memfasilitasi hal tersebut terjadi. Dari biaya hidup yang semakin hari semakin mahal sedang pemasukan tak sebanding kebutuhan, sehingga bila iman tak kuat menahan godaan, yang haram pun akan disikat dengan sadar atau tidak. 

Pun dalam sistem ini tidak adanya sanksi tegas bagi para pelaku semakin menumbuhsuburkan kejadian serupa. Efek jera yang diberikan hanya sebatas kepada pemecatan alias pemberhentian dengan tidak hormat kepada para PNS atau ASN yang terkena kasus. 

Islam Solusi Tuntas Korupsi 

Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik hubungan manusia dengan dirinya sendiri (habluminafsi), hubungan dirinya dengan Allah (habluminallah) hingga dirinya dengan sesama manusia lainnya (hablumminannas).

Islam memandang korupsi sebagai perkara yang haram untuk dilakukan. Islam telah memberikan batasan jelas terhadap harta   yang boleh dimiliki oleh seorang aparatur negara, yakni hanya boleh menerima gaji yang sesuai pekerjaannya dan telah disepakati. Maka, harta yang diperoleh selain gaji tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan oleh syara’ dianggap sebagai harta gelap atau ghulul. Bahkan Islam melarang seorang aparatur negara mengambil manfaat pribadi dari wewenang yang dimilikinya. 

Rasulullah SAW bersabda,
“Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan.” (HR. Abu Dawud)

Sistem Islam juga akan memberikan sanksi tegas bagi para pelaku bisa berupa denda, penjara, sanksi sosial, hukuman cambuk hingga hukuman mati yang dipertimbangkan berdasarkan berat pelanggarannya. Berbeda dengan sistem sekularisme kapitalistik yang hanya memberikan sanksi berupa pemecatan jabatan. 

Maka jika benar-benar ingin memutus kasus korupsi ini, tidak ada jawaban lain yaitu akhiri sistem yang memfasilitasi hal ini terjadi. Serta kembali kepada sistem Islam yang menerapkan Islam secara kafah sebab hanya Islamlah yang mampu mengembalikan manusia sesuai fitrahnya, yakni taat kepada Allah SWT. []


Oleh: Nur Azizah
(Aktivis Muslimah Balikpapan) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar