Topswara.com -- Lagi, dunia pendidikan kembali disorot. Bukan karena prestasi yang membanggakan, melainkan karena semakin banyaknya krisis moral yang terjadi, baik dilakukan oleh tenaga pendidik maupun anak didik itu sendiri.
Seperti kasus viral yang terjadi di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten. Seorang kepala sekolah (DF) menampar seorang siswa (I) yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Akibat peristiwa tersebut, siswa mengadu kepada orang tuanya.
Orang tua siswa tidak terima atas perlakuan kepala sekolah kepada anaknya, sehingga berujung pada pelaporan kepada pihak kepolisian. Selain itu, sebagai bentuk protes atas kejadian tersebut, sebanyak 630 siswa SMAN 1 Cimarga juga ikut mogok sekolah. (detik.com, 15/10/2025)
Di Makassar, beredar sebuah foto seorang siswa SMA berinisial AS tengah duduk santai dengan kaki diangkat di samping gurunya sembari merokok. Guru yang diketahui bernama Ambo itu mengaku ragu untuk menegurnya karena takut melanggar HAM. (suara.com, 18/10/2025)
Sejatinya, banyaknya perilaku minim adab siswa terhadap gurunya hari ini adalah buah dari penerapan sistem pendidikan kapitalisme sekuler, di mana pendidikan hanya berorientasi pada keberhasilan nilai tinggi, kecerdasan, dan ilmu pengetahuan, tetapi minim adab dan akhlak.
Sistem ini juga menjunjung tinggi paham kebebasan, di mana orang bebas bertingkah laku dan berekspresi sesuka hati tanpa memperhatikan norma agama dalam perbuatannya. Inilah yang menjadi dilema para guru saat ini.
Di saat guru menginginkan anak didiknya disiplin dan beradab, namun tanpa diimbangi peran orang tua yang bersinergi, tugas guru akan semakin berat.
Sungguh kontradiktif dengan sistem pendidikan dalam Islam. Pendidikan adalah hak rakyat, sehingga negara bertanggung jawab penuh untuk menjaminnya, baik dari segi sarana maupun prasarana.
Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah ï·º bersabda “Imam adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.”
Negara akan menghadirkan kurikulum pendidikan yang mampu mencetak individu bertakwa serta berperilaku sesuai syariat. Sebab, pendidikan dalam Islam bukan sekadar transfer ilmu, melainkan sarana untuk mencetak generasi yang memiliki syakhshiyah Islamiyah, yakni pola pikir dan pola sikap yang Islami.
Selain itu, peran orang tua dan kontrol masyarakat juga sangat penting untuk menanamkan adab dan akhlak, baik di rumah maupun di lingkungan sosial.
Untuk itu, tragedi di SMAN 1 Cimarga menjadi cambuk peringatan bagi kita semua, termasuk negara, untuk mau kembali kepada sistem yang shahih, yakni sistem Islam. Sejarah telah mencatat dan membuktikan bahwa peradaban yang mulia hanya lahir di masa peradaban Islam.
Generasi terbaik tidak akan lahir dari sistem kapitalisme sekuler yang terbukti rusak dan merusak. Generasi terbaik hanya akan lahir dari peradaban Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah.
Allahu a‘lam bish-shawab.
Oleh: Dwi Lis
Komunitas Setajam Pena

0 Komentar