Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketika Kekuatan Pulang ke Pemiliknya


Topswara.com -- Hari ini aku antar mama mertua terapi kesehatan. Terapisnya seperti biasa, banyak nasihat penuh kasih. “Di usia bonus harus hati-hati memilih makanan,” katanya. 

“Kalau diabetes, hindari manis. Jangan kebanyakan nasi. Jauhi gorengan karena kolesterol. Kukus semua kalau bisa. Jangan fast food, batasi daging merah. Hindari kelor dan kenikir kalau takut asam urat. Dan jangan terlalu banyak mikir, nanti asam lambung kumat.”

Aku tersenyum. Bukan hanya karena nasihatnya panjang, tetapi karena setiap katanya seolah menegurku pelan, inilah arah hidup semua manusia, yaitu dari kuat menjadi lemah.

Kita sering lupa, kekuatan hanyalah titipan. Di masa muda kita bisa berjalan cepat, berpikir tajam, bekerja tanpa lelah. Tetapi semua itu perlahan dikembalikan oleh Allah, satu per satu, agar kita sadar bahwa manusia tak pernah benar-benar kuat.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 54, “Allah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kamu kuat setelah lemah itu, lalu Dia menjadikan kamu lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

Masyaallah, ayat ini seperti cermin bagi kita. Bahwa hidup bukan tentang siapa yang paling perkasa, tetapi siapa yang paling sadar bahwa kekuatan sejati hanya milik Allah.

Maka ketika usia bertambah, jangan sombong dengan masa lalu. Dulu kita bisa berlari, sekarang berjalan saja sudah pelan. Dulu suara lantang, kini serak. Dulu ingatan tajam, kini sering lupa menaruh kacamata di kepala sendiri. 

Semua itu bukan aib, tapi tanda kasih sayang Allah agar kita kembali tawadhu, agar kita berhenti bergantung pada diri, dan belajar bersandar sepenuhnya padaNya.

Syaikh Ibnu Attoillah as-Sakandari pernah berkata dalam Al-Hikam, “Kelemahanmu adalah rahmat dari Allah, agar engkau tidak sombong dengan kekuatanmu. Karena jika engkau bergantung pada dirimu, engkau akan jatuh, tetapi jika engkau bergantung pada Allah, engkau akan tegak walau lemah.”

Masyaallah, betapa dalam maknanya. Kadang Allah sengaja melemahkan tubuh agar hati menjadi kuat. Allah mengambil daya agar kita sadar bahwa selama ini pun yang menggerakkan hanyalah Dia.

Maka merawat orang tua bukan beban, tetapi kehormatan. Sebab di situ Allah sedang memberimu kesempatan untuk berbakti bukan sekadar mengganti jasa, tapi membersihkan jiwa.

Rasulullah Saw bersabda, “Celaka, celaka, celaka bagi seseorang yang mendapati kedua orang tuanya lanjut usia, namun dia tidak masuk surga.” (HR. Muslim)

Beruntunglah siapa pun yang masih punya kesempatan mengurus orang tuanya. Karena tidak semua orang mendapat tiket emas itu. Ada yang ingin berbakti, tetapi orang tuanya telah tiada. Ada yang masih punya, tapi jauh dan tak bisa membersamai. 

Jadi, jika Allah masih mempertemukan kita dengan kesempatan itu, jangan mengeluh. Bersyukurlah, karena Allah sedang memakaikan jubah kehormatan yang tak semua hamba dapatkan.

Dan saat kita melihat orang tua yang lemah, berjalan pelan, bergantung pada tangan atau pundak kita untuk memapah, jangan lupa, kelak kitalah yang akan berada di posisi itu. Lima belas tahun lagi, mungkin tangan kita yang akan digandeng, bukan menggandeng. 

Mungkin kita yang akan diantar terapi, bukan mengantar. Maka jangan sombong dengan masa muda, jangan congkak dengan tenaga. Semua akan berganti, cepat atau lambat.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham al-Islam menulis, “manusia diciptakan lemah, agar ia tunduk pada Sang Pencipta yang Maha Kuat. Kelemahan bukan kehinaan, tetapi jalan menuju kesadaran akan hakikat kehambaan.”

Maka ketika tubuh melemah, itu bukan tanda Allah menjauh. Justru sebaliknya, itu tanda Allah sedang mendekat mengajak kita kembali kepada fitrah, yaitu menjadi hamba yang benar-benar bergantung kepadaNya.

Kalau di masa muda kita banyak menaklukkan dunia, maka di masa tua Allah ingin kita menaklukkan diri.

Kalau dulu kita sibuk menambah harta, kini saatnya menambah pahala.

Kalau dulu kita berlari mengejar dunia, kini saatnya berjalan pelan menuju akhirat dengan hati yang tenang dan pasrah.

Merawat orang tua juga mengingatkan bahwa begitulah nanti anak-anak kita akan belajar. Bukan dari nasihat kita, tapi dari sikap kita pada orang tua. Jika kita lembut pada ayah-ibu, anak akan meneladani. 

Jika kita sabar, anak akan meniru. Maka bersyukurlah, karena di balik peluh mengurus orang tua, ada pahala yang mengalir tanpa batas.

Hidup ini memang melelahkan, tapi akan lebih melelahkan jika dijalani tanpa Allah. Semua kesehatan, rezeki, bahkan kasih sayang keluarga tak berarti jika Allah tak menjadi pusatnya.

Syaikh Ibnu Attoillah berkata, “siapa yang hidup untuk dirinya, akan lelah. Siapa yang hidup untuk Allah, akan tenang.”

Maka sob, mari kita rawat orang tua dengan hati yang bersyukur.
Kita bukan sedang melayani manusia, tetapi sedang menunaikan amanah Ilahi.
Dan kelak, ketika usia kita menua, semoga Allah mengirim anak-anak yang berbakti seperti kita dulu berbakti.

Karena sejatinya, hidup bukan tentang seberapa lama kita kuat, tetapi seberapa lama kita sadar bahwa hanya Allahlah yang Maha Kuat.[]


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar