Topswara.com -- Gempuran udara Israel ke Gaza telah menewaskan ribuan jiwa, menghancurkan rumah sakit, sekolah, dan masjid. Tetapi yang lebih memilukan dari dentuman bom itu adalah heningnya dunia Islam.
Negeri-negeri Muslim tetap diam, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, padahal tubuh umat ini sedang dikoyak. Bahkan pesawat tempur Zionis bisa keluar masuk wilayah kaum Muslim, tanpa peringatan, tanpa perlawanan.
Ironis, bukannya bangkit membela, sebagian pemimpin negeri Muslim justru berdiri di sisi penjajah. Ada yang membuka jalur dagang, ada yang memberi ucapan selamat, bahkan tak sedikit yang menjalin kerjasama militer. Lalu di mana hati nurani mereka? Bukankah mereka mengaku Muslim?
Padahal Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Diam saat saudara seiman dizalimi bukanlah pilihan. Itu adalah bentuk pengkhianatan. Allah pun berfirman dalam Al-Qur'an surah An-Anfal ayat 72, “Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.”
Ini bukan ayat yang diturunkan untuk disimpan di rak mushaf saja. Ini perintah tegas. Saudara kita di Gaza sedang meminta tolong dan kita, terutama para pemimpin Muslim tidak punya alasan untuk tidak menjawabnya.
Tetapi, apa yang terjadi? Mereka justru berlindung di balik dalih “Kami tidak punya kekuatan”, “Kami terikat hukum internasional”, atau “Kami harus menjaga stabilitas ekonomi”.
Padahal di tangan mereka ada angkatan bersenjata, ada rakyat mayoritas Muslim, ada sumber daya melimpah. Tetapi semua potensi itu dikunci oleh sistem sekuler yang diwariskan penjajah, yang memisahkan Islam dari kekuasaan.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dengan tegas menyatakan, “Kezaliman tidak akan pernah bisa dihentikan hanya dengan kecaman, boikot, atau unjuk rasa. Tapi dengan kekuatan politik yang terorganisir, yang menjadikan syariat Islam sebagai landasannya, dan Khilafah sebagai bentuk kekuasaannya” (An-Nabhani, Nidzam al-Islam).
Inilah yang tidak dimiliki dunia Islam hari ini, yaitu kepemimpinan politik yang berpihak pada Islam. Kita punya banyak pemimpin, tapi tidak punya pemimpin umat. Kita punya banyak negara, tapi tak punya perisai yang melindungi darah dan kehormatan kaum Muslim.
Padahal dalam sejarah Islam, pembelaan terhadap kaum tertindas bukanlah narasi, tapi aksi nyata. Khalifah Umar bin Khattab menaklukkan Yerusalem tanpa menjatuhkan setetes darah pun. Shalahuddin al-Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis dari tentara Salib.
Bahkan Sultan Abdul Hamid II dari Khilafah Utsmaniyah menolak menjual sejengkal tanah Palestina meski ditawari emas berton-ton oleh Herzl.
Namun setelah khilafah diruntuhkan pada 1924, umat ini tercerai-berai dalam lebih dari 50 negara yang masing-masing sibuk dengan urusan nasionalisme. Ketika satu bagian tubuh terluka, bagian lain tidak lagi merasakannya.
Mereka lupa jika Rasulullah SAW pernah bersabda, “Perumpamaan kaum Mukminin dalam saling mencintai dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan tidak bisa tidur” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hari ini, tubuh umat ini sedang sakit parah. Gaza berdarah, tapi kepala-kepalanya (para penguasa) seakan sudah kehilangan rasa. Sudah saatnya kita sadar bahwa diamnya para pemimpin bukan kelemahan semata, tapi juga bentuk pembiaran sistemis.
Selama sistem sekuler liberal masih berdiri, selama Islam hanya jadi simbol dan bukan sumber hukum, maka penderitaan Gaza dan negeri-negeri Muslim lain akan terus berulang.
Oleh sebab itu, solusi hakiki tidak cukup hanya dengan donasi, petisi, atau unjuk rasa. Umat ini butuh pemimpin sejati. Butuh khilafah yang akan memobilisasi kekuatan untuk membebaskan Palestina dan seluruh negeri yang dijajah.
Maka mari kita akhiri diam ini, bukan hanya diam lisan, tetapi juga diam ideologis. Jangan hanya mengecam, tapi mari berjuang menegakkan sistem Islam yang akan memutus tangan penjajah, membebaskan umat, dan mengembalikan daulah khilafah islamiah yang membawa kemuliaan Islam di panggung dunia. []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar