Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Asap Rokok di Sekolah, Kabut Gelap Pendidikan Sekuler


Topswara.com -- Ada masa ketika suara guru adalah suara peradaban. Petuahnya lebih berharga daripada undang-undang, dan nasihatnya lebih dihormati daripada jabatan. Namun hari ini, guru hidup di masa di mana kebenaran harus disampaikan dengan rasa takut, dan teguran pun bisa berubah menjadi perkara hukum.

Ruang kelas yang seharusnya menjadi taman ilmu, kini berubah menjadi ladang ujian moral. Inilah potret kelam pendidikan kita hari ini sistem yang mencetak siswa berani melawan guru, tetapi tak berani melawan maksiat; generasi yang fasih bicara soal “hak”, tetapi gagap ketika bicara tentang “hormat”.

Potret Krisis Moral di Sekolah

Polemik yang menimpa Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitri, menjadi cermin retaknya hubungan moral antara murid dan guru. Dini diduga menampar siswanya yang merokok di belakang sekolah. Kasus ini sempat naik ke ranah hukum, namun berakhir damai setelah orang tua siswa mencabut laporan (detik.com, 18/10/2025).

Di sisi lain, foto seorang siswa SMA di Makassar berinisial AS, yang dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo, viral di media sosial potret nyata lunturnya sopan santun generasi muda (suara.com, 18/10/2025).

Sementara laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 15 juta remaja berusia 13–15 tahun di seluruh dunia kini menggunakan rokok elektrik atau vape, dan mereka sembilan kali lebih berpotensi menjadi pengguna dibandingkan orang dewasa (inforemaja.id, 19/10/2025).

Guru di Persimpangan: Antara Tegas dan Takut

Betapa rumitnya posisi pendidik hari ini. Ketika mereka berusaha menegakkan disiplin, mereka bisa dipolisikan. Ketika mereka diam, moral generasi terancam hancur. Guru bukan sekadar pengajar, melainkan penanam adab dan pembentuk watak. Namun, sistem sekuler-liberal yang menuhankan kebebasan individu telah mencabut akar wibawa itu.

Murid diajarkan untuk “berani bicara”, tetapi tidak diajarkan untuk “tahu batas”. Guru dituntut toleran, tapi sistem tidak memberi perlindungan hukum ketika mereka menegur murid. Akibatnya, pendidikan kehilangan ruh, dan sekolah kehilangan arah.

Asap Gelap dari Sistem yang Abai

Fenomena merokok di kalangan remaja hanyalah gejala dari kegagalan sistem pendidikan sekuler. Di tengah gempuran budaya populer dan industri gaya hidup, merokok dianggap simbol kedewasaan. Negara membiarkan rokok dan vape dijual bebas bahkan di sekitar sekolah.

Sistem ekonomi kapitalistik menjadikan remaja target pasar, sementara sistem pendidikan sekuler gagal menanamkan kesadaran ruhiyah bahwa hidup bukan untuk kesenangan, tetapi untuk ibadah dan pertanggungjawaban di hadapan Allah. “Ketika iman dicabut dari kurikulum, maka kebebasan menjadi tuhan baru, dan adab pun tumbang.”

Guru dalam Pandangan Islam

Islam memandang guru bukan sekadar profesi, tetapi pilar peradaban. Rasulullah ï·º bersabda: “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”

Artinya, posisi guru sejajar dengan pewaris risalah. Dalam sistem Islam, guru memiliki perlindungan dan penghormatan tinggi. Teguran guru bukan dianggap pelanggaran HAM, tetapi bentuk kasih sayang. 

Pendidikan tidak diarahkan untuk mengejar nilai ujian, melainkan membentuk syakhsiah islamiah kepribadian Islam yang kokoh, tahu arah hidup, dan sadar akan tanggung jawabnya kepada Allah.

Amar Makruf Nahi Mungkar: Ruh Pendidikan Islam

Islam tidak menoleransi kekerasan, namun juga tidak menoleransi pembiaran terhadap kemungkaran. Prinsip amar makruf nahi mungkar menjadi ruh pendidikan Islam. Ketika guru menegur murid, ia bukan sedang melanggar hak asasi, melainkan menjalankan perintah Allah untuk menjaga kemaslahatan umat.

Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan moral hanya persoalan “selera pribadi”. Akibatnya, kebenaran kehilangan keberanian untuk ditegakkan, dan pendidikan kehilangan arah spiritualnya.

Pendidikan Islam: Melahirkan Generasi yang Beriman, Bukan Perusak

Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam membentuk kepribadian mulia.
Pertama, kurikulum berbasis akidah Islam setiap ilmu dikaitkan dengan kesadaran bahwa semua berasal dari Allah dan harus digunakan sesuai syariat-Nya.

Kedua, guru berperan sebagai murabbi yang membimbing akal dan jiwa, bukan hanya pengajar materi, tetapi teladan iman dan adab.

Ketiga, lingkungan pendidikan diatur agar menciptakan suasana iman; dari kebijakan sekolah hingga interaksi siswa diarahkan untuk menumbuhkan rasa malu kepada Allah dan semangat taat kepada-Nya.

Sistem pendidikan Islam mengajarkan bagaimana pelajar memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai Islam. Ia melahirkan generasi yang memahami bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah, melakukan amar makruf nahi mungkar dan setiap amal akan dimintai pertanggung jawaban kelak.

Remaja muslim harus berprinsip dan bangkit menjadi generasi yang beriman, bukan generasi yang merusak. Karena hanya dengan sistem pendidikan Islam, akal dibimbing oleh wahyu, hati dipenuhi adab, dan perilaku mencerminkan kemuliaan Islam.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11).

Ayat ini mengingatkan: kemuliaan tidak lahir dari kebebasan tanpa batas, tetapi dari iman dan ilmu yang ditanam dengan adab. Maka, selama pendidikan dibiarkan sekuler, asap rokok di sekolah akan terus menjadi asap gelap bagi masa depan peradaban. 

Wallahu'alam.


Oleh: Zahida Ar-Rosyida
(Aktivis Muslimah Banua) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar