Topswara.com -- Belakangan ini publik dikejutkan oleh berita penumpukan hampir 4 juta ton beras impor di gudang Bulog. Sebagian sudah lebih dari setahun tersimpan, bahkan ada ratusan ribu ton yang mulai rusak dan berkutu. Padahal, di saat yang sama, harga beras di pasar tinggi dan banyak keluarga kecil kesulitan mendapat beras murah. (detik.com, 9/9/2025).
Buruknya distribusi beras tidak hanya terjadi pada tahun ini. Masalah ini terus berulang setiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa problem utama dalam pemenuhan kebutuhan beras tidak terletak pada kurangnya jumlah beras dalam negeri, akan tetapi buruknya pengelolaan dan pendistribusian oleh negara hingga sampai ke tangan masyarakat.
Sistem ekonomi kapitalisme menempatkan negara hanya sebagai regulator bukan sebagai penanggung jawab secara penuh terhadap urusan rakyatnya. Inilah yang menyebabkan negara kerap kali membuat kebijakan yang jauh dari kemaslahatan rakyat.
Pemerintah lebih memilih membuka keran impor sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Padahal jika petani lokal di dukung dengan penuh, untuk mencapai swasembada beras bukan menjadi hal yang mustahil untuk diwujudkan. Mengingat Indonesia adalah negara agraris.
Melalui kebijakan impor besar-besaran, pemerintah justru membangun ketergantungan terhadap negara lain. Belum lagi banyaknya kepentingan ekonomi yang mendominasi menjadikan kepentingan rakyat tidak lagi sebagai prioritas utama, melainkan untung dan rugi.
Belum lagi beras yang telah terbeli tidak segera terdistribusi dengan baik di pasar, sehingga menyebabkan banyak beras yang rusak dan tidak layak konsumsi. Ironis sekali untuk mengetahui bahwa stok beras melimpah, tapi rakyat kesulitan untuk mengaksesnya.
Sistem kapitalisme telah membentuk sistem busuk yang melahirkan manusia dengan karakter nirempati. Sebagian manusia yang dipercaya mengemban amanah mengurusi rakyat nyatanya hanya sibuk untuk membangun kenyamanannya sendiri.
Hal ini jelas berbeda dengan Islam. Islam melalui sistem kehidupannya yang sempurna, mampu mewujudkan individu yang mulia. Islam menekankan akan besarnya amanah yang diemban oleh penguasa.
Islam juga menempatkan penguasa sebagai penanggung jawab atas rakyatnya sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
"Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam (pemimpin) adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya"
(HR. Bukhari no. 893, Muslim no. 1829).
Dengan hadis ini, cukup untuk menjadikan penguasa menyadari tanggung jawab berat yang diembannya sehingga mereka akan menjalankan setiap amanah mereka dengan sebaik-baiknya.
Islam juga memberikan pengaturan komprehensif untuk menyelesaikan masalah buruknya distribusi beras. Tidak hanya beras, dalam sejarah sistem pemerintahan Islam memiliki mekanisme khusus untuk memastikan seluruh kebutuhan dasar rakyatnya terpenuhi.
Beberapa prinsip tersebut adalah pertama, baitul mal. Islam memiliki lembaga sendiri dalam mengatur urusan ekonomi negara melalui mekanisme baitul mal. Baitul mal memiliki pos pemasukan dan pengeluaran tetap yang berasal dari berbagai sektor strategis negara.
Melalui baitul mal, negara akan memastikan cadangan pangan untuk rakyatnya terpenuhi. Baitul mal akan memberikan dukungan pembiayaan yang dibutuhkan petani lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Sumber pembiayaan bisa didapatkan negara dari perolehan harta ghanimah (harta rampasan perang), tanah kharaj, dan jizyah serta berbagai pemasukan yang menjadi harta negara.
Kedua, zakat dan wakaf.
Melalui zakat, negara memastikan distribusi zakat dapat diterima oleh delapan asnaf sebagimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Hal ini akan membentuk jaring pengaman sosial agar tidak ada rakyat yang kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pangannya.
Selain itu, Islam memiliki mekanisme wakaf yang akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mewakafkan hartanya dan dapat digunakan negara untuk membangun gudang modern, lumbung pangan, atau sarana pengeringan beras, sehingga stok beras lebih awet dan tidak rusak.
Ketiga, qadi hisbah (hakim pasar). Islam memiliki hakim tersendiri untuk mengawasi mekanisme pasar. Qadi hisbah akan memastikan tidak ada penimbunan, permainan harga, atau segala bentuk kecurangan yang berakibat pada rusaknya harga pasar. Jika ada kecurangan, qadi hisbah dapat langsung bertindak dan memberikan hukuman saat itu juga sesuai dengan syariat Islam.
Keempat, pemanfaatan tanah mati. Islam menetapkan lahan pertanian yang tidak dikelola lebih dari tiga tahun bisa diambil oleh negara untuk diberikan kepada petani yang dapat mengelolanya. Hal ini akan menjadikan semua lahan pertanian menjadi produktif.
Sistem Islam telah terbukti mampu mewujudkan ketahanan pangan selama berabad-abad. Jika sistem kapitalisme telah terbukti gagal dalam mewujudkannya, maka mau kemana lagi kita menoleh selain kepada Islam? []
Oleh: Maziyahtul Hikmah, S.Si.
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar