Topswara.com -- Media kembali diramaikan dengan mencuatnya kasus dugaan korupsi Electronic Data Capture (EDC) di Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang nilainya fantastis, mencapai Rp2,1 triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah. Nilai proyek yang disorot mencapai Rp 2,1 triliun, dan berlangsung pada periode 2020 hingga 2024. (Beritasatu.com, 30/06/2025)
Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi yang terus bergulir, sementara banyak kasus serupa masih jalan di tempat, penuh drama hukum tanpa kepastian penyelesaian.
Ironisnya, skandal ini muncul di tengah upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran dengan dalih pengetatan fiskal. Nyatanya, kebijakan efisiensi ini justru berdampak langsung pada berkurangnya kualitas dan kuantitas layanan negara atas hak-hak dasar rakyat.
Banyak program vital harus dipangkas, mulai dari penonaktifan Program Beasiswa Indonesia (PBI), pengurangan tunjangan kinerja guru, pemotongan dana bantuan sosial, penghematan dana riset, hingga keterbatasan anggaran militer. Di satu sisi, rakyat diharuskan berhemat, sementara di sisi lain elite dan birokrat terus sibuk ‘bermain’ anggaran demi kepentingan pribadi.
Fenomena ini menegaskan satu hal, bahwa paradigma sekuler kapitalistik neoliberal yang dianut negara ini nyata-nyata gagal mengurus urusan rakyat, apalagi menyelesaikan akar persoalan korupsi.
Sistem politik demokrasi yang dijalankan hanya melahirkan praktik politik transaksional. Kekuasaan yang semestinya menjadi amanah untuk menyejahterakan rakyat malah berubah menjadi alat transaksi antara pejabat dan pemilik modal. Dampaknya? Korupsi tak hanya tumbuh subur di birokrasi, tapi juga menjalar ke semua level kehidupan masyarakat.
Berbeda dengan paradigma kapitalistik, Islam memiliki visi kepemimpinan yang berasas akidah. Dalam Islam, penguasa adalah pelayan umat yang bertanggung jawab penuh di hadapan Allah SWT. Konsep amar makruf nahi munkar diterapkan secara nyata, mengawasi setiap kebijakan agar selaras dengan syariat Islam yang menjunjung tinggi moral dan keadilan.
Sistem sanksi tegas diberlakukan, disertai mekanisme hisbah (pengawasan masyarakat) yang aktif, sehingga potensi penyimpangan dapat ditekan seminimal mungkin.
Islam juga memiliki seperangkat aturan komprehensif yang jika diterapkan secara kafah (menyeluruh) akan mencegah peluang munculnya korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Bahkan pada saat yang sama, Islam menjamin kesejahteraan rakyat melalui distribusi kekayaan yang adil dan pengelolaan sumber daya alam yang tidak membuka celah monopoli apalagi kebocoran anggaran.
Fakta sejarah membuktikan, pada masa keemasan peradaban Islam, masyarakat hidup dalam kesejahteraan tanpa tandingan. Di bawah naungan Khilafah Islamiah, penyimpangan seperti korupsi dapat ditekan seminim mungkin. Pemimpin takut berkhianat karena tanggung jawabnya bukan hanya di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Allah SWT.
Kasus korupsi EDC BRI adalah pengingat sekaligus cermin rapuhnya sistem sekuler kapitalistik. Sudah saatnya umat Islam sadar, bahwa hanya dengan penerapan Islam secara total di semua aspek kehidupan, keadilan dan kesejahteraan hakiki dapat terwujud.
Wallahu 'alam.
Oleh: Lia Julianti
Aktivis Dakwah Tamansari
0 Komentar