Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menjaga Akidah dengan Tidak Ikut Merayakan Hari Raya Agama Lain


Topswara.com -- Di tengah masyarakat modern yang semakin cair dan mengedepankan slogan toleransi, banyak Muslim yang mulai bimbang ketika berhadapan dengan perayaan hari raya agama lain. 

Ada yang merasa tidak enak hati untuk menolak undangan Natal bersama. Ada yang berpikir bahwa sekadar hadir atau ikut memeriahkan Natal bukanlah suatu masalah. Sebagian lagi merasa bahwa perbedaan agama cukup disikapi dengan “kita sama-sama berdoa pada Tuhan”.

Namun Islam bukan sekadar kumpulan nilai moral; ia adalah agama yang berdiri di atas pondasi tauhid yang kokoh. 
Ketegasan tentang siapa yang disembah, bagaimana menyembah, dan apa yang dibenarkan dalam ibadah, menjadi pilar utama dalam kehidupan seorang Muslim. 

Karena itu, ketika berbicara tentang perayaan keagamaan, seorang Muslim tidak boleh berdiri di wilayah kompromi.

Akidah Tidak Menerima Campuran

Surah Al-Kafirun telah menegaskan pemisahan akidah secara total:
 “Wahai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian pun bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian tidak pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (QS. Al-Kafirun: 1–6)

Ayat ini bukan sekadar deklarasi perbedaan, tetapi pernyataan identitas akidah. Ibadah bagi seorang Muslim hanya diperuntukkan bagi Allah, dan tidak ada bentuk penghormatan kepada ritual agama lain yang boleh dianggap sepadan dengan ibadah kepada-Nya.

Maka, bagaimana mungkin seorang Muslim ikut serta dalam perayaan yang di dalamnya terdapat unsur keyakinan, doa, atau simbol-simbol ibadah agama lain? Itu bukan wilayah yang boleh dimasuki. Bukan karena membenci pemeluknya, tetapi karena menjaga kemurnian keimanan adalah kewajiban yang tidak dapat dikompromikan.

Doa Tanpa Keimanan Tidak Bernilai

Allah juga menjelaskan bahwa ibadah orang-orang yang tidak beriman kepada-Nya tidak memiliki nilai di sisi-Nya:
“Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.” (QS. Ar-Ra’d: 14)

Ini adalah penegasan bahwa tidak semua ibadah itu sama, dan tidak semua doa menuju Tuhan yang sama. Maka ungkapan “semua agama menuju Tuhan yang sama” sangat bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an. Perayaan keagamaan mereka tidak diakui sebagai ibadah yang benar, apalagi layak dijadikan tempat bagi seorang Muslim untuk turut serta.

Toleransi Bukan berarti Ikut Dalam Ritual Agama Lain

Sebagian orang mencampuradukkan toleransi dengan pencampuran akidah. Padahal Islam telah sejak lama mengajarkan bentuk toleransi terbaik yaitu dengan membiarkan pemeluk agama lain menjalankan agamanya tanpa gangguan, menghormati hak mereka, berlaku adil, dan menjaga hubungan sosial dengan akhlak mulia.

Namun batasannya jelas yaitu tidak boleh melibatkan diri dalam ritual dan perayaannya. Rasulullah ï·º hidup berdampingan dengan kaum Yahudi dan musyrikin di Madinah. Beliau tidak pernah ikut merayakan hari raya mereka, tidak pula mengucapkan selamat atas perayaan yang bersifat ritual keagamaan. Justru beliau menegaskan: “Setiap umat memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.”

Perayaan agama lain adalah milik mereka. Dan Islam telah memberikan kepada kaum Muslim hari raya sendiri sebagai identitas yang membedakan umat ini dari keyakinan-keyakinan lain.

Menjaga Jati Diri Umat

Ketegasan seorang Muslim untuk tidak menghadiri atau merayakan hari raya agama lain bukanlah bentuk kebencian. Ini adalah bentuk ketaatan, penjagaan identitas, sekaligus dakwah bil haq dakwah melalui sikap yang lurus. 

Ketika seorang Muslim menolak dengan santun karena menjaga akidahnya, ia sedang menunjukkan bahwa keyakinan tidak untuk diberi ruang tawar-menawar.

Justru sikap seperti ini akan membuat orang lain memahami bahwa umat Islam adalah umat yang konsisten, tegas memegang prinsip, namun tetap hikmah dalam bergaul.

Dakwah Untuk Menegakkan Tauhid

Di tengah derasnya arus pluralisme yang memaksa semua agama dianggap sama, seorang Muslim harus kembali pada aktivitas dakwah yaitu menjelaskan dengan hikmah bahwa Islam mengajarkan penghormatan antarmanusia, namun menolak pencampuran agama. Dakwah bukan hanya ceramah, tetapi juga keberanian mengatakan “tidak” pada sesuatu yang bisa mengikis keimanan.

Selain dakwah untuk memurnikan tauhid, umat Islam juga harus fokus pada dakwah untuk penerapan aturan Islam secara menyeluruh. Sebab, dengan diterapkannya aturan Islam secara menyeluruh akan dapat membendung pemikiran-pemikiran yang dapat melemahkan keimanan. 

Terlebih lagi juga menyerukan tegaknya negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Dengan adanya negara yang menerapkan Islam (khilafah) keyakinan umat akan terjaga. Inilah yang disebut dengan tajul furudz atau mahkota kewajiban bagi umat Islam saat ini.

Wallahu a'lam


Roudohtul Jannah 
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar