Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tragedi Sidoarjo dan Gagalnya Negara Menjamin Pendidikan yang Aman


Topswara.com -- Gedung lantai 4 Pondok Pesantren Al Khaziny di Sidoarjo ambruk saat para santri sedang melaksanakan salat Ashar di lantai 2. Akibat kejadian ini, setidaknya 160 orang menjadi korban, dengan 37 di antaranya dinyatakan meninggal dunia (Detik News, diakses 11 Oktober 2025). 

Proses evakuasi korban yang dramatis telah menyita perhatian publik. Bahkan beberapa waktu ini All eyes for Al Khaziny menjadi trending topik di beberapa platform media sosial. 

Terlepas bahwa ajal berada dalam wilayah yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia, akan tetapi peristiwa memilukan yang terjadi di pondok pesantren ini adalah wujud nyata dari kelalaian struktural yang seharusnya tidak terjadi. 

Sistem pendidikan adalah pondasi masa depan dalam sebuah negara. Sudah sepatutnya hal ini menjadi perhatian utama pemerintah untuk menjamin keberlangsungannya dengan optimal baik lembaga dalam naungan negri maupun swasta. 

Sayangnya, banyak lembaga pendidikan swasta terutama yang berbasis pondok tumbuh dengan perjuangan pendirinya tanpa dukungan dari pemerintah. Padahal prestasi dan jasa yang diberikan demi mencetak generasi yang berkualitas justru lebih besar dibandingkan dengan lembaga pendidikan yang dibiayai langsung oleh negara. 

Pondok pesantren kerapkali hanya mengandalkan pendanaan dari iuran wali santri maupun donatur saja, bukan dari anggaran negara. Negara hanya menjadi pengamat saja bukan sebagai penanggung jawab sehingga standar keamanan pun relatif dan seadanya dengan mengandalkan tukang lokal tanpa bantuan profesional. Bangunan tersebut dapat menampung ratusan pelajar selama bertahun-tahun. 

Padahal dalam Islam, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dijamin oleh negara. Sejak masa Rasulullah SAW, pendidikan menjadi fokus utama untuk diselenggarakan. 

Rasulullah secara langsung membersamai proses pendidikan dengan menanamkan akidah Islam kepada para sahabat saat di Makkah. 

Bahkan saat di Madinah, dimana negara yang menerapkan syariah Islam secara menyeluruh telah terwujud, Rasulullah menjadikan masjid nabawi sebagai pusat dari pendidikan. Sistem pendidikan dijamin secara gratis dan dijamin oleh negara. 

Pendanaan berasal dari baitul mal secara langsung. Pemasukan baitul mal berasal dari pengelolaan kepemilikan umum seperti barang tambang, air dan hutan yang dikelola langsung oleh negara. Selain itu, negara juga memiliki pemasukan tetap dari pos fa’i, kharaj, ghanimah dan berbagai pemasukan tetap negara. 

Sistem ini kemudian dilanjutkan oleh generasi setelah Rasulullah dan para sahabat. Bahkan pada masa pemerintahan Abbasiyah, negara membangun pusat pendidikan bernama “Bayt al-Hikmah” di Baghdad yang memiliki fasilitas lengkap seperti perpustakaan besar bahkan laboratorium mutakhir untuk menjamin terselenggaranya pendidikan terbaik untuk generasi muslim. 

Demikianlah sistem pendidikan dalam naungan sistem islam secara menyeluruh. Pendidikan tidak menjadi komoditas yang diperdagangkan sebagaimana sistem pendidikan dalam sistem kapitalisme saat ini. 

Negara hadir secara langsung dalam menjamin terpenuhinya hak untuk rakyatnya secara menyeluruh tanpa membedakan apakah muslim atau nonmuslim, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa selama menjadi warga negara Islam akan mendapatkan penjaminan kebutuhan dasarnya dari negara termasuk pendidikan. 

Islam menempatkan pendidikan sebagai pondasi ditegakkannya sebuah peradaban. Fokus utama negara Islam adalah mewujudkan pendidikan yang berjalan lancar, nyaman, aman dan berkualitas. Negara tidak membedakan antara lembaga negeri maupun swasta.

Dengannya sistem Islam telah terbukti mampu mencetak generasi emas yang menjadi pondasi berbagai keilmuan yang masih digunakan hingga saat ini. 

Pemerintah memang telah menyatakan akan mengevaluasi ulang bangunan pondok pesantren dan rumah ibadah (kompas.id, diakses 11 Oktober 2025). Tetapi pertanyaannya: kenapa harus menunggu ada korban jiwa terlebih dahulu? Evaluasi itu semestinya sudah menjadi kewajiban rutin, bukan respon insidental terhadap tragedi.

Tragedi pondok pesantren Al khaziny menjadi pengingat untuk kita bahwa tugas untuk mencerdaskan generasi, baik dalam naungan negeri maupun swasta merupakan tanggung jawab negara. 

Fasilitas pendidikan swasta yang selama ini menjadi urusan yayasan masing-masing harusnya juga menjadi tanggung jawab negara untuk mengawasinya. 

Tragedi Ponpes Al Khaziny harus menjadi momen refleksi, bukan sekadar headline yang segera hilang. Negara harus mengubah cara pandangnya terhadap lembaga pendidikan. Ini bukan tentang status negeri atau swasta. Ini soal tanggung jawab moral dan hukum untuk menjamin keselamatan anak-anak yang sedang menuntut ilmu. []


Oleh: Maziyahtul Hikmah, S.Si. 
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar