Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tarif Tol Naik, Bukti Cengkrakam Kapialisme

Topswara.com -- Berdasarkam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 250/KPTS/M/2024, mulai 9 Maret tahun ini diberlakukan penyesuaian tarif integrasi pada ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Layang Muhammad Bin Zayed (MBZ). 

Kebijakan ini membuat netizen murka. Mereka menyayangkan kenaikan tarif tol yang tidak dibarengi dengan kualitas jalan. Para operator jalan tol, sebagai anak perusahaan PT Jasa Marga, tidak malu-malu menaikkan tarif jalan tol tanpa memperhatikan kondisi lampu dan jalan yang rusak. (cnbcindonesia.com,9/3)

Kenaikan tarif jalan tol ini menuai protes. Pasalnya, tarif yang diberlakukan di rasa tidak adil, yang semula dari Cikarang ke Cikampek hanya Rp7.000, mulai tahun 2021 diberlakukan tarif jauh dekat Rp20.000. Sekarang malah nambah lagi jadi 27.000. 

Masyarakat menilai seharusnya tarif didasarkan pada jarak seperti dulu. Di sisi lain, operator beralasan kenaikan ini untuk menyesuaikan adanya inflasi. Sedang alasan lainnya, untuk mengembalikan investasi terhadap penambahan kapasitas lajur Jalan Tol Jakarta-Cikampek dari KM 50 s.d KM 67 arah Cikampek dan KM 62 s.d KM 50 arah Jakarta, serta penyediaan 4 titik fasilitas Emergency Parking Bay di Jalan Layang MBZ.

Sesuai undang-undang, kenaikakn tarif jalan tol akan diberlakukan secara berkala. Hal ini sebagai konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme yang mengorientasikan berbagai jenis pembangunan atas dasar bisnis dan keuntungan. 

Tidak sedikit pembangunan fasilitas publik, sekaligus pengelolaannya melibatkan pihak swasta, yakni para investor. Sehingga kenaikan tarif jalan tol menjadi lumrah. 

Dalam membangun berbagai fasilitas umum, seperti bandara, jalan tol dan fasilitas umum lainnya, pemerintah perlu menggandeng swasta. Dengan alasan, tingginya biaya pembangunan, dari pengadaan tanah, kontruksi hingga peralatan tidak dapat sepenuhnya ditopang oleh APBN. 

Terjalinlah kerjasama pengadaan proyek strategis infrastruktur pemerintah yang dibiayai oleh swasta. Investor membiayai pembangunan jalan tol lalu pengembaliannya didapat dari penarikan tarif tol selama masa konsesi. 

Jika masa konsesi berakhir, jalan tol akan kembali menjadi inventaris negara dan digratiskan. Namun kenyataannya, masa konsesi ini kerap diperpanjang dan tidak diketahui kapan berakhir. Sehingga masyarakat terus membayar tarif tol bahkan jumlahnya dari tahun ke tahun naik dan terus naik.

Pengelolaan jalan tol yang seperti ini menunjukkan pemerintah lebih memihak kepada swasta daripada memberi kemudahan kepada masyarakat. Pemerintah lebih cenderung memberi kemudahan kepada swasta, dalam hal ini para operator jalan tol, untuk berbisnis pada area pelayanan umum. 

Padahal seharusnya, pemerintah lah yang bertanggung jawab untuk mengadakan dan mengelolanya dengan mudah dan murah.

Kemarahan masyarakat terhadap naiknya tarik tol menunjukkan pembangunan ala kapitalisme tidak sesuai dengan fitrah manusia dan akan terus meresahkan. Maka dibutuhkan alternatif sistem lain yang meletakkan orientasi pembangunan pada kemaslahatan masyarakat sebagai dasarnya. 

Tentu agar masyarakat tidak terbebani sehingga dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik dan mudah. Sistem yang kompeten untuk mengantarkan pada keadilan dan kesejahteraan hidup hanyalah dengan menerapkan syariat Islam kaffah dalam bingkai khilafah. 

Islam menetapkan bahwa melayani masyarakat adalah tanggung jawab penguasa (khalifah), termasuk penyediaan infrastruktur publik. Tidak ada biaya yang harus dibebankan kepada publik, yakni gratis.

Penguasa adalah penanggung jawab rakyat. Rasulullah bersabda; "Seorang imam (khalifah/kepala negara) pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Menyerahkan pengadaan dan pengelolaan infrastruktur publik kepada swasta tidak dibenarkan menurut syariat Islam, dengan alasan apapun meski dengan alasan tingginya biaya pembangunan. 

Sebab pembangunan melalui investasi dan utang sangatlah membahayakan kedaulatan negara. Islam menetapkan jalan sebagai aset umum, sapa saja boleh melintasi tanpa pungutan biaya apapun. Haram hukumnya negara melakukan komersialisasi pada aset milik umum. 

Jika negara memungut biaya jalan, hal ini akan menghilangkan hakekat jalan sebagai milik umum yang semua orang bebas melintasinya. Khilafah akan terus berusaha untuk selalu meningkatkan pelayanan terbaik bagi masyarakat. 

Dalam menjalankan fungsinya untuk menyediakan infrastruktur publik, keuangan negara bertumpu pada Baitul Mal pada pos kepemilikan umum, yakni pos pengelolaan sumber daya alam yang depositnya luar biasa besar. 

Dengan mengelola sepenuhnya SDA, negara akan mampu menunaikan tanggung jawab besarnya untuk melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan sebaik-baiknya. 

Wallahu a'malahum bisa Ash-Shawab.


Oleh: Aulia Rahmah
Kelompok Penulis Peduli Umat
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar