Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penemuan Seaglider, Ancaman Spionase Asing?



Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono memastikan bahwa benda diduga drone laut yang ditemukan di Perairan Selayar, Sulawesi Selatan adalah seaglider. Seaglider tersebut ditemukan seorang nelayan yang tengah memancing sekitar pukul 07.00 WITA pada 26 Desember 2020.

Lantas, apa itu seaglider? Alat ini pertama kali dikembangkan oleh University of Washington Schhol of Oceanography dan University of Washington Applied Physics Lab mulai 1995 dengan dana yang disediakan oleh Office of Naval Research dan National Science Foundation.

Melansir laman resmi industri Hydroid, seaglider merupakan kendaraan bawah air (AUV) untuk pengumpulan data kelautan. Selain itu, seaglider juga dikembangkan untuk pengukuran parameter oseanografi jangka panjang yang berkelanjutan. Seaglider memanfaatkan perubahan kecil pada daya apung dan sayap untuk bergerak.

Hal ini menghasilkan konsumsi daya yang sangat rendah dan ketahanan yang lama hingga 10 bulan tergantung pada konfigurasi dan muatan. Model operasional dan desain kokoh Seaglider memungkinkannya bekerja di hampir semua kondisi laut dan cuaca.

Misi pengumpulan data bisa berlangsung berbulan-bulan, sementara kendaraan itu juga mampu melintasi ribuan mil. Seaglider dapat muncul secara berkala untuk menentukan posisinya, mengirimkan data yang dikumpulkan, dan menerima perintah melalui telemetri satelit. Memiliki bentuk relatif ringan dan kecil, seaglider dapat disebarkan melalui kapal-kapal berukuran kecil.

Kegunaan Seaglider sendiri memiliki beberapa fungsi, yaitu oseanografi fisika, oseanografi kimia, pemantauan lingkungan, studi perubahan iklim, observatorium laut, pemantauan badai, penilaian ekosistem, dan riset perikanan. Selain itu alat ini juga mampu berfungsi sebagai anti-submarine warfare (ASW), intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR), penilaian lingkungan dasar, dan pemantauan akustik mamalia laut. (Kompas.com, 4/1/2021)

Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertapati menyebut seaglider yang ditemukan di Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), termasuk unmanned underwater vehicle (UUV) atau kendaraan bawah air tanpa awak. Dia mengatakan UUV ini dirancang untuk melakukan survei di bawah laut tertentu.

Ia menilai UUV yang ditemukan di Selayar berlabel institut otomasi Shenyang di Akademi Ilmu Pengetahuan China (Shenyang Institute of Automation Chinese Academic of Sciences). Dia bicara soal UUV yang sudah beberapa kali ditemukan di perairan Indonesia.

"Penemuan UUV di Pulau Tenggol, Masalembu, dan Kepulauan Selayar merupakan fakta bahwa penggunaan unmanned system telah dilakukan oleh berbagai negara maju di laut. UUV yang ditemukan oleh prajurit TNI AL berlabel Shenyang Institute of Automation Chinese Academic of Sciences merupakan platform khusus yang dirancang untuk mendeteksi kapal-kapal selam non-Chinese dan merekam semua kapal-kapal yang beroperasi di perairan Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan," kata dia.

Penemuan UUV ini juga menunjukkan bukti bahwa perairan Indonesia menjadi spill over adu kekuatan militer antara China dan Amerika Serikat berikut sekutunya. Selain di Selayar, UUV ini pernah ditemukan di Indonesia pada Maret 2019 di Kepulauan Riau dan Januari 2020 di perairan Jawa Timur.

"Semua UUV yang ditemukan dalam kondisi malfunction dan bukan expired, yang artinya ada kendala teknis internal di dalam sistemnya. Dari analisa awal, ketiga UUV diperkirakan sudah memiliki jam selama lebih dari 25.000 atau mendekati 3 tahun. Kemungkinan besar UUV tersebut diluncurkan November 2017," kata dia. (Detik.com, Selasa, 5/1/2021)

Penemuan seaglider menunjukkan negara kita sedang tidak aman. Apalagi jika ditilik dari posisi alat itu ditemukan, yakni Kepulauan Selayar. Kepulauan Selayar masuk dua jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang memiliki keunggulan ekonomi dan aspek hankam.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Indonesia memiliki masalah pertahanan yang amat serius. Alutsista Indonesia tidak saja kuno, tapi juga amat kurang untuk mengamankan 3,27 juta km2 lautan Nusantara. Anggaran pertahanan tahun 2021 ini saja hanya 136.7 triliun, jauh lebih kecil dari anggaran infrastruktur yang sebesar 417 triliun. Pemerintah justru lebih peduli pada proyek-proyek mercusuar yang lebih cepat menangguk untung bagi korporat yang investasi, daripada mengamankan negara.

Ironisnya, tentara negeri ini malah disibukkan dengan perkara remeh-temeh semisal penurunan baliho dan yang terbaru ikut memastikan pasokan kedelai aman bersama Kementan. Padahal adanya fakta penemuan seaglider merupakan ancaman nyata. Seperti adu kekuatan yang dilakukan AS versus Cina di Laut Cina Selatan yang amat dekat dengan teritorial Indonesia.

Maka, mestinya pemerintah fokus pada masalah gangguan keamanan ini, daripada sibuk menuduh rakyat, khususnya kaum muslimin sebagai pencetus bahaya radikal. Bahkan keluarga, sekolah, dan para perempuan turut dituduh menyebarluaskan radikalisme yang dianggap mengancam negara.

Padahal sudah jelas, tafsir radikal yang mereka hembuskan adalah tuduhan salah alamat pada Islam.  Keinginan kaum muslimin untuk menerapkan syariat Islam kaffah dianggap sebagai ancaman. Nyatanya kaum muslimin justru ingin menyelamatkan negara dari penjajahan kapitalis Barat dan Timur. Kaum muslimin yakin akan janji Allah SWT sebagaimana termaktub dalam QS al-Anbiyâ’ ayat 107, bila Islam diterapkan secara kaffah, akan terwujud rahmat bagi alam semesta.

Oleh karena itu, sudah selayaknya pemerintah memberikan hak rakyat untuk mewujudkan cintanya pada Allah SWT dengan menerapkan Islam kaffah, jangan tuduh mereka kelompok radikal. Wallahu a’lam.[]

Oleh: Djumriah Lina Johan
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)


Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar