Topswara.com -- Allah menciptakan makhluk sekaligus dengan potensi-potensi yang melekat pada dirinya sejak ia dilahirkan berupa kebutuhan jasmani dan naluri-naluri.
Bukan hanya manusia, ternyata hewan pun memilikinya. Namun, ada hal yang membedakan antara manusia dan hewan yaitu manusia memiliki akal yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah lainnya.
Dengan akal ini, Allah memberikan amanah yang sangat berat yang tidak mampu dipikul oleh gunung-gunung dan makhluk ciptaan Allah di bumi lainnya. Selain manusia yaitu sebagai "khalifah fil ardh" pemimpin di bumi (Q.S. Al Baqarah:30). Inilah tujuan Allah menciptakan manusia selain untuk beribadah kepadaNya (Q.S. Adz Dzariyyat: 56).
Ternyata tiap manusia secara pribadi pun dibaiat untuk menjadi khalifah, pemimpin di bumi. Baik dalam urusan pribadinya sampai tertunaikan tanggung jawab pada tiga simpul hidup dalam Islam.
Lain halnya potensi yang tertunjuk menjadi pemimpin dunia, bukan dalam ranah pribadi lagi. Tetapi, kemampuannya diperuntukkan sebagai ro’in (meriayah seluruh umat manusia) baik itu muslim maupun non muslim, dengan seluruh aturan syarak.
Tentu ini ter khususkan bagi pemilik jiwa kepemimpinan yang punya kemampuan yang khas sesuai ketentuan dari Allah Azza wa Jalla. Namun, sayangnya saat ini dunia tidak sedang diatur oleh aturan yang datang dari Allah. Maka tampaklah kekacauan dan kerusakan di dalamnya.
Nah, bagaimana seharusnya kedudukan Muslim itu? Mestinya jiwanya terpanggil untuk mengembalikan kehidupan Islam, dengan menerapkan seluruh aturan-Nya dan punya cita-cita agung yaitu menjadikan Islam sebagai "the way of life" alias jalan hidup. Tidak hanya bagi pribadi tapi juga aturan bermasyarakat dan bernegara.
Dengan kesadaran tinggi, lalu apa kontribusi kita untuk mewujudkan cita-cita agung tersebut? Yang menunjukkan di mana keberpihakan kita sebagai seorang Muslim?
Menulis untuk peradaban, menulis opini adalah salah satu kontribusi besar untuk mengembalikan peradaban Islam. Dengan menyampaikan kebenaran Islam. Agar menjadi cahaya kemuliaan baginya. Kenapa? Sebab, hari ini masyarakat berada dalam kemunduran berpikir, yang membuat kondisinya makin terpuruk.
Menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya An Nidzamul Al Islam mengatakan, bangkitnya manusia tergantung dari pemikiran. Di sini nilainya bukan semata bangkit dari kemajuan fisik atau materi saja, tetapi bangkit mengurai peningkatan taraf berpikir tentang kehidupan, alam semesta, dan manusia, sampai pada pemikiran yang mendalam dan hasil yang cemerlang. Dengan mengaitkan hubungan ketiganya dari sesuatu sebelum dan setelah kehidupan di dunia.
Ini sebagai pondasi utama sebuah kebangkitan untuk melahirkan pemahaman yang benar dalam mengambil tindakan yang tepat. Sebab, dampak bangkitnya pemikiran tersebut akan berpengaruh luas kepada berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, budaya, dan akhlak.
Menurutnya, kebangkitan ini sangat jauh berbeda dengan konteks kebangkitan baik pada sosialime dan kapitalisme. Karena, tidak sesuai dengan fitrah manusia.
Sebab kebangkitan yang sejati adalah yang rasional dan sesuai dengan fitrah, menenangkan jiwa berdasarkan pada berpikir mendalam tentang pemahaman Islam.
Kemudian apa alasan menulis untuk kebangkitan? Yaitu dapat meningkatkan taraf berpikir umat. Baik dari pemikiran rendah menuju pemikiran yang cemerlang. Dengan dakwah pena untuk mengubah pemikiran. Menyampaikan kebenaran Islam, sekaligus meluruskan banyaknya berita simpang siur, hoax yang tak bertanggung jawab.
Menulis adalah salah satu lahan dakwah pena untuk mencerdaskan umat yang akan melahirkan peradaban Islam kembali. Sampai pada akhirnya peradaban Islam kembali berjaya seperti masa silam.
Allahul musta'an.
Oleh: Pungky Widodo
Anggota KMM Depok
0 Komentar