Topswara.com -- Fenomena tak ingin memiliki anak (childfree) yang awalnya muncul di negara Barat ternyata mulai diminati di Indonesia. Tren childfree mulai menyasar kalangan perempuan muda. Data BPS menyebutkan sekitar 71 ribu perempuan Indonesia usia 15 tahun hingga 49 tahun memilih tidak memiliki anak. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir angka childfree pada perempuan Indonesia meningkat (rri.co.id, 15/11/2024).
Berbagai alasan dimunculkan hanya agar fenomena childfree layak dipilih. Alasan utama adalah persoalan ekonomi dan kekhawatiran perempuan tidak bisa berkarir hanya karena memiliki anak. Lantas tepatkah jalan hidup tanpa ada keinginan memiliki anak adalah salah satu cara yang tepat agar tidak terhimpit masalah ekonomi dan wanita lebih bebas berkarir?
Childfree merupakan bagian dari ide feminisme yang diadopsi masyarakat barat. Ide ini bertujuan untuk penyetaraan gender yang dianggap sangat penting bagi perempuan. Perempuan muda harus berdaya guna dan tidak terbelenggu dengan urusan domestik yang tak berbayar.
Berdaya guna yang dimaksud adalah bekerja atau berkarir untuk mendapatkan penghasilan. Sehingga bisa meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Bahkan meningkatkan pendapatan negara.
Oleh karena itu, para perempuan termasuk Muslimah didorong untuk berlomba memberdayakan dirinya dalam dunia kerja. Para perempuan diharapkan mandiri dalam hal finansial dan tidak mudah tergantung pada laki-laki.
Narasi penyetaraan gender inilah yang mengakibatkan munculnya pemikiran childfree. Hal ini dikarenakan anak akan menghambat karir seorang perempuan. Dan atas nama kesetaraan gender inilah hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) pun dimunculkan.
Gagasan ini menjadikan perempuan memiliki hak atau kebebasa para wanita untuk menentukan dengan siapa dia melakukan aktivitas seksual, kapan dia menikah, memilih memiliki anak atau memilih childfree. Gagasan ini seolah menjadi angin segar sebagai solusi dalam menghadapi kesulitan ekonomi maupun hambatan berkarir.
Adanya anak hanya dianggap beban hidup. Padahal pendukung childfree sendiri bukankah pernah menjadi anak? Tidak mungkin hadir ke bumi langsung dewasa, tidak merepotkan orang tua. Nah, bagaimana bila mereka para pendukung childfree ini berada di posisi sebagai anak yang tak diinginkan? Yang pasti tidak akan terima.
Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar.” (QS Al-Isra [17]: 31).
Setiap anak memiliki hak hidup. Yang berhak menjamin kehidupannya hanyalah Allah. Anak merupakan anugerah Allah yang tak ternilai harganya. Para orang tua yang siap merawat dan mendidiknya pasti akan Allah beri balasan pahala yang luar biasa. Rezeki anak merupakan hak mutlak dari Allah. Siapa pun tak bisa mengaturnya sekalipun orang tuanya.
Allah berfirman, “Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS Asy-Syura [42]: 19).
Maka dari itu tak ada alasan menjadikan anak itu sebagai beban hidup orang tuanya. Apalagi yang tidak menginginkannya seorang wanita yang secara fitrah diciptakan Allah sebagai calon ibu. Sungguh miris fenomena childfree ini. Berusaha merusak fitrah wanita sebagai calon ibu.
Sejatinya persoalan ekonomi dan hambatan karir bukanlah dikarenakan ada anak atau tidak. Tapi karena sistem kehidupan yang membelenggu negeri ini bukanlah sistem yang sesuai dengan fitrah manusia. Sistem yang memisahkan kehidupan dari agama atau disebut sekularisme.
Sekularisme menjadikan masyarakat menyelesaikan masalah kehidupan berdasarkan fakta bukan aturan Allah. Sekularisme juga merupakan bagian dari sistem kapitalisme.
Kapitalisme menyebabkan kesulitan ekonomi akibat diterapkannya kebebasan kepemilikan yang bisa mengakibatkan munculnya kesenjangan sosial. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Masyarakat menjadi sulit mencari lapangan pekerjaan.
Dan akibat sistem kapitalisme, negara tidak mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Sehingga memicu masyarakat berpikiran adanya anak merupakan salah satu beban hidup mereka karena tidak yakin dengan konsep rezeki sehingga tidak mau direpotkan dalam urusan anak. Akhirnya memilih childfree. Dan hal itu diberi ruang dalam sistem kapitalisme sebagai hak asasi manusia (HAM).
Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Islam terutama muslimah untuk menolak ide childfree tersebut. Ide ini jelas bertentangan dengan Islam. Maka dari itu, Muslimah tidak boleh menjadi corong untuk mendukung ide childfree.
Dan childfree ini bisa mengakibatkan penurunan populasi penduduk sehingga bila dibiarkan maka akan terjadi lost generation.
Childfree tidak akan terjadi bila sistem kehidupan berlandaskan aturan Allah termasuk sistem ekonominya. Sistem ini berasal dari akidah yang menjadikan manusia taat kepada Allah atau disebut sistem Islam. Sistem yang mengatur semua aspek kehidupan secara menyeluruh.
Dalam sistem Islam, sistem ekonomi Islam tidak memberlakukan kebebasan kepemilikan. Kekayaan dikelola dengan aturan Allah untuk kesejahteraan masyarakat.
Jadi tidak akan terjadi kekayaan hanya berputar pada beberapa orang saja. Sehingga masyarakat mudah mendapatkan pekerjaan. Sistem Islam juga menjamin pemenuhan kebutuhan mendasar seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan keamanan.
Begitu pula kedudukan perempuan. Di dalam sisten Islam kedudukan perempuan sangat dimuliakan. Perempuan tidak dibebani untuk bekerja memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalaupun bekerja, tidak sampai abai dengan kewajiban mengurus anak dan rumah tangga. Semua dijamin negara sehingga para perempuan tidak berambisi "saya harus punya pekerjaan dan penghasilan".
Para lelaki dimudahkan mencari pekerjaan sehingga bisa mencukupi kebutuhan perempuan dan anak-anak. Perempuan bisa fokus mendidik anak dan mengurus rumah tangga sehingga bisa mewujudkan generasi terbaik dalam peradaban. []
Oleh: Alfiana Prima Rahardjo, S.P.
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar