Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menggapai Lailatul Qadar Saat Haid atau Nifas

Topswara.com -- Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan adalah hari-hari yang paling dinanti kaum Muslimin. Di salah satu malam dari sepuluh malam terakhir, terdapat malam lailatul qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ [٩٧:٣]
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr :3)

Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya bulan yang mulia ini telah datang kepada kalian. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa terhalang dari mendapatkannya, niscaya telah terhalang dari mendapatkan seluruh kebaikan. Dan tiada orang yang terhalang dari mendapatkannya kecuali orang-orang yang merugi.” (HR Ibnu Majah, dinyatakan hasan oleh Al-Albani).

Tidak terkecuali para Muslimah, mereka juga mengincar pahala besar yang disimpan dalam malam mulia tersebut. Namun sayang, perempuan menghadapi kendala dalam upaya meraih lailatul qadar ketika kedatangan tamu bulanan atau nifas yang mengharuskan mereka berhenti dari salat, membaca Al-Qur'an atau i’tikaf.

Lantas bila perempuan sedang haid atau nifas di sepuluh hari terakhir, masih bisakah mereka menggapai pahala lailatul qadar?

Amalan Fardhu yang Dilupakan

Amalan fardhu ternyata tidak hanya shalat 5 waktu. Ada lagi amalan fardlu perempuan yang sering tidak diperhitungkan. Berbakti pada orang tua bagi anak perempuan, serta menjadi ibu dan pengatur rumahtangga bagi seorang istri. Berbakti pada orang tua adalah hal yang sangat besar pahalanya. 

Allah SWT berfirman :
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya…” (QS Al Ankabuut : 8).

Ibnu Abbas pernah didatangi oleh seseorang yang telah membunuh dan ingin bertaubat. Ia menanyakan kepada orang tersebut apakah masih memiliki ibu atau tidak. 

Ibnu Abbas menjelaskan kenapa ia menanyakan tentang ibunya dengan perkataannya: “Aku tidak mengetahui tentang amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala selain berbakti kepada ibu.” (HR Baihaqi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albany).

Maka membahagiakan orang tua, meringankan bebannya, dan membantu menyelesaikan permasalahan orang tua ada pahala yang besar, yang bila dilakukan di malam lailatul qadar akan mendapat ganjaran seribu kali lipat.

Begitu pula seorang istri yang melayani suami dengan sebaik-baiknya, mentaati perintahnya, menyiapkan semua keperluan puasa dan ibadah lainnya, seperti menyiapkan buka dan sahurnya, menjaga rumah dan anak-anaknya saat suami i’tikaf, semua dapat menjadi amal yang berpahala.

Lailatul qadar juga dapat diraih dengan menunaikan kewajiban dakwah. Dakwah kepada anak-anak dengan mengajarkan kepada mereka ilmu-ilmu agama, mengajak mereka menghafalkan Al-Qur'an, menyimak bacaan mereka serta memotivasi mereka untuk tunduk patuh kepada Rabbnya.

Mengajarkan agama kepada para ibu yang lain juga menjadi bagian dakwah, baik secara lisan maupun tulisan. Maka menulis tentang ilmu-ilmu agama untuk dibaca orang lain, menyebarkan buletin atau tulisan dakwah, dan sebagainya, adalah jalan yang bisa kita tempuh untuk bisa mendatangkan pahala.

Inilah ibadah-ibadah yang fardhu bagi perempuan namun tidak banyak dikerjakan untuk meraih lailatul qadar.

Optimalisasi Ibadah Sunnah

Ibadah sunnah di malam lailatul qadar sebenarnya tidak terbatas pada salat qiyamurramadhan, yang lebih kita kenal dengan salat tarawih, dan tilawah Al-Qur'an saja. Masih banyak amalan sunah lain yang dapat dilakukan perempuan yang sedang haid dan nifas, antara lain:

Zikir, dengan membaca tasbih, tahmid, tahlil dan takbir. Masing-masing bacaan zikir ini adalah sedekah (HR Muslim), tahmid itu memenuhi timbangan amal, tasbih dan tahmid memenuhi ruang antara langit dan bumi (HR. Muslim).

Bisa juga kita berzikir dengan menyebut asmaa-ul husna. Zikir dapat kita lakukan di setiap kesempatan. Bisa sambil mengasuh anak, menyusui, memasak atau mengerjakan pekerjaan rumahtangga lainnya. Lebih utama bila kita lakukan secara khusus sebagai pengganti ibadah salat malam kita.

Berdoa, karena bulan Ramadan adalah bulan diijabahnya doa-doa. Dan doa adalah ibadah yang terbaik. Sampai Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa adalah ibadah.” (HR. Tirmizi, 2895, dishahihkan oleh Al-Albany dalam shahih Tirmizi, no. 2370).

Membaca shalawat untuk Rasulullah SAW, yang balasan tiap shalawat adalah 10 kali shalawat dari Allah untuknya (HR Ahmad dan Nasa’iy).

Mengkaji agama, misalnya dengan mempelajari tafsir Al-Qur'an, hadis-hadis Rasulullah, fikih, sirah Rasulullah SAW, melalui berbagai sarana yang ada, baik ceramah, membaca buku, internet ataupun melalui media lainnya.

Bersedekah, menyantuni anak yatim, meringankan beban orang lain seperti pembantu, pegawai maupun orang lain di sekitar kita. Menjalin silaturahim dengan keluarga yang telah diwajibkan. Memperbagus akhlak dan menahan diri dari segala kejelekan

Dan siapa bilang perempuan haid dan nifas tidak bisa mendapatkan pahala tilawah Al-Qur'an? Dalam surat Al-A’raf ayat 204. Allah ta’ala telah menyebutkan balasanan orang yang mendengarkan bacaan Al-Qur'an.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Alquran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. “

InsyaaAllah, jika kita mendengarkan Al-Qur'an dengan khusyu’, meresapi bacaannya dan memahami maknanya, kita akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah.

Demikianlah, perempuan haid dan nifas tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhahak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haid, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhahak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331).

Ini berarti perempuan haid dan nifas tidak lantas duduk-duduk saja, pasrah tidak menjalankan ibadah. Sayang sekali bila kemudian karena haid dan nifas, kita kehilangan malam yang lebih baik dari seribu bulan, yang datang berkunjung hanya setahun sekali. Belum tentu tahun berikutnya kita masih akan dapat bertemu kembali.[]


Oleh: Arini Retnaningsih 
Pemerhati Keluarga dan Generasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar