Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Wacana Presiden Tiga Periode, Aktivis 98: UU 1945 bukan Harga Mati tetapi Harga Nego

Topswara.com -- Menanggapi wacana Jokowi tiga periode, Aktivis 98 Agung Wisnuwardana menilai, UU 1945 bukan harga mati tetapi harga yang bisa di nego.

"Dari sini kita sadar bahwa UU 1945 ternyata, bukan harga mati. Tetapi harga yang bisa di nego demi kepentingan oligarki," tegasnya dalam video: Di Balik Jokowi Tiga Periode, Jumat (26/03/2021) di kanal Youtube Media Politik Umat.

Ia menduga wacana Presiden tiga periode merupakan agenda terselubung oligarki, untuk mengamankan proyek neoliberalismenya di negeri ini. “Dengan Jokowi tiga periode, maka UU Omnibus Law yang memberikan karpet merah kepada oligarki, dapat jaminan untuk terus dilaksanakan. Dengan Jokowi tiga periode, maka proyek-proyek infrastuktur kepentingan para oligarki, dapat terus berlangsung,” ujarnya.

Untuk itu, menurutnya, perlu mengamankan UUD 1945 untuk jabatan Presiden tiga periode dan peluang itu cukup besar. “Karena sebagian besar parpol dalam parlemen sudah berkoalisi dengan rezim kekuasaan," ujarnya.

Wacana jabatan Presiden tiga periode kembali ramai di jagad opini negeri ini, menurut Agung, berawal dari lontaran opini dari lembaga survey Indo Barometer yang dekat dengan kekuasaan dan mendorong amandemen UUD 1945.

Menurutnya, hal senada dinyatakan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ade Irfan Pulungan mengatakan bahwa Presiden Jokowi tidak berminat tiga periode, namun jika banyak pihak yang mendorong jokowi untuk kembali maju dalam pemilihan Presiden, maka keputusan akan diserahkan kembali kepada MPR. “Ambig!” tandasnya.

Selain itu, pernyataan Jubir Presiden Fadjroel Rahman yang mengatakan Presiden Jokowi tegak lurus kepada konstitusi UUD 1945 dinilai Agung bermakna kalau konstitusinya berubah, tetap tegak lurus. “Kalau jabatan Presiden bisa tiga periode berarti mau dong maju lagi?
Ambigu!," ujarnya.

Ia mengingatkan rezim bahwa kekuasaan adalah amanah. “Ingatlah wahai rezim yang berkuasa. Jabatan dan kekuasaan itu adalah amanah. Amanah dan kekuasaan itu untuk melayani dan mengurusi rakyat. Bukan melayani oligarki. Jangan mengkhianati rakyat. Tidaklah seorang hamba, yang Allah minta mengurus rakyat, Ia mati pada hari Ia menipu, mengkhianati rakyatnya. Kecuali Allah haramkan baginya Surga," pungkasnya. [] Witri Osman
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar