Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kriminalitas Anak Meningkat, Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

Topswara.com -- Maraknya kriminalitas yang dilakukan anak merupakan cerminan buruknya hasil pendidikan dalam sistem kapitalisme. Peran orang tua terasa mandul akibat fokus mereka tidak lagi mendidik anak melainkan mengejar materi. 

Orang tua merasa cukup hanya memberikan materi tanpa memperhatikan pentingnya mengarahkan anak menjadi pribadi yang bertaqwa yang kelak akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di akhirat.

Banyak kasus kriminal yang dilakukan oleh anak. Salah satunya kasus yang dilakukan seorang pelajar berumur 14 tahun di desa Cipetir, kecamatan Kadudampit, kabupaten Sukabumi. Di usianya yang masih belia, dia tega menghabisi nyawa seorang anak berusia 6 tahun. 

Sebelum membunuh korban, pelaku terlebih dahulu melakukan tindakan asusila dengan melakukan sodomi pada korban.

Dari keterangan pelaku, motif pembunuhan dan sodomi yang dilakukan adalah karena pelaku pernah menjadi korban sodomi sebelumnya, namun hal ini masih dalam proses penyidikan.
(Sukabumiku.id , 2/5/2024)

Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terjadi peningkatan kasus kriminal yang dilakukan oleh anak sejak tahun 2020 hingga 2023.

Per tanggal 26 Agustus 2023 tercatat hampir 2000 kasus kriminal yang dilakukan anak, dimana 1467 anak telah berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan. Sedangkan 526 anak lainnya sedang menjalani hukuman sebagai narapidana.

Jika dibandingkan dengan data tiga tahun lalu, jumlah anak yang terjerat hukum tidak sampai 2000 kasus. Pada tahun 2020 dan 2021 jumlah kasus anak tersandung hukum ada 1700an kasus kemudian meningkat menjadi 1800an kasus di tahun berikutnya dan tembus hampir 2000 kasus di tahun 2023. (Kompas , 29/8/2023).
Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia sedang tidak baik-baik saja. 

Sistem Kapitalisme Penyebab Naiknya Angka Kriminalitas Anak

Meningkatnya kasus kriminal yang dilakukan oleh anak tidak lepas dari sistem yang diadopsi oleh negara. Sistem kapitalisme menjadi biang kerok dari rendahnya kualitas individu akibat penerapan sistem yang tak lagi menjadikan Islam sebagai sumber hukum.

Dalam sistem ini standar kebahagiaan yang ingin dicapai adalah materi. Oleh karena itu berbagai cara akan dilakukan untuk mendapatkan materi yang diinginkan tanpa memperhatikan halal haram suatu perbuatan.

Prinsip ini telah mengakar dibenak umat sehingga melalaikan apa saja yang menjadi kewajiban termasuk kewajiban orang tua dalam mendidik anaknya.

Ada beberapa faktor orang tua abai terhadap anaknya, pertama sulit nya perekonomian keluarga sehingga mengharuskan orang tua fokus dalam bekerja dan anak menjadi terabaikan. 

Kedua, perceraian orang tua membuat anak kurang diperhatikan. Ketiga, abainya orang tua terhadap anaknya. Terkadang orang tua berpikir cukup memberikan materi tanpa perlu mendampingi mereka. 
Lebih parah lagi, ketika pemberian gawai pada anak, dinggap lumrah agar anak diam atau justru menjadi tolak ukur keberhasilan orang tua.

Padahal gawai dengan berbagai konten didalamnya sangat berbahaya bagi perkembangan anak tanpa filter dalam pemakaiannya.

Sangat mungkin anak akan meniru apa yang ditayangkan didalamnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa konten media sosial sangatlah kompleks mulai dari aktivitas pendidikan, kekerasan, komedi, bahkan konten pornografi pun banyak tersedia didalamnya. 

Apabila orang tua tidak mampu mengendalikan aktivitas anak dalam berselancar di sosial media maka hal tersebut akan menjadi bumerang karena anak akan menirunya.

Selain itu sistem kapitalisme juga berpengaruh pada sistem pendidikan dimana tujuan pendidikan tidak lagi menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam namun ingin menghasilkan pribadi yang siap kerja setelah lulus sekolah. 

Sistem ini ingin membentuk pola pikir yang lumrah bahwa tujuan sekolah adalah bekerja untuk mencapai kebahagiaan hidup yaitu mempunyai rumah, kendaraan dan segala fasilitas hidup yang memadai. Bahkan kriteria sukses distandarkan pada pencapaian materi yang diraih. Makin sukses seseorang maka semakin banyak harta yang dikumpulkan.

Dengan pola pikir seperti ini tidak jarang anak semakin berandai-andai untuk mendapatkan kebahagiaan secara instan tanpa mau merasakan pahitnya proses kehidupan.

Hal tersebut akan mempengaruhi perbuatan anak untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dengan cara apapun asalkan keinginannya tercapai. Dan muncullah sikap yang pada akhirnya harus berhadapan dengan proses hukum.

Adapun hukum dalam sistem kapitalisme tidak mampu memberikan efek jera. Sehingga banyak pelaku kejahatan tidak bisa sadar sepenuhnya, justru mereka ingin mengulang kejahatan yang sama.

Solusi Sejati Adalah Sistem Islam

Angka kriminal yang dilakukan anak sejatinya dapat diturunkan apabila negara menerapkan sistem Islam. Apabila hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dari tingkat negara kemudian aturannya mengikat individu dan masyarakat maka bukan tidak mungkin keluarga akan kembali kepada fungsinya, sistem pendidikan akan menghasilkan generasi berkualitas, serta hukum yang diterapkan mampu memberikan efek jera.

Dengan sistem Islam kesejahteraan akan tercapai. Ekonomi rakyat akan diperhatikan sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidup para penanggung nafkah akan dipermudah. Lapangan pekerjaan disediakan oleh negara. Peran ibu dikembalikan sebagai pendidik bagi putra putrinya dan sebagai pengatur rumah tangga. 

Tidak perlu lagi ada pemberdayaan wanita di bidang ekonomi, karena pemberdayaan wanita ada di ranah mencetak generasi yang tangguh. Tidak seperti saat ini yang memang diaruskan opini bahwa wanita sama derajatnya seperti laki-laki sehingga terasa lebih terhormat ketika wanita bekerja di luar rumah namun sejatinya justru meninggalkan pendidikan calon generasi. 

Mengenai penggunaan gawai dan konten sosial media akan ditertibkan oleh negara sesuai aturan Islam. Konten yang beredar hanya dibatasi pada aktivitas yang mampu meningkatkan ketakwaan. Sedangkan konten yang mengandung kemaksiatan akan dilarang untuk beredar. 

Sistem pendidikan dalam Islam juga diatur dengan tujuan menghasilkan generasi yang bersakhsiyah Islamiah atau berkepribadian Islam, berfikir sesuai Islam dan berperilaku Islami. Dengan demikian akan sulit bagi individu apalagi anak-anak untuk melakukan kemaksiatan bahkan kejahatan besar yang pada akhirnya merugikan atau mengancam nyawa orang lain karena itu merupakan larangan dalam Islam. 

Tidak seperti era sekarang yang menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan diri sendiri. Menjadikan kejahatan merajalela akibat buah pikir yang liberal.

Dari segi hukum, Islam mempunyai sanksi yang membuat efek jera bagi pelaku dan juga bagi yang melihatnya. Seperti dalam kasus pencurian maka akan dikenakan hukum potong tangan, kasus perzinaan akan diterapkan hukum cambuk ataupun rajam, kasus pembunuhan akan diterapkan hukum qhihash yaitu diberikan balasan yang sama yaitu dibunuh. 

Jika sanksi ini benar-benar dilaksanakan maka pelaku kejahatan akan jera untuk mengulangi kejahatannya, orang lainpun akan enggan melakukan kejahatan yang sama karena akan berfikir akibat yang ditimbulkan. Sekilas seperti tidak berperikemanusiaan, namun jika diterapkan akan mampu membuat efek jera.

Itulah indahnya Islam jika diterapkan dalam lingkup negara sampai individu. Akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat karena Islam adalah rahmatan lil'alamin.

Wallahu a'lam bissawab.


Oleh: Sri Fatona W.
Pemerhati Sosial 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar