Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Impor saat Harga Cabai kian Pedas: Benarkah Solusi Pas?


Topswara.com -- Berdasarkan hasil pantauan di Pasar Induk Guntur, Ciawitali, Garut, Senin (8/3/2021), cabai rawit merah merupakan komoditi pertanian yang saat ini harganya mengalami kenaikan paling signifikan. Tak tanggung-tanggung, harga cabai rawit merah mengalami kenaikan harga hingga enam kali lipat dibanding biasanya. Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya cuaca.

H. Iyang, salah satu distributor sayuran di Pasar Induk Guntur Ciawitali, Garut, menjelaskan bahwa dalam keadaan normal harga cabai rawit merah sekitar Rp.25.000 perkilogramnya. Saat ini menjadi Rp.95.000 perkilogramnya di tingkat distributor. Dan sampai kepada konsumen di sekitar harga Rp. 150.000 perkilogramnya (pikiranrakyat.com, 8/3/2021).

Gejolak harga pangan yang tinggi akan menyulitkan pedagang maupun masyarakat sebagai konsumen. Menanggapi kondisi ini, dilansir dari tempo.co, (10/3/2021), Kementerian Perdagangan mengatakan perlu adanya operasi pasar untuk membuat harga menjadi stabil. Tetapi impor bisa saja dilakukan jika kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi oleh pasokan cabai yang ada di pasaran.

Impor Merapuhkan Ketahanan Pangan

Impor bahan pangan memang cara tercepat untuk memenuhi pasokan dalam negeri. Namun jika kebijakan ini terus-menerus dijadikan alternatif tanpa upaya perbaikan sistem tata niaga, maka kedaulatan pangan negeri bisa rapuh.

Kebijakan impor pangan justru akan merugikan para petani lokal. Mereka akan tertekan karena produk pertanian dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk pertanian luar negeri.  Sehingga hasil panen petani lokal tidak terbeli. Hal ini sangat berbahaya, karena akan melemahkan sektor pertanian sekaligus mematikan sumber ekonomi petani.

Selain itu meski stok cadangan berlebih akibat tambahan impor, harga-harga pangan di level konsumen tetap saja dirasa mahal. Sementara di tingkat petani lokal,  impor bahan pangan justru memukul harga jual. Kalau pun ada yang diuntungkan, maka mereka adalah para bandar bermodal besar yang berkolaborasi dengan kartel besar.

Kondisi ini diperburuk dengan sistem pasar bebas yang meminimalkan bahkan menghilangkan peran negara pada aspek distribusi pangan. Sehingga berakibat merajalelanya para mafia pangan, mulai dari penimbun, spekulan hingga kartel.

Pasar bebas ini telah membuka lebar ruang bermainnya para mafia pangan. Inilah gambaran penerapan sistem ekonomi liberal di mana di dalam sistem ini fungsi negara sebatas regulator dan fasilitator untuk membuat aturan dan regulasi. Sementara pemenuhan hajat rakyat diserahkan ke pasar atau korporasi. Akibatnya korporasilah yang menguasai seluruh rantai pangan mulai dari produksi hingga konsumsi. 

Pengelolaan hajat pangan pun dilakukan dengan prinsip bisnis dan menghilangkan prinsip pelayanan pada rakyat. Alhasil kedaulatan pangan tidak akan pernah bisa diwujudkan dalam sistem ini. Namun kedaulatan dan kemandirian pangan sebenarnya bisa direalisasikan jika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam.

Sistem Islam Mewujudkan Ketahanan Pangan

Bagaimana gambaran jaminan ketahanan pangan dalam sistem Islam? 

Pertama, sistem Islam akan menjamin berjalannya proses produksi dan menjaga stok pangan dengan mendukung penuh usaha pertanian yang dilakukan rakyatnya seperti memberikan kemudahan mengakses bibit terbaik, teknologi pertanian terbaru, menyalurkan bantuan subsidi, membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi dan sebagainya. Selain itu, negara juga akan menyelenggarakan riset-riset pendidikan, pelatihan, pengembangan dan seterusnya.

Kedua, sistem Islam juga akan menerapkan hukum seputar lahan pertanian yaitu hukum menghidupkan tanah mati, larangan menelantarkan lahan lebih dari tiga tahun dan larangan menyewakan lahan pertanian. 

Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Bukhari) 

Jika pemilik tanah itu tidak mampu mengolahnya, dianjurkan untuk diberikan kepada orang lain tanpa kompensasi. Nabi Saw bersabda, ”Barangsiapa mempunyai tanah (pertanian), hendaklah ia mengolahnya, atau memberikan kepada saudaranya.” (HR. Bukhari)

Hal ini akan mencegah penguasaan lahan dan menjamin semua tanah terkelola maksimal. 

Ketiga, negara juga melakukan pengawasan terhadap aspek distribusi dan stabilitas harga. Prinsip distribusi akan menentukan harga dalam Islam yaitu mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang terjadi secara alami. Negara tetap akan melakukan pengawasan dan menerapkan larangan penimbunan dan kecurangan. Karena keduanya akan berpotensi mengganggu distribusi dan merusak harga pasar.
 
Keempat, jika ditemukan kondisi harga tidak normal, maka negara akan melakukan dua kebijakan yaitu menghilangkan penyebab distorsi pasar seperti penimbunan, kartel dan sebagainya. Serta menjaga keseimbangan supplay dan demand. Negara akan benar-benar memerhatikan aktivitas perdagangan agar berlangsung secara benar dan optimal. Sebab perdagangan memainkan peranan strategis dalam proses distribusi barang karena menjadi sarana penting dalam memediasi petani sebagai penghasil hasil pertanian dengan konsumen.

Melalui perdagangan, aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi di tengah-tengah masyarakat bisa ditingkatkan.

Kelima, dalam sistem Islam, negara hanya akan melakukan impor jika terjadi kondisi yang menuntut pemenuhan atas barang tertentu karena terjadi kelangkaan di dalam negeri. Pada kondisi seperti ini, negara akan mengimpor sebagian produk negara lain dengan memotong cukai atau bahkan membebaskannya. Hal ini bertujuan agar produk-produk tersebut bisa segera masuk sehingga dianggap cukup.

Khalifah Umar pernah memerintahkan para pegawainya untuk mengambil pajak sebesar 5 persen kepada orang-orang kafir harbi yang membawa minyak dan biji-bijian ke Hijaz. Dalam keadaan tertentu beliau bahkan menginstruksikan kepada para pegawainya untuk membebaskan pajak kepada mereka.

Diriwayatkan oleh Az-Zuhri dari Salim dari ayahnya bahwa Khalifah Umar menerapkan pajak 10 persen terhadap pakaian katun dan 5 persen terhadap gandum dan minyak dengan tujuan memperbanyak masuknya barang-barang tersebut.

Kebijakan responsif yang dibuat oleh Khalifah Umar ini sangat bermanfaat dalam mempermudah pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. 

Demikianlah negara dalam sistem Islam bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya. Sehingga seluruh rakyat akan bisa menikmati secara cukup dengan harga terjangkau. Pengawalan negara dalam distribusi juga akan menciptakan pasar yang sehat. Di sisi lain negara menjamin pengelolaan lahan secara optimal oleh petani dengan dukungan fasilitas maksimal. Semua ini tentu akan menggairahkan petani. Dengan jaminan pengurusan pangan dalam negeri semacam ini, maka kebutuhan untuk impor pangan akan hilang dan kedaulatan pangan benar-benar terwujud. []

Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar