Topswara.com -- Viral di media sosial, aksi peternak sapi perah asal Jawa Timur dan Jawa Tengah mandi susu hingga membuang susu perah secara cuma-cuma. Aksi tersebut dilakukan sebagai protes atas kebijakan impor susu sapi yang dituding membuat industri lebih memilih susu impor dibandingkan susu perah milik peternak (cnnindonesia.com, 12/11/2024).
Masalah yang dihadapi peternak sapi di Indonesia semakin kompleks dan mengancam keberlangsungan usaha mereka. Salah satu penyebab utama adalah kebijakan impor yang diterapkan oleh pemerintah, yang diduga menjadi alasan mengapa peternak sapi lokal kesulitan menyalurkan susu mereka ke industri pengolahan dalam negeri.
Kebijakan impor susu ini berdampak langsung pada menurunnya permintaan industri pengolahan terhadap susu peternak lokal. Akibatnya, posisi peternak lokal semakin terdesak, dan mata pencaharian mereka terancam.
Ironisnya, kebijakan yang merugikan ini seharusnya bisa dihindari apabila pemerintah menjalankan fungsinya sebagai pelindung rakyat, terutama peternak kecil yang menjadi salah satu pilar ketahanan pangan nasional.
Negara idealnya menetapkan kebijakan yang berpihak pada para peternak lokal dengan cara melindungi produk dalam negeri, menjaga mutu produk susu lokal, memastikan saluran distribusi yang adil, dan mencegah praktik monopoli yang dilakukan pengusaha besar.
Namun, kebijakan impor yang ada justru membuka celah bagi para pemburu rente untuk meraup keuntungan dari impor susu yang masuk ke pasar domestik. Ini adalah salah satu dampak nyata dari sistem ekonomi kapitalisme yang cenderung berpihak kepada pengusaha besar dan lebih memperhatikan keuntungan daripada kesejahteraan rakyat kecil seperti peternak lokal.
Para ahli ekonomi dan pakar peternakan pun telah menyuarakan pandangan mereka terhadap kebijakan impor ini, terutama ketika peternak lokal sedang panen. Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Muladno Basar, impor produk susu yang dilakukan ketika para peternak lokal sedang menghasilkan susu dalam jumlah besar merupakan kebijakan yang salah.
Beliau menilai bahwa kebijakan seperti ini akan merugikan peternak lokal, karena produksi susu mereka tidak terserap di pasar, dan akhirnya mengancam keberlanjutan usaha peternakan sapi perah di Indonesia. Selain itu, menurut laporan dari Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), adanya impor berlebihan menyebabkan harga susu lokal jatuh, sehingga pendapatan para peternak menjadi tidak sebanding dengan biaya produksi.
Kebijakan ini memperlihatkan betapa kurangnya keberpihakan pemerintah pada peternak lokal, yang akhirnya berdampak buruk pada sektor peternakan secara keseluruhan.
Lebih jauh, kebijakan impor ini mencerminkan keburukan sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di Indonesia saat ini. Dalam sistem ini, negara sering kali lepas tangan dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya dan justru lebih fokus pada kepentingan oligarki dan para importir.
Kebijakan yang diambil pemerintah tidak jarang berorientasi pada keuntungan segelintir kelompok elite yang memiliki kekuatan ekonomi dan pengaruh politik, bukannya mengutamakan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Hal ini memunculkan budaya rente dan kolusi antara pemerintah dan kelompok pengusaha besar, yang secara nyata merugikan rakyat kecil seperti peternak.
Mereka harus berjuang sendiri menghadapi tekanan dari produk impor yang lebih murah, yang tidak memperhatikan nilai keberpihakan pada pengusaha lokal.
Dalam konteks demokrasi kapitalisme, kebijakan ekonomi sering kali dipengaruhi oleh aktor-aktor yang memiliki kepentingan pribadi. Para pengusaha besar dan importir dengan mudah mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui lobi politik dan dukungan finansial.
Alhasil, kebijakan yang keluar cenderung menguntungkan mereka, sementara kebutuhan dan kelangsungan hidup rakyat, termasuk peternak, terabaikan. Inilah wujud nyata dari kelemahan sistem demokrasi kapitalisme, di mana kesejahteraan rakyat sering kali terabaikan, sementara kepentingan kelompok kecil yang memiliki modal kuat justru menjadi prioritas.
Dalam ajaran Islam, tanggung jawab pemimpin untuk mengurusi rakyat adalah kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (kepala negara) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR. Bukhari Muslim).
Ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus mengutamakan kebutuhan rakyat dan memastikan kesejahteraan mereka. Khalifah Umar bin Khattab pun pernah berkata, “Jika ada seekor keledai mati di jalanan Irak, aku takut Allah akan meminta pertanggungjawaban dariku karena tidak memperbaiki jalan untuknya.”
Ini menunjukkan betapa pentingnya seorang pemimpin dalam memenuhi hak-hak rakyatnya, bahkan dalam hal yang terlihat kecil sekalipun. Maka, negara harus memastikan peternak lokal terjaga mata pencahariannya, terlindungi usahanya, dan mendapat akses yang layak ke pasar.
Sistem khilafah akan mengatur masyarakat dengan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi, sehingga dapat mewujudkan kemaslahatan umat. Dalam sistem ini, negara berperan aktif melindungi rakyatnya, termasuk para peternak susu, dan memastikan kesejahteraan mereka terjamin.
Beberapa strategi yang dilakukan khilafah untuk melindungi peternak susu sapi dapat menjadi solusi yang menyeluruh.
Pertama, khilafah akan menerapkan kebijakan perlindungan pasar untuk produk-produk lokal. Negara akan membatasi atau bahkan menghentikan impor susu apabila produksi dalam negeri mencukupi kebutuhan rakyat.
Dengan begitu, peternak lokal memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memasarkan susu mereka tanpa harus menghadapi persaingan dari produk impor yang bisa merugikan mereka. Kebijakan ini akan memberikan jaminan bagi peternak lokal untuk terus berproduksi dan mendapatkan penghasilan yang layak dari usahanya.
Kedua, negara khilafah akan mengoptimalkan sumber daya untuk membangun infrastruktur dan teknologi yang mendukung pengembangan produksi susu, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Khilafah akan menyediakan fasilitas yang mendukung peternak, seperti peralatan modern untuk pemerahan, penyimpanan, dan distribusi susu, serta memberikan pelatihan dan pendampingan teknis kepada para peternak.
Dengan dukungan ini, peternak dapat meningkatkan produktivitas dan mutu susu sehingga produk mereka mampu bersaing di pasar dan memenuhi standar industri.
Ketiga, khilafah akan menjamin pasar yang stabil bagi produk-produk peternak melalui pembentukan industri-industri negara yang siap menampung dan mengolah hasil produksi lokal. Industri ini berfungsi sebagai penyerap hasil produksi peternak, sehingga mereka tidak perlu khawatir mengenai pemasaran produk mereka. Dengan demikian, peternak akan merasa aman karena ada jaminan bahwa produk mereka akan terserap di pasar.
Keempat, khilafah akan memberantas praktik monopoli dan mengatasi dominasi para pemburu rente yang hanya mencari keuntungan dari impor susu. Negara akan memastikan hanya aktor-aktor yang berkomitmen untuk kesejahteraan umat yang diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pasar. Dengan cara ini, para pemburu rente yang sering kali memanfaatkan kesempatan di tengah penderitaan rakyat tidak akan dibiarkan merajalela.
Dengan strategi-strategi ini, negara khilafah akan memastikan bahwa peternak susu sapi dapat menjalankan usahanya tanpa tekanan dari kebijakan yang tidak adil dan tanpa ancaman persaingan dari produk impor.
Inilah peran negara yang sejati, yaitu menjaga dan melindungi rakyatnya agar mampu hidup mandiri dan sejahtera, serta terbebas dari eksploitasi yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Khilafah tidak hanya menyejahterakan peternak, tetapi juga seluruh rakyat.
Sehingga negara benar-benar hadir untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, bukan sekadar memfasilitasi kepentingan para pemodal besar atau elite pengusaha.
Sistem khilafah akan memastikan bahwa kesejahteraan rakyat, termasuk peternak kecil, menjadi prioritas. Inilah keunggulan dari sistem Islam yang menjadikan kepentingan umat sebagai dasar dalam setiap kebijakan, dan bukan keuntungan material semata.
Negara khilafah dengan demikian bukan hanya sekadar pemimpin, tetapi pelindung dan pengayom yang bertanggung jawab atas setiap rakyatnya. []
Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Aktivis Muslimah Banua)
0 Komentar