Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mental Hancur karena Salah Banding, Mental Kuat karena Fokus Bertumbuh


Topswara.com -- Pernah enggak kamu scrolling media sosial santai, niatnya cuma pengen lihat meme receh, eh malah jadi ajang audit hidup pribadi? Teman lama posting foto liburan ke Jakarta, kamu masih liburan ke Superindo. 

Dia update story kantor baru, kamu baru update tas PL kreditan. Otomatis dada auto sesak seakan KTP kamu ditolak alam semesta. Padahal, sering kali rasa sakit itu bukan karena hidup kita buruk, tetapi karena kita hobi banget membandingkan diri dengan orang yang perjalanan hidupnya nggak setara sama kita. Ibarat lagi lari 100 meter tapi iri sama orang yang menang maraton 42 km. Lah jenis lombanya aja beda, Sob.

Syaikh Ibn ‘Athaillah pernah berkata dalam Al-Hikam, “janganlah perjalananmu itu karena perpindahan tempat, tetapi perjalananmu adalah perpindahan dari sifat buruk menuju sifat terpuji.”

Artinya, tujuan perjalanan hidup bukan sekadar menggeser posisi dari miskin ke kaya, dari kos-kosan ke apartemen, tetapi dari hati yang iri menjadi hati yang tenang, dari mental minder menjadi mental yang yakin Allah sudah siapkan porsi terbaiknya.

Salah Membandingkan Sama dengan Mengundang Stres 

Kalau kamu terus-menerus membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain tanpa memperhatikan konteks, itu sama aja nyuruh hatimu jadi ring basket, bolanya nggak pernah masuk, tetapi yang ada chest pain makin parah.

Masalahnya, kita suka membandingkan “awal perjalanan kita” dengan “hasil akhir perjalanan orang lain”. Mereka mungkin sudah melewati luka, jatuh, bangkit, nambah skill dan doa bertahun-tahun, tetapi yang kita lihat cuma hasil jadinya.

Stres karena Iri Itu Kayak WiFi Tetangga: Enggak Diminta tetapi Nempel

Stres itu mahal, Sob. Efek sampingnya bikin tidur kacau berujung mata panda, pipi kendor, flek wajah makin menjadi, penuaan dini dan penyakitan. Pikiran penuh drama padahal kenyataannya kamu cuma butuh minum air putih dan tidur siang.

Orang yang fokus bandingin diri malah lebih mudah hancur saat gagal. Kenapa? Karena sandaran mentalnya ada pada hasil dunia, bukan pada proses bertumbuh.

Di sinilah relevan kutipan Ibn ‘Athaillah yang lain, “salah satu tanda bergantung pada amal adalah berkurangnya harapan ketika terjadi kesalahan.”

Orang yang sandarannya hanya pada pencapaian dunia akan langsung runtuh ketika kalah dari orang lain. Tetapi mereka yang fokus bertumbuh, tahu bahwa gagal bukan aib, tapi bagian dari upgrade hati dan iman.

Upgrade Diri Lebih Waras daripada Upgrade Iri

Daripada ngabisin waktu jadi auditor hidup orang lain, kenapa nggak jadi manajer progres diri sendiri?

Coba tanya hal ini ke dirimu setiap malam, Aku hari ini lebih sabar dari kemarin nggak?
Ibadahku lebih terasa atau masih formalitas?
Skill-ku naik atau cuma skill kepoin hidup orang lain? 

Hatiku lebih lapang atau makin sempit karena iri?
Kalau kamu upgrade 1 persen per hari, 365 hari lagi kamu bukan lagi versi insecure sekarang, tetapi versi elegan, matang, dan tenang.

Ingat Sob, jalan hidup orang itu beda-beda. Ada yang cepat karena jalannya datar. Ada yang lambat karena jalannya penuh tanjakan dan batu. Ada yang kelihatan diam padahal dia sedang memperkuat fondasi dalam diam. Kalau kamu terus bandingkan dirimu dengan mereka yang kondisi start-nya berbeda, kamu hanya akan lelah mengejar sesuatu yang bahkan bukan milikmu.

Fokus Bertumbuh, Bukan Bertarung dengan Ilusi

Saat kamu berhenti membandingkan diri secara tidak sehat, kamu akan sadar, hidup ini bukan siapa yang duluan terlihat “wow”, tetapi siapa yang tetap kokoh, tenang, dan istiqamah saat badai datang. Karena yang benar-benar menang bukan yang paling banyak pamer pencapaian, tapi yang hatinya tumbuh dewasa, kuat, dan yakin bahwa Allah tidak pernah terlambat memberikan yang terbaik.

Jangan jadikan iri sebagai bahan bakar hidupmu. Jadikan pertumbuhan iman, ilmu, dan kedewasaan sebagai mode upgrade terbaikmu.

Kalau kamu siap bertumbuh, bukan bertanding dengan bayangan orang lain mari kita jalan pelan, tapi pasti. Karena hasil yang lahir dari kesadaran, bukan dari iri hati, akan jauh lebih indah dan bermakna.[]


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar