Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketika Pikiran atau Jiwanya Berubah maka Nasibnya Berubah


Topswara.com -- Law of Projection: Apa pun yang terfokuskan dalam pikiran kita akan otomatis terproyeksikan menjadi Nasib kita. Hukum proyeksi yang penulis sebutkan adalah salah satu konsep dalam berbagai ajaran spiritual dan filosofis, terutama dalam konteks hukum tarik-menarik atau hukum ketertarikan. Konsep ini mengemukakan bahwa apa pun yang kita fokuskan dalam pikiran kita akan memiliki pengaruh pada realitas atau nasib kita.

Namun, penting untuk diingat bahwa pandangan semacam ini tidaklah diakui secara universal dalam ilmu pengetahuan atau psikologi modern. Meskipun pikiran kita dapat memengaruhi tindakan dan perilaku kita, serta cara kita mempersepsikan dan merespons situasi, gagasan bahwa pikiran kita secara langsung menciptakan nasib atau realitas eksternal secara otomatis tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat.

Beberapa orang mungkin menemukan manfaat dalam mempraktikkan gagasan ini sebagai bagian dari pendekatan spiritual atau pribadi mereka terhadap kehidupan. Namun, seperti halnya dengan banyak konsep spiritual, penting untuk mempertimbangkan dengan kritis dan menyelidiki efeknya dalam kehidupan nyata. Selalu bijaksana untuk menggabungkan gagasan-gagasan spiritual dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman pribadi yang kuat.

Ketika realitas primer kita menyebut penuh, maka kita sedang memproyeksikan doa kita.

Pernyataan ini menggambarkan gagasan bahwa ketika kita merasakan atau menciptakan realitas yang diinginkan dengan kuat dalam pikiran dan perasaan kita, kita sebenarnya sedang "memproyeksikan doa" kita ke alam semesta atau kekuatan yang lebih besar. Ini seringkali terkait dengan keyakinan dalam hukum tarik-menarik atau kekuatan positif berpikir, di mana pikiran positif dan niat baik dianggap dapat membawa pengaruh positif dalam hidup seseorang.

Dalam konteks ini, "doa" tidak selalu harus berarti doa ke entitas agama tertentu, tetapi lebih kepada energi atau niat positif yang kita arahkan ke alam semesta atau kekuatan yang kita yakini. Ketika kita menganggap realitas primer kita "penuh," kita berusaha memproyeksikan keinginan, aspirasi, atau harapan kita ke dalam alam semesta, dengan harapan bahwa realitas tersebut akan direspon dan diwujudkan sesuai dengan yang kita inginkan.

Seperti halnya dengan konsep sebelumnya, penting untuk diingat bahwa gagasan ini terutama bersifat spiritual atau filosofis, dan efeknya dapat berbeda bagi setiap individu. Banyak orang menemukan manfaat dalam mempraktikkan pemikiran positif dan memvisualisasikan tujuan mereka dengan jelas, tetapi juga penting untuk tetap realistis dan menyadari bahwa tidak semua hal dalam hidup dapat dikendalikan melalui pikiran dan perasaan saja.

Ya Allah penuhkanlah hidupku. Ya Allah penuhkanlah kebahagiaanku. Ya Allah penuhkanlah keharmonisanku.

Pernyataan tersebut mencerminkan doa atau harapan seseorang kepada Tuhan, dengan memohon agar hidup, kebahagiaan, dan keharmonisan mereka dipenuhi. Doa semacam ini adalah ekspresi dari keyakinan spiritual seseorang dan upaya untuk mencari dukungan atau bimbingan dari yang lebih tinggi dalam kehidupan mereka.
Banyak orang di berbagai tradisi agama menggunakan doa sebagai cara untuk mengungkapkan keinginan, kebutuhan, dan rasa syukur kepada Tuhan. Doa dapat menjadi cara untuk mencari ketenangan batin, harapan untuk perubahan, atau mengungkapkan rasa syukur atas berkah yang diterima.

Penting untuk diingat bahwa doa merupakan pengalaman yang sangat pribadi dan bervariasi dari individu ke individu. Bagi beberapa orang, doa merupakan aspek penting dalam kehidupan sehari-hari, sementara yang lain mungkin memiliki pendekatan yang berbeda terhadap spiritualitas atau mencari makna dalam cara lain.

Terlepas dari agama atau kepercayaan tertentu, banyak orang menganggap doa sebagai cara untuk berhubungan dengan yang lebih tinggi, mencari bimbingan, dan mengekspresikan perasaan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana Kita Menggunakan Law of Projection dalam Kehidupan Kita?

Penggunaan hukum proyeksi dalam kehidupan sehari-hari bisa melibatkan kesadaran diri dan praktik-praktik mental yang bertujuan untuk menciptakan realitas yang diinginkan. Berikut adalah beberapa cara untuk mengintegrasikan konsep ini dalam kehidupan:

1. Pemantapan Tujuan dan Visi: Identifikasi apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup Anda. Tetapkan tujuan yang jelas dan visi yang mendalam tentang bagaimana Anda ingin menjalani hidup Anda.

2. Visualisasi Positif: Gunakan visualisasi untuk membayangkan diri Anda mencapai tujuan dan menjalani hidup yang Anda inginkan. Bayangkan dengan detail bagaimana rasanya, bagaimana terlihat, dan bagaimana itu memengaruhi perasaan Anda.

3. Perhatikan Pikiran dan Perasaan: Jagalah kesadaran terhadap pikiran dan perasaan Anda sehari-hari. Sadari jika ada pola pikiran negatif atau kekhawatiran yang muncul, dan usahakan untuk mengubahnya menjadi pikiran yang lebih positif dan membangun.

4. Praktik Gratitude (Rasa Syukur): Lakukan latihan rasa syukur setiap hari dengan menghargai apa yang Anda miliki saat ini. Ini membantu Anda memperkuat pikiran positif dan energi yang Anda proyeksikan ke dunia.

5. Beraksi Secara Konsisten: Tentu saja, tidak cukup hanya dengan memvisualisasikan hal-hal yang Anda inginkan. Anda juga perlu bertindak secara konsisten untuk mewujudkannya. Tindakan konsisten adalah bagian penting dari mengarahkan energi Anda menuju pencapaian tujuan Anda.

6. Mengelola Ketakutan dan Keraguan: Ketakutan dan keraguan adalah bagian alami dari perjalanan menuju tujuan. Tantang diri Anda untuk melampaui ketakutan dan keraguan tersebut dengan keyakinan dan keberanian.

7. Bersikap Positif dan Terbuka: Bersikaplah positif dan terbuka terhadap peluang dan kemungkinan yang muncul di sepanjang jalan. Hindari terjebak dalam pikiran negatif atau sikap yang membatasi.

8. Pemahaman tentang Respon: Terima bahwa tidak semua yang Anda inginkan mungkin akan terwujud sebagaimana yang Anda harapkan. Namun, respons Anda terhadap situasi tersebut tetaplah penting. Gunakan pengalaman sebagai pembelajaran dan dorongan untuk terus maju.

Dengan kesadaran diri yang mendalam, praktik mental yang teratur, dan tindakan yang sesuai, Anda dapat mengintegrasikan Hukum Proyeksi dalam kehidupan sehari-hari Anda untuk menciptakan realitas yang lebih positif dan memenuhi. Rezeki itu adalah energi baik. Ketika di dalam tubuh kita seluruhnya baik, maka rezeki akan datang secara otomatis.

Pernyataan tersebut mencerminkan keyakinan dalam beberapa tradisi spiritual bahwa energi positif atau kebaikan dalam diri kita dapat mempengaruhi aliran rezeki atau keberuntungan dalam hidup kita. Konsep ini sering kali terkait dengan gagasan bahwa pikiran, perasaan, dan energi yang kita pancarkan ke dunia luar memiliki dampak dalam menarik pengalaman dan situasi dalam hidup kita.

Dalam konteks ini, "rezeki" tidak hanya merujuk pada aspek finansial atau materi, tetapi juga mencakup segala sesuatu yang positif dan bernilai dalam kehidupan, seperti kesehatan, hubungan yang baik, dan kesempatan. Ketika kita menjaga keseimbangan dalam diri kita, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual, kita menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi aliran positif dalam hidup kita.

Namun, penting untuk diingat bahwa gagasan ini lebih bersifat spiritual atau filosofis dan tidak selalu diakui secara universal dalam ilmu pengetahuan atau ekonomi. Sementara sikap positif, keseimbangan, dan kebaikan dapat memengaruhi persepsi dan respons kita terhadap situasi hidup, faktor-faktor lain seperti keberuntungan, kesempatan, dan kebijakan ekonomi juga memiliki peran dalam menentukan rezeki seseorang.
Oleh karena itu, sambil menghargai nilai dari pemeliharaan kebaikan dalam diri kita, penting juga untuk mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi kehidupan kita dan mengambil tindakan yang bijaksana dan terarah untuk meraih tujuan dan keberhasilan kita.

Ubahlah apa yang ada dalam pikiran-pikiran spiritual kita, maka nasib kita pun akan berubah. Pernyataan tersebut menyoroti konsep bahwa perubahan dalam pikiran-pikiran spiritual kita dapat mempengaruhi nasib atau realitas kita. Ini mencerminkan keyakinan bahwa kesadaran spiritual, pemahaman diri, dan pertumbuhan pribadi dapat membuka pintu untuk pengalaman yang lebih positif dan memenuhi dalam kehidupan.

Dalam konteks ini, "pikiran spiritual" mengacu pada pemahaman dan pandangan yang lebih dalam tentang diri kita, alam semesta, dan tujuan hidup kita. Ketika kita mengubah pola pikir kita, membuka diri terhadap pertumbuhan spiritual, dan memperdalam hubungan dengan yang lebih tinggi atau alam semesta, kita mungkin mendapati bahwa persepsi kita terhadap kehidupan berubah dan kita lebih mampu menghadapi tantangan dengan ketenangan dan kebijaksanaan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa perubahan dalam pikiran spiritual tidak selalu secara langsung atau instan mengubah nasib kita. Ini sering merupakan proses yang berkelanjutan dan memerlukan komitmen untuk pertumbuhan pribadi dan pengembangan spiritual. Selain itu, faktor-faktor lain seperti keberuntungan, kebijaksanaan tindakan, dan kondisi eksternal juga dapat memengaruhi hasil dalam hidup kita.

Meskipun demikian, pengembangan pikiran spiritual yang lebih mendalam dapat membantu kita menghadapi kehidupan dengan lebih baik, menemukan makna yang lebih dalam, dan menciptakan pengalaman yang lebih memuaskan dan bermakna.

Allah SWT berfirman:

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ  

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d (13): 11)

Sobat. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt menugaskan kepada beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara bergiliran, di muka dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Ada malaikat yang bertugas menjaga manusia di malam hari, dan ada yang di siang hari, menjaga dari pelbagai bahaya dan kemudaratan. Ada pula malaikat yang mencatat semua amal perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yaitu malaikat yang berada di sebelah kanan dan kiri. Malaikat yang berada di sebelah kanan mencatat segala kebaikan, dan yang di sebelah kiri mencatat amal keburukan, dan dua malaikat lainnya, yang satu di depan dan satu lagi di belakang. Setiap orang memiliki empat malaikat empat pada siang hari dan empat pada malam hari. Mereka datang secara bergiliran, sebagaimana diterangkan dalam hadis yang sahih:

Ada beberapa malaikat yang menjaga kamu secara bergiliran di malam hari dan di siang hari. Mereka bertemu (untuk mengadakan serah terima) pada waktu salat Subuh dan salat Ashar, lalu naiklah malaikat-malaikat yang menjaga di malam hari kepada Allah Taala. Dia bertanya, sedangkan Ia sudah mengetahui apa yang akan ditanyakannya itu, "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kamu meninggalkan mereka (di dunia)?" Malaikat menjawab, "Kami datang kepada mereka ketika salat dan kami meninggalkan mereka, dan mereka pun sedang salat." (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Apabila manusia mengetahui bahwa di sisinya ada malaikat-malaikat yang mencatat semua amal perbuatan dan mengawasinya, maka dia harus selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat karena setiap aktivitasnya akan dilihat oleh malaikat-malaikat itu. 

Pengawasan malaikat terhadap perbuatan manusia dapat diyakini kebenarannya setelah ilmu pengetahuan menciptakan alat-alat modern yang dapat mencatat semua kejadian yang terjadi pada diri manusia. Sebagai contoh, alat pengukur pemakaian aliran listrik dan air minum di tiap-tiap kota dan desa telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat diketahui berapa jumlah yang telah dipergunakan dan berapa yang harus dibayar oleh si pemakai. Demikian pula alat-alat yang dipasang di kendaraan bermotor yang dapat mencatat kecepatannya dan mengukur berapa jarak yang telah ditempuh. 

Perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan bermacam-macam perkara gaib, sebagai bukti yang dapat memberi keyakinan kepada kita tentang benarnya teori ketentuan agama. Hal itu juga menjadi sebab untuk meyakinkan orang-orang yang dikuasai oleh doktrin kebendaan, sehingga mereka mengakui adanya hal-hal gaib yang tidak dapat dirasakan dan diketahui hanya dengan panca indera. Oleh karena itu, sungguh tepat orang yang mengatakan bahwa kedudukan agama dan pengetahuan dalam Islam laksana dua anak kembar yang tidak dapat dipisahkan, atau seperti dua orang kawan yang selalu bersama seiring sejalan dan tidak saling berbantahan.

Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah dan seizin-Nya. Mereka menjalankan tugas dengan sempurna. Sebagaimana dalam alam kebendaan ada hubungan erat antara sebab dan akibat, sesuai dengan hikmahnya, seperti adanya pelupuk mata yang dapat melindungi mata dari benda yang mungkin masuk dan bisa merusaknya, demikian pula dalam kerohanian, Allah telah menugaskan beberapa malaikat untuk menjaga manusia dari berbagai kemudaratan dan godaan hawa nafsu dan setan. 

Allah SWT telah menugaskan para malaikat itu untuk mencatat amal perbuatan manusia meskipun kita tidak tahu bagaimana cara mereka mencatat. Kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah sendiri cukup untuk mengetahuinya, tetapi mengapa Dia masih menugaskan malaikat untuk mencatatnya? Mungkin di dalamnya terkandung hikmah agar manusia lebih tunduk dan berhati-hati dalam bertindak karena kemahatahuan Allah melingkupi mereka. Amal mereka terekam dengan akurat sehingga kelak tidak ada yang merasa dizalimi dalam pengadilan Allah.

Ali bin Abi Talib mengatakan bahwa tidak ada seorang hamba pun melainkan ada malaikat yang menjaganya dari kejatuhan tembok, jatuh ke dalam sumur, dimakan binatang buas, tenggelam, atau terbakar. Akan tetapi, bilamana datang kepastian dari Allah atau saat datangnya ajal, mereka membiarkan manusia ditimpa oleh bencana dan sebagainya. 

Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa dari kenikmatan dan kesejahteraan yang dinikmatinya menjadi binasa dan sengsara, melainkan mereka sendiri yang mengubahnya. Hal tersebut diakibatkan oleh perbuatan aniaya dan saling bermusuhan, serta berbuat kerusakan dan dosa di muka bumi. Hadis Rasulullah saw: Jika manusia melihat seseorang yang zalim dan tidak bertindak terhadapnya, maka mungkin sekali Allah akan menurunkan azab yang mengenai mereka semuanya. (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Abu Bakar ash-shiddiq)

Pernyataan ini diperkuat dengan firman Allah: Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. (al-Anfal/8: 25)

Kaum muslimin pada fase pertama penyebaran Islam telah mengikuti ajaran-ajaran Al-Quran dengan penuh keyakinan dan kesadaran, sehingga mereka menjadi umat terbaik di antara manusia. Mereka menguasai berbagai kawasan yang makmur pada waktu itu, serta mengalahkan kerajaan Roma dan Persia dengan menjalankan kebijaksanaan dalam pemerintahan yang adil, dan disaksikan oleh musuh-musuhnya. Orang-orang yang teraniaya dibela dalam rangka menegakkan keadilan. Oleh karena itu, agama Islam telah diakui sebagai unsur mutlak dalam pembinaan karakter bangsa dan pembangunan negara.

Setelah generasi mereka berlalu dan diganti dengan generasi yang datang kemudian, ternyata banyak yang melalaikan ajaran agama tentang keadilan dan kebenaran, sehingga keadaan mereka berubah menjadi bangsa yang hina. Padahal sebelum itu, mereka merupakan bangsa yang terhormat, berwibawa, mulia, dan disegani oleh kawan maupun lawan. Mereka menjadi bangsa yang diperbudak oleh kaum penjajah, padahal sebelumnya mereka sebagai penguasa. Mereka menjadi bangsa yang mengekor, padahal dahulunya mereka merupakan bangsa yang memimpin.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya telah mencantumkan sebuah bab dengan judul: Kezaliman dapat Menghancurkan Kemakmuran. Beliau mengemukakan beberapa contoh dalam sejarah sebelum dan sesudah Islam, bahwa kezaliman itu menghancurkan kekuasaan umat Islam dan merendahkan derajatnya, sehingga menjadi rongrongan dari semua bangsa. Umat Islam yang pernah jaya terpuruk beberapa abad lamanya di bawah kekuasaan dan penjajahan orang Barat.

Apabila Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum dengan penyakit, kemiskinan, atau bermacam-macam cobaan yang lain sebagai akibat dari perbuatan buruk yang mereka kerjakan, maka tak ada seorang pun yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Allah.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar