Topswara.com -- Tuntutan zaman saat ini menjadikan manusia bergelut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terlebih seorang laki-laki yang sudah berkeluarga dan menjadi ayah, tidak luput dari kesibukkan untuk menjalankan kewajibannya mencari nafkah.
Pergi saat matahari terbit pulang saat matahari terbenam sudah menjadi pemandangan yang biasa. Sosok ayah hanya menjadi mesin pencari uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.
Sosok ayah yang sibuk bekerja di luar rumah, menjadikan anak-anak tumbuh besar tanpa hadirnya peran ayah sebagai pendidik dan pelindung dalam keluarga. Bahkan yang lebih fatal lagi, anak mengalami ketiadaan peran ayah baik secara biologis maupun psikis. Fenomena seperti ini disebut dengan fatherless.
Data yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada bulan Maret 2024, ada 15,9 juta anak atau setara 20,1 persen dari total 79,4 juta anak yang berusia kurang dari 18 tahun yang berpotensi mengalami fatherless.
Sebanyak 4,4 juta karena tidak tinggal bersama ayah, adapun 11,5 juta anak karena ayahnya sibuk bekerja atau separuh harinya lebih banyak bekerja di luar rumah. (Kompas.com, 10/10/2025)
Fenomena fatherless menjadikan anak tumbuh tanpa pendampingan secara utuh dari seorang ayah sehingga berdampak pada gangguan keseharan mental, anak akan berperilaku buruk, tidak percaya diri bahkan bisa jadi prestasi akademisnya mengalami penurunan.
Laki-laki yang sudah menjadi ayah tertanam dalam benaknya bahwa perannya hanya sekedar pencari nafkah, sehingga urusan rumah dan anak-anak hanya perlu diketahui oleh ibunya saja. Padahal peran ayah pun sangat dibutuhkan dalam pola pengasuhan anak.
Saat ini peran ayah mendominasi hanya sebagai mesin pencari uang untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga, wajar jika seorang ayah benar-benar disibukkan mengumpulkan cuan yang banyak, alhasil peran ayah banyak sekali terlewat sebagai sosok pendidik dan pengasuh keluarga, khususnya anak.
Dilihat dari sisi ekonomi, tuntutan pemenuhan kebutuhan pokok yang semakin mahal bahkan harganya terus meroket, tidak terlepas dari sistem yang ada saat ini, sistem hidup kapitalistik.
Pada sistem ini yang menjadi standar keberhasilan dan kesuksesan adalah cuan, materi dan kekayaan yang melimpah. Tak ayal para ayah termotivasi menguras seluruh tenaganya untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin. Akibatnya waktu untuk membersamai anak sangat minim bahkan hampir tidak ada waktunya.
Tidak hanya dari sisi ekonomi, dari sisi kepemimpinan seorang ayahpun tidak disadari cepat atau lambat akan pudar dan menghilang. Peran ayah sebagai pemimpin (qawwam) dalam keluarga selain memberikan nafkah, ayah juga menjadi pelindung, pendidik dan penanggung jawab utama yang mencakup aspek spiritual, psikologis, emosional dan materi.
Peran ayah menjadi panutan untuk anak dalam menjalani hidupnya, karena ayah sebagai pendidik, sosok yang memberikan teladan akhlak yang baik, keharmonisan, kerukunan dan keamanan dalam keluarga. Tetapi semua peran itu seolah sirna karena sang ayah sibuk dan jarang ada di rumah. Sungguh miris dan menyedihkan sekali!
Berbeda dengan Islam, peran ayah dan ibu sama-sama mempunyai fungsi yang penting. Ayah bertugas sebagai pemimpin dalam keluarga, berkewajiban mencari nafkah, melindungi dan mendidik keluarga, kemudian tugas ibu yaitu sebagai madrasah pertama untuk anaknya, mengasuh, mendidik dengan sabar dan limpahan kasih sayang, serta mengatur dan mengurus keperluan rumah tangga.
Maka tanggung jawab utama dalam mendidik dan mempersiapkan anak menjadi generasi cemerlang adalah tugas kedua orang tua.
Seorang ayah bernama Lukmanul Hakim, kisahnya diabadikan dalam Al-Qur'an, yang memceritakan kisah percakapan antara ayah dan anaknya, Lukman memanggil anaknya dengan penuh kasih sayang, ucapan penting yang disampaikan pertama kali kepada anaknya adalah memeliharu akidah, tauhid dan tidak menyekutukan Allah SWT, kemudian menanamkan akhlak mulia, pembiasaan untuk beribadah, sifat rendah hati dan menjauhi sifat sombong.
Tidak hanya peran individu ayah dan ibu saja, negara pun mempunyai andil untuk mencegah fatherless. Negara akan memberikan dukungan penuh kepada seorang ayah dalam hal lapangan pekerjaan, negara memfasilitasi dengan cara membuka lapangan kerja dengan memberikan upah yang layak.
Kemudian memberikan jaminan kehidupan seperti biaya untuk kebutuhan pokok, biaya pendidikan, biaya kesehatan dan kepemilikan rumah akan dipermudah bahkan bisa jadi gratis, karena semua ini merupakan tanggung jawab negara.
Maka tugas ayah dalam mencari nafkah tidak akan menyita waktu yang banyak, sehingga ayah bisa memiliki waktu yang cukup banyak untuk menemani anak.
Oleh karena itu, jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan maka fenomena fatherless tidak akan terjadi. Peran seorang ayah akan berjalan sebagaimana fitrahnya. Tanki kasih sayang, perhatian dan perlindungan untuk keluarga akan terpenuhi.
Wallahu 'alam bishawab.
Oleh: Irma Legendasari
Aktivis Muslimah
0 Komentar