Topswara.com -- Miris! Di tengah berbagai gejolak ekonomi dan kondisi rakyat yang terpuruk, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) malah mendapatkan tunjangan rumah senilai Rp50 juta per bulan, sehingga total gaji dan tunjangan mereka menjadi lebih dari Rp 100 juta per bulan (Beritasatu.com, 27/8/2025).
Jika dilihat, besaran pendapatan tersebut dinilai menyakiti perasaan rakyat. Para pengamat pun menilai hal tersebut tidak layak di tengah sulitnya ekonomi masyarakat dan tidak sepadan dengan kinerja DPR yang tak memuaskan.
Bagaimana tidak, rakyat kecil tidak henti-hentinya diperas hanya untuk mengaji mereka di atas sana. Mereka berpesta, menari dan bernyanyi tertawa bahagia, sementara rakyat menangis melihat keluarganya yang sedang sakit tidak ada biaya, ingin bersekolah tidak ada biaya serta ingin makan pun mereka tidak ada uang.
Saat ini, masyarakat tengah dihadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, hingga lonjakan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) di sejumlah daerah di Indonesia. Apalagi, berbagai pukulan tersebut datang akibat kebijakan pemerintah melakukan efisiensi anggaran sehingga memberikan efek domino kepada masyarakat.
Salah satunya yakni kenaikan PBB yang dampaknya dipikul masyarakat, akibat berkurangnya dana APBN untuk transfer ke daerah yang memaksa pemerintah daerah mencari sumber penerimaan baru.
Anggota DPR yang seharusnya membuat kebijakan untuk menyejahterakan rakyatnya tapi malah sebaliknya, seakan tidak takut akan dosa. Kebijakan yang dibuat pun tidak lain menyasar pada rakyat kecil semakin terpuruk. Permasalahan yang terjadi seakan tidak ada hentinya mereka buat.
Kesenjangan adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Politik transaksional adalah keniscayaan, karena materi adalah tujuan. Bahkan merekalah yang menentukan besaran anggaran untuk kepentingan mereka sendiri. Jabatan dijadikan alat memperkaya diri, hilang empati pada rakyat yang ‘diwakili’, abai akan amanahnya sebagai wakil rakyat.
Wakil rakyat yang seharusnya mewakili suara rakyat kecil agar tidak mudah ditindas dan terabaikan tapi ini malah sebaliknya, mereka hanya mendengarkan suara para pengusaha dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Tentunya itulah yang terjadi di negara dengan demokrasi yang dijadikan sebagai acuannya atau aturannya. Lain halnya dengan sistem Islam.
Ada perbedaan tugas wakil rakyat dalam sistem demokrasi dan Islam, juga asas yang mendasarinya. Dalam Islam, asasnya adalah akidah Islam, syariat Allah adalah pedoman, bukan akal manusia sebagaimana yang terjadi dalam sistem demokrasi.
Pasalnya, sistem demokrasi merupakan sistem yang dibuat manusia tidak akan berjalan dengan baik. Sistem demokrasi saat ini yang digunakan telah diujung tanduk menunggu kehancuran oleh para pendukung sejatinya.
Dalam Islam juga, sangat jelas, setiap jabatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, termasuk amanah yang harus dijalankan dengan baik. Jabatan tidak akan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau memperkaya diri sendiri. Keimanan akan menjadi penjaga untuk selalu terikat pada aturan syariat.
Jabatan sebagai anggota pemerintahan tidak untuk sebagai ajang gengsi belaka, melainkan perwujudan mereka yang beriman dan bertakwa untuk menjaga sistem pemerintahan untuk selalu berjalan dengan baik.
Maka, tidak dapat dibandingkan anggota pemerintahan dalam sistem demokrasi dengan sistem Islam. Dalam sistem demokrasi, para pejabat dapat bersenang-senang dan tidur nyaman dalam kemewahan tanpa beban tanggung jawab.
Sedangkan dalam sistem Islam, pejabat melihat seekor keledai terperosok di jalan saja tidak bisa tidur. Bagaimana kita lihat saat ini, bukan hanya jalan-jalan yang rusak, dibuat oleh para anggota pemerintahan demokrasi ini melainkan akal dan hati nurani mereka pun juga sudah rusak. mereka sudah tidak bisa membedakan halal haram serta baik benar.
Tidak ada yang dapat diharapkan dari sistem yang telah rusak ini. Hanya dengan sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan seluruh problematika umat, serta mampu menyejahterakan seluruh makhluk-Nya. Pergantian sistem Islam telah dinantikan, dalam bingkai khilafah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Rakyat telah muak dengan sistem saat ini, mereka pun sudah menantikan pergantian sistem yang dapat menyejahterakan serta menjaga mereka selalu dalam ketaatan pada Allah SWT. []
Oleh: Endah Ratnasari
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
0 Komentar