Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dengan Islam, Menikah Bukan Lagi Beban


Topswara.com -- Ketika tidak memiliki harta menjadi lebih menakutkan daripada tidak menikah, tatanan sosial kita berpotensi berubah, keseimbangan hidup terancam seiring dengan turunnya angka kelahiran, dan pertanyaan besar tentang masa depan generasi berikutnya akan mulai menghantui. Melihat fenomena ini, akankah kita akan terus berdiam diri?.

Anggapan bahwa pernikahan adalah tonggak kedewasaan yang harus dicapai tampaknya mengalami pergeseran pandangan, di era sekarang, pernikahan kadang dianggap sebagai hambatan atau sesuatu hal yang tak perlu diprioritaskan. 

Sebuah unggahan di Threads, terkait anak muda yang saat ini lebih takut miskin daripada takut tidak menikah menjadi viral dengan like sebanyak 12.500 kali dan diposting ulang oleh lebih dari 207.000 pengguna lainnya. Unggahan ini bisa menjadi salah satu indikator bahwa banyak orang setuju dengan opini si pemilik akun (kompas.com, 22/11/2025).

Viralnya fenomena "Lebih takut miskin daripada takut menikah” menggambarkan situasi generasi muda saat ini yang cenderung menempatkan keamanan finansial sebagai prioritas utama dan mengabaikan keinginan untuk menikah. 

Fenomena ini tak lepas dari narasi yang sempat ramai beredar di media sosial yaitu narasi “ketakutan seseorang untuk menikah” atau yang lebih populer dikenal dengan istilah “marriage is scary". 

Munculnya narasi tersebut memang tidak secara tiba-tiba, namun didorong oleh berbagai faktor, selain ramainya berbagai isu terkait pernikahan seperti perceraian, perselingkuhan, KDRT, dan lain sebagainya, realitas kondisi perekonomian saat ini, di mana harga kebutuhan dan biaya hunian yang kerap mengalami lonjakan serta ketatnya persaingan dalam dunia kerja adalah alasan utama munculnya tren tersebut.

Ketakutan akan kemiskinan muncul akibat sistem kapitalisme yang meniscayakan semua harga kebutuhan hidup menjadi tinggi, peluang kerja yang sempit ditambah upah pekerja yang rendah. 

Di tengah sulitnya perekonomian, pernikahan kerap dianggap sebagai beban, bukan sebagai ladang kebaikan dan jalan melanjutkan keturunan. 

Pendidikan sekuler dan pengaruh media liberal menumbuhkan gaya hidup yang rusak, materialistis dan hedon. Hal ini menjadikan pernikahan terkadang distandarisasi dengan tinggi hingga membuat banyak generasi merasa jika ingin menikah harus terlebih dulu meraih pencapaian sebesar-besarnya. 

Hal ini diperparah oleh negara yang terkesan lepas tangan dalam menjamin kesejahteraan rakyat secara umum, hingga beban hidup harus ditanggung tiap individu. 

Padahal negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam jaminan kesejahteraan rakyat, tapi inilah rusaknya sistem kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai regulator dan mengabaikan kepentingan rakyat adalah hal yang lumrah.

Dalam Islam, negara akan menjamin kebutuhan dasar rakyat dan membuka lapangan kerja yang luas melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah dengan tujuan menciptakan keadilan, keseimbangan dan kesejahteraan. Sistem ekonomi Islam mendorong kegiatan ekonomi yang transparan, produktif dan inklusif. 

Pengelolaan milkiyah ammah sebagai sumber pendapatan akan dilakukan sepenuhnya oleh negara bukan diserahkan kepada pihak swasta atau asing seperti yang terjadi di sistem kapitalisme. Dengan begitu, maka dapat dipastikan seluruh hasil dan keuntungan pengelolaannya dapat dikembalikan untuk kesejahteraan  
rakyat. 

Sistem pendidikan dalam Islam yang berbasis akidah akan membentuk generasi yang memiliki karakter unggul, tidak mudah terjebak gaya hidup hedonisme dan materialisme. Penguatan institusi keluarga juga akan dilakukan dengan mendorong pernikahan sebagai ibadah dan sebagai bentuk penjagaan keturunan. 

Dengan jaminan kesejahteraan yang diberikan negara serta pendidikan berbasis akidah Islam, tentu kondisi yang melanda generasi saat ini tak akan terjadi, ketakutan akan pernikahan atau kemiskinan akan hilang seiring dengan tumbuhnya semangat membangun sebuah keluarga untuk mewujudkan salah satu yang nabi ajarkan yaitu melakukan pernikahan.[]


Oleh: Irohima
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar