Topswara.com -- Hari ini Gaza bukan hanya dihujani bom, tapi juga disiksa lewat kelaparan yang disengaja. Tanpa peluru pun mereka dibuat tak berdaya. Pasokan makanan dihentikan, akses pangan ditutup rapat, dan bantuan kemanusiaan diblokir habis-habisan.
Warga Gaza dicekik secara perlahan. Bukan mati karena ledakan, tetapi karena perut kosong dan minimnya harapan. Kelaparan dijadikan senjata perang, dan dunia? Cuma bisa nonton.
Lebih memilukan lagi, menurut laporan Kementerian Kesehatan Gaza, sejak Oktober 2023, sudah 18.592 anak yang meninggal dunia akibat serangan brutal militer Israel termasuk bayi-bayi yang baru lahir dan belum sempat hidup lama. 01/08/2025 (MetroTVNews.com)
Yang bikin makin sakit, Lnegara-negara besar cuma sibuk jaga wibawa politik. Organisasi internasional hanya bisa keluarin pernyataan formal yang kosong makna. Dan negeri-negeri Muslim? Sebagian besar lebih memilih diam, atau paling banter kirim bantuan seadanya.
Padahal Gaza nggak cukup hanya diberi bantuan seadanya seperti mie instan atau tenda darurat. Yang mereka perlukan adalah perlindungan sungguhan, yang bisa hentikan kezaliman ini.
Di Indonesia, suasana 17 Agustusan mulai rame. Dari balap karung, tarik tambang, sampai panjat pinang di mana-mana jadi hiburan. Semua bersorak merayakan lkemerdekaan. Tetapi di tengah keriuhan itu, coba kita jujur tanya: kita ini merdeka dari apa? Dan untuk apa? Kalau ngomongin soal penjajahan Palestina aja banyak yang udah gemetar, takut dicap ekstrem.
Bahkan pemimpin negeri ini lebih khawatir dibilang radikal daripada membela saudara seiman. Mereka lebih takut dihujat dunia internasional, daripada dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Situasi ini harusnya jadi alarm keras bahwa dunia Islam sedang butuh perubahan besar. Bukan cuma perbaikan permukaan, tetapi perubahan mendalam sampai ke akarnya.
Selama kita masih terjebak dalam sistem sekuler—yang misahin agama dari urusan negara, selama itu juga umat Islam akan terus dipermainkan. Karena dalam sistem hari ini, penderitaan Palestina dianggap urusan negara lain, bukan luka umat yang harus dirasakan bersama.
Padahal Islam punya solusi yang jelas dan nyata. Dulu, ketika Khilafah masih berdiri tegak, umat Islam bersatu di bawah satu kepemimpinan. Kalau ada satu wilayah yang diserang, seluruh kekuatan negara akan bergerak membela.
Enggak perlu nunggu KTT internasional, nggak perlu minta izin negara adidaya. Tapi sekarang? Gaza terus diserang tanpa henti, sementara para pemimpin Muslim hanya mampu keluarkan kalimat “kami prihatin”.
Kalau sistem Islam itu tegak lagi, umat Islam nggak akan terus jadi bulan-bulanan kayak sekarang. Negeri-negeri Muslim bisa bersatu dalam satu tujuan, satu suara, dan satu kepemimpinan. Khilafah bukan sekadar cerita masa lalu. Dia pernah ada, pernah berjaya, dan bisa kembali tegak asal umat ini sadar dan mau berjuang.
Apa yang terjadi di Gaza hari ini seharusnya jadi titik balik. Kita nggak bisa terus nangis di media sosial tapi pasrah di dunia nyata. Kita butuh pemimpin yang bener-bener bela umat bukan yang sibuk jaga kekuasaan atau pencitraan. Perubahan besar nggak datang sendiri. Harus ada yang mulai memperjuangkannya.
Dan perjuangan itu dimulai dari kesadaran bahwa sistem buatan manusia nggak akan bisa lindungi kita. Kita butuh sistem dari Allah. Kita butuh khilafah. Bukan nanti. Tetapi sekarang.
Oleh: Nilam Astriati
Aktivis Muslimah
0 Komentar