Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Uniol 4.0 Diponorogo: Hukumnya Sunah, Kaum Muslim Tidak Anti Vaksinasi



Topswara.com-- Menanggapi program vaksinasi masal yang akan pemerintahan realisasikan kepada masyarakat Indonesia, Dosen Online Uniol (Universitas Online) 4.0 Diponorogo Achmad Mu'it menilai vaksinasi tersebut hukumnya sunah.

"Kaum Muslim tidak anti terhadap vaksinasi karena hukum vaksinasi secara syara’ adalah sunah (mandub, mustahab) sesuai dengan hukum asal berobat," tuturnya dalam WhatsApp Group (WAG) Kulol (Kuliah Online) Diponorogo Uniol 4.0, Sabtu (16/01/2021).

Ia mengutip pendapat KH Shiddiq Al Jawi, ada lima hukum turunan yang perlu dijabarkan, yaitu: pertama, hukum asal vaksin. Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin (bakteri/virus yang telah dilemahkan) ke dalam tubuh manusia dengan tujuan untuk mendapatkan kekebalan (imunitas). Hukum asalnya mandup. Namun, hal ini harus memenuhi dua syarat, yaitu bahan vaksinnya tidak mengandung zat najis dan tidak menggunakan bahan yang menimbulkan mudarat.

"Hukum berobat yang asalnya sunah ini bisa berubah menjadi wajib jika seseorang yang memilih tidak berobat dapat terancam jiwanya. Hal itu karena memilih tidak berobat ini dapat digolongkan bunuh diri yang telah diharamkan," imbuhnya.

Hukum yang kedua yaitu, hukum terkait uji klinis yang menjadikan manusia sebagai bahan uji coba. Kutipnya, uji klinis (clinical test) adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia yang sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang. "Hukum uji klinis sendiri adalah mubah (dibolehkan syara’), berdasarkan dalil syara’ yang membolehkan pembuatan obat. Namun uji klinis itu diharamkan secara kasuistik bagi individu-individu tertentu yang berpotensi mendapatkan bahaya berat akibat uji klinis," paparnya.

 "Ketiga, hukum seputar politik kesehatan Islam. Menurut KH Shiddiq Al Jawi, ada tiga macam kebutuhan umat Islam yang harus dijamin secara gratis oleh negara, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Untuk perihal kesehatan, haram hukumnya negara menetapkan harga. Berdasarkan politik kesehatan dalam syariah Islam ini, maka rencana pemerintah untuk menjual vaksin kepada masyarakat jelas-jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam," bebernya.

Ia paparkan hukum yang keempat, hukum syariat seputar pengadaan vaksin dari luar negeri yang dibeli dari Cina, maka harus dipahami fakta bahwa Republik Rakyat Cina adalah negara kafir harbi secara de facto (muharriban fi’lan). Tambahnya, RRC terbukti menyiksa dan membunuh umat Islam etnis Uighur di provinsi Xin Jiang.

"Karena itu, diharamkan umat Islam untuk bermuamalah dengan negara kafir harbi fi’lan. Jika pun untuk urusan vaksin memang hendak impor, maka harus dilihat dulu negara mana selaku produsen yang diajak bermuamalah," tandasnya.

Ia mengungkap hukum yang kelima, hukum syara vaksinasi paksa dengan denda. Menurutnya, hukum mentaati kebijakan penguasa (ulil amri), dalam ajaran Islam adalah wajib, sesuai firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nisa’ 59. Hanya saja, tambahnya, pemimpin yang wajib ditaati adalah yang beragama Islam (Muslim) dan menerapkan Syariah Islam secara komprehensif (kaffah) dalam segala bidang kehidupan, bukan hanya menerapkan syariah Islam secara parsial. "Penguasa sekarang tidak memenuhi definisi ulil amri yang wajib ditaati sesuai Al Qur'an surah An-Nisa: 59," pungkasnya.[] Munamah

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar