Topswara.com -- Gubernur Jawa Barat melakukan inspeksi mendadak ke pabrik perusahaan air di Subang (suara.com/22/10/2025). Awalnya gubernur menyoroti penggunaan truk pengangkut air yang berpotensi merusak jalan umum dan membahayakan keselamatan masyarakat.
Lebih lanjut, terungkap bahwa proses pengambilan air dilakukan melalui pengeboran sumur dalam bukan dari mata air pegunungan sebagaimana dalam iklan. Temuan ini akhirnya mengundang kekecewaan publik.
Selain itu, ada fakta PDAM setempat menerima ratusan juta rupiah dari perusahaan air tersebut. Ironisnya, hanya sekitar dua persen yang disalurkan ke desa sekitar pabrik (bisnis.com/30/10/2025).
Dari sini terungkap sisi gelap industri air mulai dari cara pemasaran yang kurang sesuai hingga dampaknya terhadap lingkungan dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar.
Kapitalisasi Air
Salah satu pasal dalam UU No 17 tahun 2019 yang mengatur pengelolaan air menegaskan bahwa negara menjamin hak rakyat atas air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dengan jumlah cukup, kualitas baik, dan harga terjangkau. Namun dalam sistem ekonomi kapitalis, kepemilikan sumber air dapat diprivatisasi oleh segelintir pihak bermodal.
Alih-alih memperkuat ekonomi masyarakat dengan janji lapangan kerja, keberadaan industri ini justru menimbulkan risiko lebih besar.
Menggantungkan penyerapan tenaga kerja pada pihak swasta bagaikan ilusi dalam paradigma ekonomi kapitalis yang berorientasi keuntungan. Hitungan untung-rugi membuat korporasi memilih berinvestasi pada mesin ketimbang merekrut banyak pekerja.
Akibatnya, dehumanisasi terus terjadi demi menekan biaya dan memaksimalkan laba. Tak heran, pembukaan pabrik sering kali tidak signifikan berdampak pada kesejahteraan.
Bahkan warga mengeluhkan sedikitnya lowongan kerja, sementara dampak negatif justru lebih terasa. Hilangnya lahan pertanian, berkurangnya pasokan air, hingga risiko kecelakaan akibat lalu lintas truk-truk besar pabrik harus ditanggung masyarakat.
Pada 2023, warga Klaten berdemo menuntut penutupan pabrik air kemasan yang dianggap memonopoli pengelolaan sumber daya air (detik.com/24/02/2023). Mereka mengalami kekeringan dan kesulitan air untuk pertanian. Keluhan kesulitan air bersih juga datang dari warga Subang sekitar pabrik air, terutama saat musim kemarau (jawapos.com/30/10/2025).
Lemahnya Perlindungan Konsumen
Dalam sistem ekonomi kapitalis para pelaku usaha besar acap kali menempuh berbagai cara untuk menarik konsumen hingga overclaim atas produk mereka. Praktik semacam ini merupakan bentuk manipulasi citra produk yang dilegalkan oleh logika pasar selama tidak melanggar hukum secara eksplisit.
Perlindungan terhadap konsumen pun cenderung lemah karena regulasi dan pengawasan kalah kuat dibanding kepentingan korporasi besar.
Terlebih privatisasi air juga telah mengalihkan fokus negara. Alih-alih menyediakan infrastruktur air bersih yang merata dan berkualitas, keberadaan AMDK justru menjadi solusi air layak minum masyarakat.
Mengembalikan Kepemilikan Air kepada Publik
Air sejatinya merupakan sumber daya alam yang menjadi sumber kehidupan manusia. Maka sudah sepatutnya setiap orang memiliki hak atasnya. Rasulullah ﷺ bersabda:“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.”
(HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadis ini menegaskan bahwa tiga hal tersebut merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh diprivatisasi oleh segelintir pihak. Pemanfaatan oleh satu pihak tidak boleh sampai mengganggu atau memonopoli hak pihak lain.
Negara wajib melakukan pengawasan ketat dan berkala untuk memastikan eksploitasi air tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, kerugian sosial, dan ekonomi masyarakat.
Pengelolaan air yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme. Adapun paradigma yang menempatkan pengurusan rakyat dan penjagaan lingkungan sebagai amanah hanya dapat lahir dari akidah Islam.
Allah SWT berfirman: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiyā’: 107).
Risalah Islam adalah rahmat bagi manusia dan seluruh makhluk, mencakup keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Seorang imam adalah pemimpin, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari, no. 2558)
Kepemimpinan dalam Islam bukan sekadar kekuasaan, melainkan amanah untuk mengurus dan menyejahterakan rakyat.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa air bukanlah komoditas ekonomi, tetapi sumber kehidupan yang dimiliki bersama dan harus dijaga bersama.
Kapitalisasi air hanyalah satu dari sekian banyak bukti bagaimana sistem ekonomi dan pemerintahan kapitalis gagal menempatkan manusia dan alam secara proporsional, menjadikan keduanya sekadar alat produksi untuk keuntungan segelintir pihak.
Jika ingin memastikan keberlanjutan sumber daya alam dan keselamatan generasi mendatang, sudah semestinya pengelolaan urusan rakyat oleh negara dikembalikan pada nilai-nilai bersumber dari syariat Islam.
Oleh: Fanissa Narita
Aktivis Muslimah

0 Komentar