Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kolusi dan Korupsi Lestari dalam Demokrasi


Topswara.com -- Baru-baru ini Presiden Prabowo menyebutkan ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Bahaya itu adalah state capture, yaitu kolusi yang melibatkan kapital besar dan pejabat pemerintahan serta elit politik. 

Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara di acara St. Petersburg international Economic forum (SPIEF) di Rusia Jumat 20 Juni 2025 (kumparan.com, 20/6/2025). 

Tambahnya, saat ini posisinya jelas memilih mengambil filosofi ekonomi adalah dengan jalan kompromi mengambil yang terbaik dari sosialisme dan kapitalisme. Dalam penjelasannya sosialisme murni sudah terbukti tidak berhasil karena terlalu utopis, di mana banyak orang tidak termotivasi untuk bekerja. 

Sedangkan kapitalisme murni menghasilkan ketimpangan, karena hanya sebagian kecil saja yang akan dapat menikmati hasil kekayaan. Sehingga jalan tengahnya adalah mengkreativitaskan kapitalisme, inovasi dan inisiatif. 

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Presiden Prabowo tersebut, Indonesia saat ini memang dalam keadaan darurat korupsi. Suburnya korupsi yang dipraktekkan oleh elit yang bermain dengan oligarki sudah semakin terang. 

Bahkan, payung hukum tentang kolusi dan korupsi itu pun melenggang, protes dan penolakan dari masyarakat terabaikan. Semakin hari angka korupsi terkuak semakin fantastis. 

Jika ditotal, dari uang gelap tersebut jumlahnya bisa untuk membayar cicilan pokok dari utang negara yang menembus angka 8,4 ribu triliun. Namun, uang ratusan triliunan itu menguap ke kantong-kantong pribadi elit dan semakin mengayakan oligarki.

Terbaru, Penyidik Kejaksaan Agung melakukan penyitaan uang 11,8 triliun dari terdakwa korporasi Wilmar Group dalam kasus ekspor CPO (Crude Palm Oil) yang melibatkan lima perusahaan di bawahnya. Pengembalian ini adalah kerugian berdasarkan hitungan ahli atas keuntungan tidak sah secara hukum yang dilakukan oleh Wilmar Group. 

Ini bahkan bukan kasus yang terlalu menggemparkan. Sebab pada Maret 2024, terkuak kasus korupsi bahkan hingga 271 triliun mengenai tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk untuk tahun 2015-2022. Angka ini lebih fantastis jauh melebihi kasus korupsi yang merugikan negara sebelumnya. 

Sebutlah pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tahun 2000 sebesar 138,4 T dan kasus korupsi penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit 2003-2022 sebesar 104,1 T (cnbcindonesia.com, 8/2/25). 

Bahkan masih mengalahkan kasus korupsi pertamax oplosan Pertamina, yang merugikan negara sebesar 193,7 triliun yang terhitung kerugian di tahun 2023 saja. Padahal korupsi ini terjadi kurun waktu 2018 hingga 2023. Dahsyat memang.

Demokrasi: Melanggengkan Kebebasan

Sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa Presiden Prabowo memilih jalan kebijakan ekonomi di masa kepemimpinannya dengan mengelaborasi kreativitas kapitalisme, inovasi dan inisiatif.

Mungkinkah ini akan menjadi efektif untuk menghindarkan Indonesia dari bahaya state capture tersebut? 

Mari kita menilik dahulu bagaimana konsep ekonomi kapitalisme ini.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikelola oleh swasta untuk mendapatkan keuntungan ekonomi pasar. Tujuan utamanya, tak lain untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 

Negara mengambil peran sebagai regulator untuk memastikan terlaksananya kebebasan, dalam hal ini adalah kebebasan kepemilikan individu . Maka hanya akan ada sebagian kelompok saja yang mereka memiliki modal yang mendapat fasilitas ini. 

Sebagian masyarakat lainnya yang tidak memiliki kemampuan tersebut hanya akan menjadi "mesin" untuk menghasilkan keuntungan para kapital. Berdasarkan konsep ini, kapitalisme memang meniscayakan kesenjangan dan ketimpangan pada masyarakat karena asasnya dibangun demikian.

Seperti yang kita saksikan hari ini, para elite dan para kapital besar main mata dengan mengakali undang-undang. Tujuannya agar ada payung hukum melegalkan praktek eksploitasi dan eksplorasi potensi kekayaan untuk keuntungan kapital.  

Hasilnya, terpampang kesenjangan yang menyakiti hati rakyat. Ketika para elit penghasilan ratusan juta dengan kehidupan mewahnya, rakyat justru dalam istilah Jawa harus 'nggetih' (berkorban berdarah-darah hingga titik darah penghabisan) sekadar untuk mencukupi kebutuhan pokok, kesehatan dan pendidikan.

Padahal telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar bernegara, pada alinea keempat, "memajukan kesejahteraan umum". Mustahil dicapai dengan jalan sistem ekonomi kapitalis yang memfasilitasi kerakusan manusia itu berjalan tanpa batasan.

Sedangkan terkait dengan inovasi dan inisiatif, dalam sistem yang ideal akan menstimulus sumber daya manusianya memunculkan ide baru guna meningkatkan efisiensi dan nilai tambah. 

Demikian pula akan proaktif dalam mencari solusi dalam menghadapi tantangan yang ada. Semua ini tentu akan terkondisikan apabila telah didukung oleh sistem yang berkeadilan bagi manusia, yang datang dari sang pencipta manusia itu sendiri.

Satu hal lagi menjadikan praktek state capture ini sulit diberantas. Ringannya sanksi atas tindak 'extraordinary crime' bahkan adanya remisi yang diperoleh oleh para penjahat negara ini menjadikan tak adanya efek jera. Sudah menjadi jamak, hukum bisa disesuaikan selama ada uang yang bicara. 

Bayangkan, kejahatan merugikan negara sebesar 271 triliun hukuman hanya 6,5 tahun penjara. Meski kemudian diperberat menjadi 20 tahun setelah menjadi sorotan, karena menciderai rasa keadilan publik.

Sistem Islam, Solusi Paripurna Bernegara

Menerapkan sistem politik demokrasi kapitalisme sekuler yang diterapkan hari ini mengakibatkan kesenjangan sosial yang tidak pernah terselesaikan. Sistem kapitalisme menjadikan dunia tujuan bahkan dengan menghalalkan segala cara. 

Selain itu sistem ini juga meniscayakan terjadinya politik transaksional karena penguasa membutuhkan banyak modal untuk melaju dalam kontestasi sehingga membutuhkan kucuran dana dari pengusaha. 

Kemudian pengusaha tentu akan menuntut balas budi yang berbentuk kebijakan penguasa untuk melanggengkan kapital besar. 

Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam kehidupan setiap individu termasuk juga menjadi asas negara. Dengan demikian ini akan menjadikan setiap individu berbuat jujur dan tidak menjadikan jabatan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri dengan perbuatan yang melanggar hukum.

Islam memandang jabatan adalah amanah dan dijalankan sesuai dengan tuntunan hukum syara yang akan dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. 

Islam juga memiliki mekanisme dalam menjaga integritas setiap individu rakyat dan pejabatnya dengan adanya sistem sanksi yang tegas dan membuat efek jera. Karena itu korupsi akan dapat dicegah dalam negara yang menjalankan aturan Islam secara kaffah. []


Oleh: Noor Jannatun Ratnawati, S.Kom.I.
(Aktivis Muslimah di Bantul, DIY)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar