Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Pendidikan Sekuler Mustahil Melahirkan Generasi Beriman


Topswara.com -- Kalau sistem pendidikan sekuler itu diibaratkan minuman, maka rasanya kayak es teh yang isinya air hangat plus gula gosong, manisnya tidak terasa, pahitnya nempel terus. Anak-anak belajar bertahun-tahun, tetapi kadang lupa mereka sedang hidup buat apa.

Mereka hafal rumus fisika super kompleks, tetapi nggak hafal doa sebelum belajar. Bisa jelasin fotosintesis dengan lancar, tetapi lemes kalau disuruh jelasin makna sujud. Bisa bedain karakter drakor, tau bedanya cewek introvert ala wibu dengan cewek extrovert ala FYP TikTok, tapi bingung bedain makruh dan haram.

Sistem sekuler menghasilkan generasi berpendidikan, tetapi kehilangan arah hidup. Lulus sekolah kayak baru keluar dari escape room, bebas, tetapi bingung harus jalan ke mana.

Ada yang ngejar cuan sampai lupa azan, ada yang ngejar validasi sampai lupa diri, ada yang ngejar viral sampai lupa moral.

Alhasil, jadilah generasi yang punya ijazah tapi nggak punya kompas ruhiyah. Hafal teori gravitasi newton, tetapi hatinya sendiri sering jatuh tanpa tahu cara bangkit.

Masalahnya, sekularisme memperlakukan agama seperti aplikasi tambahan yang boleh dipakai kalau mau, tetapi enggak wajib. Iman dianggap pelengkap, bukan pondasi. Padahal rumah yang dibangun tanpa pondasi gampang roboh, apalagi diterpa badai gaya hidup bebas.

Makanya jangan kaget kalau banyak anak hari ini lebih hafal lagu galau TikTok daripada surat pendek. Lebih semangat ngafalin koreografi dance challenge daripada ngafalin makna hidup. Karena sistem sekuler membiarkan mereka bertumbuh tanpa arah ketuhanan.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan, generasi tidak akan kokoh jika hanya dibentuk oleh keluarga atau sekolah, tanpa sistem negara yang menjadikan akidah Islam sebagai dasar pendidikan.

Menurut beliau, pendidikan Islam bukan cuma soal materi pelajaran agama, tapi soal membangun pola pikir dan pola sikap berdasarkan akidah Islam. Kalau negaranya cuek, sistemnya netral, kurikulumnya sekuler, maka generasi akan tumbuh dalam kabut kebingungan.

Artinya, dalam sistem Islam, kurikulum disusun bukan hanya agar anak pintar, tetapi agar mereka paham bahwa sains adalah jalan mengenal Allah, bukan jalan menjauh dari-Nya.

Media tidak boleh jadi ladang maksiat. Lingkungan sosial diatur sesuai syariat Islam agar iman tidak terkikis. Negara hadir bukan sebagai penonton iman, tetapi penjaga iman.

Makanya dalam sistem Islam, anak sejak kecil dibentuk dengan pola pikir tauhid, belajar bukan sekadar untuk kerja, tetapi untuk ibadah. Berprestasi bukan cuma untuk dipuji, tetapi untuk diridhai. Menjadi hebat bukan agar trending, tetapi agar berguna bagi umat.

Kalau sistemnya Islam, anak belajar matematika sambil menyadari bahwa setiap angka adalah bukti keteraturan Allah. Belajar biologi sambil kagum pada ciptaan-Nya. Belajar sejarah sambil bercermin pada peradaban Islam yang pernah memimpin dunia bukan karena teknologi semata, tetapi karena iman yang kokoh.

Tapi kalau sistemnya sekuler terus dipertahankan, jangan heran kalau generasi terus tumbuh dengan pola pikir “yang penting senang, enggak usah mikir halal”, atau motto hidup “yang penting viral, urusan akhirat nanti aja”.

Karena bagaimana mungkin akar iman bisa tumbuh subur kalau tanah pendidikannya sekuler?

Pendidikan sekuler bisa mencetak anak cerdas. Tetapi hanya pendidikan Islam yang bisa mencetak anak beriman.
Kalau generasi sekuler mudah galau, itu karena hidupnya kehilangan tujuan.Tetapi generasi Islam akan tetap kuat, karena dia tahu hidupnya adalah perjalanan kembali kepada Allah.

Oleh karena itu, jika kita ingin melihat anak-anak kita tumbuh sebagai penjaga cahaya, maka kita tidak bisa membiarkan mereka hidup di bawah langit pendidikan sekuler yang meredupkan iman. 

Kita harus bergerak, menyatukan langkah, memperjuangkan sistem pendidikan Islam sebagai payung yang menjaga fikrah dan akhlak mereka. Karena mendidik mereka adalah cinta, tapi memperjuangkan sistem yang menjaga akidah mereka adalah bukti kesetiaan kita kepada Allah dan generasi. []


Oleh: Nabila Zidane 
(Jurnalis) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar