Topswara.com -- Ada hari-hari di mana semua terasa penuh, pekerjaan menumpuk, urusan rumah silih berganti, tubuh lelah, pikiran gaduh. Seolah dunia berlari, dan kita tertinggal. Lalu dada mulai sesak tanpa sebab, padahal semua baik-baik saja. Di situlah kita sering lupa, hati ini bukan diciptakan untuk menampung dunia, tapi untuk menampung Allah Swt.
Ketenangan itu tidak datang dari keberhasilan, liburan, atau tumpukan saldo. Ia datang dari dzikrullah mengingat Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al- Al-Qur'an surah Ar-Ra’d ayat 28, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Betapa lembut ayat ini seolah menepuk bahu kita yang gelisah. Bahwa solusi dari gundah bukan selalu menambah aktivitas, tapi menambah kedekatan.
Kadang kita terlalu sibuk mencari tenang di luar, padahal sumbernya ada di dalam sujud yang dilama-lamakan, dalam istighfar yang diucapkan pelan, dalam air mata yang jatuh tanpa alasan selain rindu kepadaNya.
Syaikh Ibnu Attoillah as-Sakandari dalam Al-Hikam berkata, “Janganlah engkau mencari ketenangan pada sesuatu selain Allah, karena engkau tidak akan menemukannya. Bagaimana mungkin sesuatu yang fana menenangkan hati yang diciptakan untuk kekal bersama-Nya?”
Subhanallah, begitu dalam maknanya. Hati kita berasal dari Allah, maka tak akan tenang kecuali ketika kembali kepada-Nya. Dunia ini hanya taman sementara. Ia indah, tapi tak bisa menenangkan. Ia ramai, tapi sering membuat sepi. Karena hakikatnya, kegelisahan itu muncul ketika hati jauh dari sumbernya, yaitu Allah.
Kita sering mencari tenang dengan tidur panjang, berbelanja, jalan-jalan, atau berbagi status di media sosial. Tak salah, tapi seringkali itu hanya menenangkan pikiran bukan hati. Hati dan tatapan tetap kosong, karena lupa disambungkan ke dzikrullah.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa ketenangan sejati adalah buah dari akidah Islam yang tertanam kuat dalam jiwa. Ia menulis dalam Nizham al-Islam, “ketenangan bukan berarti bebas dari ujian, melainkan yakin bahwa semua yang terjadi berada dalam genggaman Allah.”
Itulah bedanya tenang yang lahir dari iman dan tenang yang dibuat-buat. Tenang karena iman membuat kita tetap tegar bahkan di tengah badai. Sedangkan tenang tanpa Allah hanyalah istirahat sebentar sebelum gelombang gelisah berikutnya datang.
Kita ini sering khawatir berlebihan, padahal Allah sudah atur segalanya. Rezeki, jodoh, masa depan semua sudah tertulis. Tetapi manusia memang makhluk yang mudah lupa. Lupa bahwa yang menciptakan kita juga yang memelihara.
Maka wajar bila Syaikh Ibnu Attoillah juga berpesan, “jangan resah karena urusan dunia yang belum datang, karena jika ia memang ditakdirkan untukmu, ia akan datang walau engkau tak mencarinya.”
Indah sekali bukan? Artinya, yang perlu kita cari bukan dunia, tapi ridha Allah. Sebab dunia akan datang bersama takdir, tapi ketenangan hanya datang bersama keimanan.
Maka ketika hati gundah, jangan buru-buru cari pelarian. Carilah Allah SWT.
Bangun malam meski hanya dua rakaat. Ucapkan “astaghfirullah” meski dengan napas terengah. Buka Al-Qur’an, baca selembar, walau mata berat. Karena di situlah Allah menenangkan hati yang berisik oleh dunia.
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani pernah berkata, “jika engkau ingin tenang, jangan sibuk mengatur dunia. Sibuklah menata hatimu, niscaya dunia akan tertata dengan sendirinya.”
Begitulah. Dunia tidak butuh kita kendalikan, karena ia memang tidak bisa dikendalikan. Yang perlu kita atur hanyalah diri sendiri, bagaimana agar tetap berpaut pada Allah di setiap keadaan.
Kita sering bilang “hidupku berat”, padahal yang berat bukan hidupnya, tapi hatinya yang membawa beban tanpa menyerahkannya kepada Allah. Seandainya kita tahu bagaimana lembutnya Allah menata setiap takdir, kita tidak akan terlalu sibuk cemas, karena semua sudah diatur dengan kasih-Nya.
Maka sob, saat hidup terasa sempit, cari air wudhu, hamparkan sajadah, shalat lanjut zikir panjang. Kembali ke tempat paling damai di dunia, tempat di mana kening bersujud dan hati menyebut namaNya.
Karena ketenangan itu bukan ketika semua masalah selesai, tapi ketika kita yakin bahwa Allah sedang menyelesaikannya untuk kita.
Syaikh Ibnu Attoillah menutup dengan kalimat indah, “tenanglah, karena apa yang telah ditetapkan untukmu tidak akan pernah salah alamat.”
Maka jangan takut pada yang belum terjadi. Tak perlu khawatir pada yang sudah berlalu. Cukup sibuklah mengingat Allah karena hanya di situlah hati menemukan rumahnya.
Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang, bukan karena hidup tanpa ujian, tapi karena kita punya Allah yang tak pernah meninggalkan.[]
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar