Topswara.com -- Palestina bukan sekadar berita harian. Ini luka yang kita saksikan live streaming tiap hari di layar ponsel. Bayi kurus tinggal tulang, ibu menangis memeluk anak syahid, reruntuhan masjid, dan asap bom bercampur debu dan yang lebih menyakitkan adalah diamnya para penguasa Muslim.
Bayangkan, pada Juli 2025, 60.000 jiwa sudah tewas sejak Oktober 2023. Dari angka itu, 18.000 lebih adalah anak-anak. Ini bukan angka mati Covid. Ini angka dibantai dengan sadar, sengaja, sistematis.
Menteri Keamanan Zionis terang-terangan mengatakan, “Selama sandera belum bebas, mereka tidak boleh menerima makanan, listrik, atau bantuan apa pun.”
Terjemahan bebasnya, Biarin aja mereka mati . Dan dunia sibuk debat siapa yang trending di TikTok.
Yang lebih menyesakkan dada dilansir dari detik.com, (12/6/2025) adalah empat titik distribusi bantuan pangan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation (GHF) jadi jebakan hidup-mati. Bagaimana tidak? Warga antre berjam-jam, berharap mendapat makanan dan tiba-tiba peluru berdesing, darah muncrat. 60 orang tewas saat rebutan bantuan, ratusan luka-luka. Sungguh biadab!
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat bahwa sejak GHF beroperasi, 163 tewas, 1.000 lebih luka-luka. Hamas menyebut ini “Mekanisme berdarah”.
Jurnalis Al-Jazeera Hind Khoudary bilang zona aman itu ilusi. Nyatanya, itu “Perangkap kematian”. Ironisnya, dunia menamai itu “Operasi kemanusiaan.”
Rakyat Dunia Bergerak, Penguasa Muslim Diam
Sementara itu, rakyat biasa bergerak. Greta Thunberg? Aktivis Swedia itu bela Palestina, nekat kirim kapal bantuan. Diserbu tentara Israel di laut internasional, ditangkap, dideportasi.
Ribuan aktivis Afrika Utara konvoi Soumoud naik bus dari Tunis ke Rafah. Ada juga Global March to Gaza oleh 2.500 aktivis dari 50 negara jalan kaki 50 km menuju Gaza. Umat bergerak, bukan karena trending topic, tetapi karena iman.
Dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 10 sangat jelas mengatakan, “Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara.”
Tapi para pemimpin Muslim? Bisu. Paling banter, bikin pernyataan
“Kami prihatin, kami mengecam, kami mendoakan.” Habis itu foto bareng pejabat Amerika sambil senyum, na'udzubillah.
Matinya Kemanusiaan Para Penguasa Muslim
Kenapa mereka bisa setega itu? Jawabannya adalah karena nasionalisme dan kapitalisme. Mereka memandang Palestina “Bukan urusan negara saya.” Seolah darah Muslim Gaza beda warna dengan darah mereka.
Padahal Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya dizalimi”
(HR. Muslim).
Tetapi para penguasa Arab malah sibuk investasi triliunan dolar di Amerika, tanda tangan Abraham Accords (alias normalisasi dengan penjajah), dan bahkan ngegas ke aktivis pro-Palestina di negerinya sendiri. Aksi Global March to Gaza? Dibubarin. Aktivis? Ditangkepin.
Lucunya, ada negara Muslim (baca: Iran) yang kirim rudal ke Isra3l, tapi cuma kalau mereka sendiri diserang. Ketika 55 ribu Muslim Palestina dibantai? Diam. Rudal mereka kayak punya GPS yang cuma aktif kalau tanah sendiri kena bom.
Jihad Jadi Solusi, Bukan Cuma Donasi
Ini bukan sekadar isu kemanusiaan. Ini isu akidah. Rasulullah SAW mengibaratkan umat Islam seperti satu tubuh,
“Jika satu anggota sakit, seluruh tubuh ikut merasakannya”
(HR. Muslim).
Sekarang, tubuh kita patah tulang, tapi kepala (penguasa Muslim) santai ngopi dan berjabat tangan dengan bapaknya penjajah, yaitu Amerika.
Padahal Allah SWT jelas berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 216,
“Diwajibkan atas kalian berperang…”
Artinya, jihad itu wajib ketika saudara Muslim diserang. Bukan pilihan, bukan sunah tambahan. Tapi jihad bukan berarti teriak di medsos atau bakar ban sendirian.
Jihad butuh negara yang mampu mengirimkan logistik, tentara, strategi, senjata. Itulah mengapa ulama seperti Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa hanya khilafah yang bisa memimpin jihad ini.
Khilafah itu bukan nostalgia sejarah. Itu kebutuhan strategis. Tentara Muslim dari Turki, Pakistan, Mesir, Iran, Irak, Yaman, Suriah hingga Indonesia bisa bersatu di bawah satu komando. Senjata canggih (drone, rudal, kapal perang) diarahkan ke penjajah, bukan ke sesama Muslim.
Blokade ekonomi dan politik terhadap Zionis bisa dilakukan serius, bukan drama sidang PBB.
Tanpa khilafah, kita cuma bisa menghimpun dana amal, doa bersama, atau membuat trending tagar #PrayForGaza #armiestoaqsa #aynalmuslimun #jihadneedskhilafah. Lebih dari itu, gaza butuh perisai. Gaza butuh jihad dan khilafah.
Maka tugas dakwah kita hari ini adalah teruslah bersuara baik lewat lisan ataupun tulisan dengan tujuan menyadarkan umat akan pentingnya kehadiran khilafah.
Kita enggak pegang tombol nuklir, tapi kita pegang pena, lisan, dan medsos. Dakwah untuk tegaknya khilafah itu PR terbesar kita sekarang. Allah SWT perintahkan,
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah…” (QS An-Nahl: 125)
Artinya? Jangan diam. Edukasi umat, bikin opini publik, lawan narasi “Ini konflik agama kuno” atau “Solusi dua negara”. Tugas kita membangun kesadaran bahwa solusi final itu jihad di bawah khilafah, bukan gencatan senjata atau diplomasi palsu. []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar