Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebijakan Cuti Ayah demi Perbaiki Kualitas Generasi, Solutifkah?

Topswara.com -- Peran seorang ayah merupakan salah satu kunci penting dalam membangun keluarga dan generasi yang berkualitas. Hal ini pun berkaitan erat dengan ditetapkannya cuti ayah yang diberikan kepada pegawai (ASN) untuk mendampingi istrinya saat melahirkan dan setelahnya.

Kebijakan Absurd

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menyatakan bahwa hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan tersebut akan dimuat dalam RPP Manajemen ASN. Rencananya, RPP ini akan tuntas dirampungkan paling lambat April 2024 (cnbcindonesia.com, 18/3/2024).

Anas pun menyatakan cuti ayah telah diberlakukan di banyak negara dan perusahaan. Rentang waktu cuti ayah bervariasi, mulai 15 hari, 30 hari, 40 hari, hingga 60 hari. 

Tujuan diterapkannya cuti ayah yakni demi menggapai kualitas generasi yang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan kebijakan tersebut diharapkan kualitas proses kelahiran anak dapat berjalan dengan baik. Mengingat bahwa fase melahirkan merupakan salah satu fase penting dari rangkaian fase penyiapan generasi penerus bangsa. Demikian lanjut Anas.

Fenomena fatherless pun disebut-sebut sebagai hal yang melatarbelakangi ditetapkannya hari ayah. Generasi rusak saat ini karena peran ayah yang sangat minim bahkan tidak ada setiap harinya. Orang tua, dalam hal ini ayah, ditengarai lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari nafkah ketimbang mendidik anak-anaknya. Namun, betulkah demikian?

Perubahan merupakan hal wajar yang dituju oleh setiap individu atau sekelompok individu yang dihantam berbagai kerusakan. Masyarakat mulai menyadari bahwa kerusakan generasi karena abainya peran orang tua dalam membimbing anak-anaknya. Secara parsial, bisa jadi alasan tersebut benar. 

Namun sayang, alasan tersebut ternyata tidak menyentuh akar permasalahan. Sehingga solusi yang disajikan hanyalah solusi yang tidak mampu menyelesaikan masalah secara utuh dan menyeluruh.

Faktanya, kerusakan generasi tidak hanya disebabkan hilangnya peran ayah dalam pendidikan keluarga. Namun juga, hilangnya pendidikan di keluarga, kontrol masyarakat dan edukasi di tingkat negara. 

Saat ini, fakta memilukan banyak menimpa keluarga muslim. Orang tua tidak lagi sebagai pusat pendidikan keluarga. Beragam alasan mengemuka, mulai dari kesibukan bekerja hingga minimnya pemahaman dalam pendidikan keluarga.

Semua ini tidak lepas dari sistem yang kini diterapkan. Kondisi yang begitu bebas, semua aktivitas hanya diorientasikan demi materi, kebebasan dan kesenangan. Sehingga timbullah budaya permisif dan hedonis. 

Sementara kebijakan negara, tidak mampu mengendalikan arus liberalisasi yang begitu deras mengancam kehidupan generasi. Wajar saja, generasi yang tercipta adalah generasi yang serba bebas yang tidak menghendaki adanya aturan jelas yang mengikat. 

Alhasil, kualitas generasi makin merosot. Hingga akhirnya mengancam kehidupan di masa datang. Sosok ayah yang ada pun tidak mampu ideal mengedukasi anak dan keluarganya. Karena ayah yang ada saat ini menjadi korban sistem rusak.

Dengan demikian, penetapan kebijakan hari cuti ayah demi meningkatkan kualitas generasi, sama sekali tidak mampu menyentuh akar permasalahan yang kini tengah dihadapi. Dan penetapan tersebut merupakan kebijakan absurd ala sekularisme yang bersifat pragmatis. 

Sistem sekularisme, sistem batil yang kini diterapkan, telah menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Setiap individu hanya didorong untuk memenuhi setiap keinginannya tanpa batas demi materi dan kenikmatan duniawi semata. Sehingga masalah generasi dan kualitas ayah yang rendah menjadi hal yang wajar tercipta dalam sistem rusak ini. 

Islam, Satu-satunya Sistem Penjaga

Sistem yang terbukti ampuh melahirkan individu dan generasi gemilang adalah sistem Islam. Selama 1300 tahun, generasi yang terlahir dari sistem Islam, menggenggam kegemilangan yang cerdas sepanjang peradaban Islam memimpin lebih dari dua pertiga wilayah dunia. 

Generasi berkepribadian mulia dengan akidah Islam yang tangguh terbukti membawa Islam sebagai satu-satunya sistem yang paling andal sepanjang kehidupan.

Sistem Islam merupakan sistem pendukung paling ideal dalam menjaga kualitas generasi. Mulai dari sistem pendidikannya yang mengedepankan akidah Islam sebagai satu-satunya basis pengajaran. 

Dalam hal ini, khilafah, menjadi satu-satunya institusi dengan berbagai kebijakan yang senantiasa bersinergi menjaga generasi. Sehingga tercipta keefektifan kendali sosial dan negara. 

Sistem Islam juga menetapkan, tidak hanya ibu yang mendidik keluarga, peran ayah pun memiliki dominasi penting dalam proses pembelajaran dalam keluarga. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"..Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. .. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."(QS. Al-Baqarah: 233).

Sistem Islam pun memberikan cerminan teladan yang baik dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Diantaranya, saling menolong dan menjaga dalam kebaikan serta kewajiban amar makruf nahi mungkar demi menciptakan kondisi masyarakat ideal yang aman untuk proses pendidikan generasi. 

Tidak hanya itu, Islam pun menetapkan negara agar hadir sebagai institusi yang menerapkan syariat Allah SWT. secara menyeluruh. Sehingga mampu menjamin kualitas generasi gemilang yang tangguh. Demi terjaganya peradaban dan kehidupan.

Demikianlah Islam yang diterapkan secara sempurna. Niscaya menebarkan berkah dan rahmat bagi seluruh umat. Generasi tangguh dalam ikatan akidah Islam yang utuh. 

Wallahu a'lam bisshawwab. 


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar