Topswara.com -- Sejumlah praktik kecurangan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2025 bermunculan. Kasus ini menambah panjang angka kerusakan yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Dilansir dari detiknews, Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mendapati kurang lebih ada 13 pusat UTBK tempat dilakukannya kecurangan. Kemudian, kurang lebih ada 50 siswa yang terlibat kecurangan UTBK dan 10 joki yang ditemukan (3/5/2025)
Praktik kecurangan semakin beragam. Perkembangan teknologi yang semakin canggih menjadi modus dan cara yang dilakukan peserta saat tes berlangsung.
Mulai dari menyelipkan alat perekam di kacamata, memasang kamera dan handphone di ciput (dalaman kerudung), hingga para joki yang diiming-imingi upah 10 juta jika lulus. Bahkan di Bandung, Jawa Barat ditemukan pelaku joki dengan bayaran fantastis mencapai 30 juta hingga 50 juta demi bisa menggantikan peserta tes (detikjabar, 1/5/2025)
Praktik kecurangan ini telah terjadi setiap tahunnya, bahkan modusnya semakin canggih. Hal ini menunjukkan bahwa kecurangan yang dilakukan terjadi secara sistematis. Praktik kecurangan yang berlangsung secara sistematis berkontribusi pada terbentuknya sumber daya manusia yang tidak jujur, bermental lemah, enggan berusaha keras, serta tidak memiliki kompetensi memadai.
Apabila karakter semacam ini telah tertanam sejak dini, dapat dibayangkan bagaimana kualitas kepemimpinan mereka di masa mendatang. Ketika mereka dewasa dan menduduki jabatan publik, besar kemungkinan mereka menjadi pejabat yang korup, yang menyalahgunakan kekayaan negara dan hak rakyat untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Fenomena ini mencerminkan sisi kelam dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang idealnya membentuk peserta didik berintegritas justru diwarnai oleh maraknya praktik kecurangan. Banyak siswa cenderung menghalalkan segala cara demi meraih nilai ujian yang tinggi.
Pola pikir semacam ini tidak dapat dilepaskan dari sistem pendidikan yang semakin berorientasi pada capaian material dan prestasi semu, alih-alih menanamkan nilai-nilai moral dan etika.
Kurikulum pendidikan yang bercorak sekuler memberikan porsi yang sangat terbatas bagi mata pelajaran pendidikan agama Islam. Meskipun madrasah memberikan ruang lebih besar bagi materi keagamaan, proporsinya tetap kalah dibandingkan dengan pelajaran umum, dan isi materi keagamaannya pun cenderung mengalami sekularisasi seiring dengan kebijakan moderasi pendidikan.
Materi pendidikan Islam lebih sering disampaikan sebatas hafalan untuk tujuan memperoleh nilai tinggi, bukan sebagai landasan pembentukan karakter seorang muslim yang bertakwa. Konsekuensinya, nilai-nilai keislaman tidak terinternalisasi dalam perilaku siswa, termasuk saat menghadapi ujian.
Selain itu, perhatian guru terhadap pengembangan karakter peserta didik turut tereduksi akibat tuntutan administratif yang kompleks serta kewajiban mengejar jam mengajar guna memenuhi syarat tunjangan profesi.
Kemudian, mahalnya sekolah dan kuliah menjadi orientasi peserta didik hanya untuk memperoleh nilai tertinggi dan kampus yang elite bukan untuk memperoleh ketaatan kepada Allah. Walhasil dunia pendidikan justru akan mencetak generasi curang dan jauh dari ketakwaan.
Oleh karena itu butuh solusi secara sistematis untuk mengubah sistem pendidikan kapitalisme dengan sistem pendidikan Islam.
Allah Taala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS Ali Imran [3]: 102).
Ketakwaan umat akan terwujud hanya dalam sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan menggunakan akidah Islam dimana umat akan dikuatkan akidahnya untuk menumbuhkan kesadaran takut kepada Allah.
Akidah Islam akan dijadikan standar dalam setiap perbuatan. Jika bertentangan dengan akidah, seorang muslim tidak boleh mengambil dan meyakininya. Selama tidak bertentangan dengan akidah maka seorang muslim boleh mengambilnya.
Dalam hal anggaran pendidikan, negara berwenang sepenuhnya dan bertanggung jawab terhadap warganya. Agar memperoleh pendidikan yang sama dengan memberikan pendidikan gratis kepada semua warganya yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain itu, negara juga bertanggung jawab untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan bagi rakyatnya seperti sekolah, perpustakaan, dan laboratorium. Tidak hanya sarana dan prasarana, namun negara akan memfasilitasi pendidik (guru) yang berkompeten di bidangnya yang dapat menunjang pendidikan bagi warganya.
Dengan demikian, tujuan pendidikan dalam sistem Islam ialah membentuk generasi dengan kepribadian Islam yang taat serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Sehingga akan lahir generasi peradaban cemerlang yang mampu memberikan pengaruh di tengah-tengah umat dan demi terwujudnya kejayaan Islam.
Wallahu'alam.
Oleh: Novriyani M.Pd.
Praktis Pendidikan
0 Komentar