Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rusaknya Keluarga di Bawah Sekularisme: Saatnya Kembali pada Aturan Ilahi


Topswara.com -- Kalau ada lomba sistem apa yang paling sukses merusak keluarga? Maka sekularismelah juaranya. Ini bukan iklan atau endorse, tetapi murni dari lubuk hati paling murni. Sistem ini ngajarin kita buat misahin agama dari kehidupan. 

Hasilnya? Ya gitu deh, rumah tangga rasa sinetron Indosiar ribut mulu tiap episodenya, suami doyan selingkuh, KDRT, istri yang tak pandai bersyukur, anak-anak kehilangan arah, dan pasangan hidup kayak dua orang asing serumah, ujung-ujungnya selalu ada judul "Azab ilahi" tiap Ramadhan tiba. Miris tetapi nyata, bukan sekedar drama.

Sekularisme bilang, “Agama itu urusan pribadi. Jangan bawa-bawa Tuhan ke ruang makan.” Maka lahirlah keluarga-keluarga yang kelihatannya kompak di foto, tetapi retak di dalam. 

Ayah kerja banting tulang, ibu sibuk kejar tempat nongkrong terbaru bersama geng arisan, anak dititipkan ke gadget atau sekolah liberal. Semua sibuk sendiri-sendiri. Padahal mestinya keluarga jadi tempat pulang yang paling hangat, bukan paling hambar.

Masalahnya bukan sekadar “kurang komunikasi” atau “tidak quality time”. Akar kerusakannya ada pada cara pandang hidup yang keliru. Sekularisme bikin manusia ngerasa bebas sebebas-bebasnya tanpa peduli aturan Tuhan. Mau nikah beda agama? Sah. Mau anak bebas memilih gender? Didukung. Mau cerai karena bosan? Silakan, asal happy, lo lo lo gak bahaya ta?

Padahal, Islam dari dulu telah memberikan blueprint keluarga harmonis. Ada peran ayah sebagai qawwam (pemimpin rumah tangga), 

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita..."
(QS. An-Nisa: 34).

Tugas ayah enggak main-main, tetapi serius. Seperti memberi nafkah yang halal, mendidik agama dan akhlak anak-anak, menjadi teladan dalam ibadah dan adab dan melindungi keluarga dari fitnah dunia dan akhirat.

Sedangkan tugas ibu sebagai madrasah pertama, dan anak-anak yang tumbuh dalam suasana iman dan takwa.

"Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka" (HR. Bukhari dan Muslim).

“Sesungguhnya dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita (istri) yang shalihah” (HR. Muslim).

Namun, semua itu rusak total saat aturan hidup diambil dari hawa nafsu manusia, bukan dari wahyu.

Di bawah sistem kapitalisme sekuler, keluarga cuma dipandang dari sisi ekonomi. Nikah dijadikan kontrak bisnis, anak dianggap beban finansial, dan rumah tangga dievaluasi dari saldo rekening, bukan dari keberkahan. Gak heran angka perceraian tinggi, KDRT merajalela, dan anak-anak tumbuh dengan luka batin. Lalu solusinya? Ganti sistem, enggak ada yang lain selain Islam.

Islam Mengatur Urusan Rumah Tangga

Islam bukan cuma ngatur shalat dan puasa. Islam ngatur segalanya, termasuk urusan keluarga dan negara. Maka solusi sejati bukan cuma konseling rumah tangga atau parenting ala Barat saat terjadi badai, tetapi kembalinya pada aturan Allah dalam kehidupan, yakni melalui tegaknya Khilafah Islamiah.

Dalam sistem khilafah, negara akan menjamin terbentuknya keluarga sakinah melalui,

Pertama, pendidikan berbasis akidah Islam sejak dini, bukan sekadar kognitif tapi membentuk kepribadian bertakwa. Dari sini akan terlahir individu-individu bertakwa yang otomatis menciptakan masyarakat Islami. 

Masyarakat dengan amar makruf nahi mungkar yang hidup, bukan cuek atau nyinyir tapi saling menjaga, saling peduli dan saling menasihati dalam kebaikan karena Allah Ta'ala.

Kedua, media yang bersih dari pornografi, liberalisme, dan racun-racun perusak moral keluarga.

Ketiga, diterapkannya ekonomi Islam yang menyejahterakan, sehingga ayah bisa fokus menafkahi karena kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan sudah ditanggung negara. Pikiran ayah tenang, finansial aman, maka ibupun punya ruang optimal mendidik generasi.

Keempat, sanksi tegas bagi pelaku kekerasan seperti KDRT, zina, dan perusak rumah tangga.

Dengan langkah-langkah demikian, maka khilafah bisa dikatakan berhasil mengangkat kembali peran ayah sebagai pemimpin, bukan sekadar ATM berjalan sekaligus menguatkan ibu sebagai pendidik, bukan hanya pelayan rumah. Dan menjadikan anak sebagai amanah, bukan proyek pencitraan di Instagram.

Jadi, kalau sekarang keluarga-keluarga banyak yang rusak, jangan buru-buru salahkan takdir. Coba cek sistemnya. Karena selama kita masih hidup dalam sistem yang menjauhkan kita dari syariat, ya jangan heran kalau keluarga makin ruwet, rumah tangga berantakan dan angka perceraian naik tiap tahun enggak mau kalah dengan naiknya harga BBM.

Saatnya sadar, bahwa keluarga sakinah bukan utopia, ia nyata, tapi hanya akan lahir dalam sistem yang menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai aturan hidup dan itu hanya bisa terwujud dalam naungan Khilafah Islamiah. Mau? Yuk, ikut berjuang mewujudkannya. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar