Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jangan Bikin Insecure, Milenial bukan Calon Teroris


Topswara.com -- Generasi milenial menjadi perhatian beberapa tahun terakhir. Keberadaannya diharapkan mampu membawa perubahan yang baik bagi bangsa dan negara. Namun justru dicurigai sebagai generasi untuk rekrutmen kelompok teroris. 

Dilansir dari Kompas.com (3/4/2021), Deputi VII Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menyatakan bahwa generasi milenial adalah target yang diincar oleh kelompok terorisme untuk direkrut menjadi anggota baru. Selain itu, Ia menganggap kelompok teroris memang sengaja menargetkan anggota barunya pada masyarakat yang cenderung tidak kritis dan menelan semua informasi yang diberikan. Bukan hanya itu, orang yang cenderung introvert juga dicurigai sebagai salah satu target kelompok teroris untuk di rekrutmen. 

Tidak hanya Deputi BIN yang menyatakan bahwa generasi milenial adalah kandidat untuk direkrut menjadi teroris. Dilansir dari beritasatu.com (3/4/2021), mantan narapidana terorisme Haris Amir Falah menyebut, kelompok teroris saat ini melibatkan kaum perempuan dan generasi milenial. 

Generasi milenial adalah generasi yang membawa perubahan dengan berbagai ide-ide cemerlangnya, memiliki peran strategis membangun sebuah peradaban. Di tangan mereka, ada kekuatan besar untuk menegakkan nilai-nilai ideologis penegak keadilan. 

Namun definisi ini berbanding terbalik dengan fakta hari ini. Mereka dicurigai sebagai kandidat untuk kelompok terorisme. Bahkan kalangan mahasiswa yang memiliki pikiran kritis pun dicap sebagai radikal. Bersuara dengan kritis di media sosial, kena sanksi UU ITE.

Jadi, bagaimana generasi milenai akan membawa perubahan, sedangkan berpikir kritis, menyuarakan kebenaran, serta mengomentari kebijakan pemerintah akan dicegah dengan cara apapun? 

Moderasi Agama Menjadi Proyek Besar 

Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI meluncurkan buku Mazhab Dakwah Wasathiyah Sunan Ampel dan Da’wah Wasthiyah Center (Daya Center) dalam rangka peringatan 50 tahun Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Ampel. Peluncuran buku Mazhab Dakwah Wasathiyah Sunan Ampel ini tentunya bukan tanpa tujuan (Klikjatim.com, 28/03/2021).

Rektor pertama IAIN Palu dan guru besar pemikiran Islam modern mengemukakan, radikalisme dan terorisme adalah dua hal yang saling bergandengan di mana terorisme lahir dari ideologi radikalisme. Bahkan berdasarkan riset Setara Insitute, terdapat sepuluh perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham Islam radikal. Kegiatan keislaman di kampus yang terpapar tersebut, cenderung monolitik. Artinya, kegiatan tersebut dikooptasi oleh golongan Islam tertentu yang tertutup atau eksklusif (republika.co.id,6/4/2021).

Pemerintah mencegah radikalisme dari maraknya isu terorisme dengan menggencarkan moderasi beragama di semua kampus. Moderasi beragama dikenalkan pada semua kampus. Bukan hanya kampus Islam seperti UIN saja. Perguruan tinggi negeri yang dianggap terpapar radikalisme juga mulai disusupkan kurikulum moderasi beragama. 

Moderasi beragama digencarkan karena banyak mahasiswa berani menyuarakan kebenaran dan mengoreksi kebijakan pemerintah. Mahasiswa seperti itulah yang dicap oleh kampus sebagai mahasiswa radikal yang akan menjadi teroris.

Adanya Moderasi beragama sebagai proyek besar penguasa untuk mencegah semua mahasiswa berpikiran kritis, dan tentunya sesuai dengan Islam kafah. Harapan besar moderasi beragama hendak membentuk jati diri bangsa Indonesia yang kaya dengan budaya dan adat istiadat, mcara beragama yang moderat atau tidak ekstrem, beragama dengan damai, toleran, dan menghargai perbedaan. Pemerintah beranggapan bahwa moderasi beragama itu menjadi basis menangkal radikalisme. 

Kampus Merdeka, Pencegah Milenial Berpikir Kritis

Beberapa kampus sudah menerapkan Kampus Merdeka, yaitu gagasan yang diusulkan Kemendikbud untuk menghasilkan mahasiswa yang memiliki daya jual pada perusahaan ketika memasuki dunia kerja. 

Kampus merdeka juga merupakan salah satu cara pemerintah untuk menyusupkan pemikiran-pemikiran kapitalisme. Mahasiswa disibukkan dengan mata kuliah, magang ke perusahaan besar, dan mengisi CV yang bagus. Tidak ada lagi mahasiswa yang berani menyuarakan kebenaran dan mengoreksi kebijakan pemerintah.

Mahasiswa sebagai generasi milenial dan agent of change didesain bukan untuk memberikan perubahan bagi peradaban dengan syariat, tetapi untuk menjadi budak kapitalisme. Dan hanya menjadikan agama sebagai spiritualitas saja tanpa penerapan syariat secara kafah dalam kehidupannya. 

Salah satu tujuan moderasi beragama juga menjauhkan generasi milenial dari syariat dan menyatakan kelompok-kelompok tertentu sebagai kelompok radikal yang memiliki cikal bakal teroris. 

Ideologi Islam Menghasilkan Generasi Milenial sesuai Syariat

Sebuah peradaban dikatakan maju dikarenakan pemuda-pemudanya memiliki ketangkasan yang baik dan unggul di segala bidang. Tentunya keunggulan ini bukan hanya dilihat dari aspek keahilan ataupun ketangkasan saja, tapi juga harus unggul dalam pola pikir (akidah aqliyah) dan pola sikap (akidah nafsiyah). 

Pola pikir dan pola sikap yang unggul hanya akan lahir dari pemikiran (akidah) lurus dan cemerlang. Memiliki cara pandang yang benar terhadap hakikat kehidupan dan tentang hakikat keberadaan manusia di dunia. Dengan pemahaman akidah yang benar, dengan sendirinya mereka akan tertuntun untuk memiliki langkah hidup yang benar sesuai syariat Islam. 

Islam lahir bukan hanya untuk mengatur perihal agama atau hubungan dengan Allah SWT semata. Islam diciptakan untuk menjadi tuntunan sekaligus kaidah berpikir. Penerapan Islam kafah akan mengarahkan umat untuk maju dan membangun peradaban dan menghasilkan generasi cemerlang. 

Ideologi Islam yang sahih seharusnya dihadirkan dalam kehidupan saat ini. Bukan dengan tuduhan teroris bahkan dengan memberi jalan tengah dalam beragama. Sungguh, moderasi beragama sudah terlihat bahayanya. Disebarkan melalui kurikulum pendidikan agar masyarakat mau tidak mau menerima mata pelajaran/mata kuliah ini. 

Outputnya? Masyarakat beranggapan berislam secara kafah adalah sesuatu yang salah dan harus ditinggalkan. Tuduhan-tuduhan teroris semakin digencarkan pada kelompok-kelompok yang diprediksi radikal. 

Ketika Ideologi Islam menjadi asas dalam berbagai aspek kehidupan umat, akan  lahir para pejuang hebat. Generasi pemuda dan umat Islam di bawah naungan khilafah, mampu tampil sebagai pemimpin peradaban. Tidak ada perbedaan suku, bahasa, adat istiadat, yang menjadi penghalang bagi tegaknya sebuah peradaban islami. []


Oleh: Sonia Padilah Riski, S.P.
(Aktivis Muslimah Semarang, Pegiat Komunitas Alfath Line)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar