Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kekhawatiran Publik soal Mahalnya Biaya Pendidikan Tinggi

Topswara.com -- Pada awal tahun ini mahasiswa dan orang tua dikagetkan dengan berita kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Memang kuliah saat ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Baru terima kabar kenaikan UKT saja sudah pusing tujuh keliling, bagaimana kalau kabar itu menjadi kenyataan. 

Makin terasa berat untuk menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. Konfirmasi dari bapak Menteri Kemendikbud setidaknya bisa membuat sedikit tenang.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim berjanji pihaknya akan akan menghentikan lompatan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak masuk akal. Beliau berkomitmen, dan memastikan, harus ada rekomendasi dari kemendikbudristek atas lompatan-lompatan yang tidak masuk akal dan tidak rasional. 

Terkait penyetopan ini, Nadiem Makarim mengatakan Kemendikbudristek akan mengevaluasi kenaikan UKT yang tidak wajar di perguruan tinggi. detik.com/edu (22/5/2024)

Semoga saja klarifikasinya itu benar-benar akan dilakukan, melihat setiap kabar berita faktanya selalu benar adanya. Karena upaya mahasiswa dan orang tua, banyak melakukan berbagai cara agar bisa tetap membiayai pendidikan jenjang perkuliahan. Selain UKT mereka yang masuk melalui jalur mandiri juga membayar iuran pembangunan, untuk meningkatkan kualitas layanan kampus.

Klarifikasinya datang setelah mahasiwa menuntut protes kepada pemerintah agar segera meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT. Ada yang beranggapan bahwa bantuan opersional perguruan tinggi, saat ini belum bisa menutup semua kebutuhan operasional dan perguruan tinggi tidak termasuk program wajib belajar 12 tahun. Entahlah, yang jelas rakyat merasa berat dengan keuangan untuk segala pengeluaran yang ada.

Awal mula mahalnya biaya UKT, tidak terlepas dari kebijakan pendidikan sebagai sektor jasa yang bisa diperdagangkan. Demokrasi membuat berbagai payung hukum yang melegalkan liberalisasi pendidikan dengan tetap menjamin pendidikan sebagai komoditas bisnis, pro pasar industri, dan mengebiri peran negara sebagai penanggungjawab pendidikan. 

Jalur seleksi masuk PTN, terkadang sudah tidak lagi murni, tetapi sebagai ladang bisnis. Kenyataan ini tentu saja menjadi bayangan yang menyeramkan. Karena, arus komersial dunia pendidikan sudah terjebak dalam pusaran kapitalis. Konsep seperti ini lahir dari sistem kapitalisme, yang bersandar pada sekularisme dan bertumpu pada materialisme.

Berbeda, dalam sistem pendidikan dalam Islam. Islam, mempunyai konsep yang mantap, dan Islam memandang pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat. Negara, berkewajiban untuk memenuhi tanggungjawab penuh dalam memberikan rakyat pendidikan. 

Negara pun, wajib menjalankan pendidikan sesuai syariat Islam. Sistem Islam pun mempunyai konsep pendidikan yang merata dan tidak mahal sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengenyam pendidikan perguruan tinggi.

Untuk biaya pendidikan, negara mengalokasikan anggaran di baitul mal yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam, pembayaran jizyah, kharaj, fai, ganimah dan lainnya. Sehingga rakyat akan ringan dengan biaya pendidikan. 

Apabila baitul mal sedang tidak mampu mencukupi kebutuhan pendidikan, maka negara akan mendorong kaum muslim menginfakkan hartanya untuk pendidikan. Jika belum cukup, maka pembiayaan akan dialihkan kepada para aghnia.

Maka hanya Islam lah yang dapat memberi pendidikan terbaik untuk masyarakat. Terlebih Islam akan mengutamakan pembiayaan dari negara, agar kegiatan belajar mengajar di dunia pendidikan terus berjalan, dan mampu memberikan jaminan kesuksesan terbaik bagi rakyatnya.

Wallahu'alam bisshawwab.


Oleh: Mia Ambar
Literasi Dakwah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar