Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bahagia Itu Selalu Bersyukur kepada Allah Kapan pun dan Apa pun Kondisinya


Topswara.com -- Sobat. Orang yang sulit bahagia adalah orang yang sulit menemukan hal-hal kecil untuk disyukuri. Dan orang yang paling gagal bersyukur terhadap nikmat Allah adalah orang yang baru sadar, justru setelah nikmat itu pergi demikian penjelasan syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Sobat. Orang yang bahagia adalah seorang yang memandang apa pun yang diterima dan dinikmatinya sebagai anugera teragung dari Allah sekalipun itu kecil dan sedikit. Baginya, yang diperhatikan bukanlah apa yang ia dapat, namun siapa yang telah memberinya. Oleh karena itu, ia selalu bersyukur kepada Allah kapan pun dan apa pun kondisinya.

Allah SWT berfirman :
۞أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَٰرِهِمۡ وَهُمۡ أُلُوفٌ حَذَرَ ٱلۡمَوۡتِ فَقَالَ لَهُمُ ٱللَّهُ مُوتُواْ ثُمَّ أَحۡيَٰهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡكُرُونَ  

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Baqarah (2) : 243).

Sobat. Dalam ayat ini, Allah memberikan tamsil atau perumpamaan bagi suatu kelompok masyarakat yang patah semangatnya, tidak mau berjuang untuk kemajuan masyarakat dan agamanya. 

Dengan ayat ini, Allah memberi-kan semangat agar sifat-sifat tersebut jangan dicontoh dan hendaklah manusia gigih berjuang untuk kejayaan bangsa dan agama. Dijelaskan juga berita orang yang lari dari tanah airnya di mana jumlah mereka ribuan banyaknya. 

Seharusnya mereka gagah berani, mampu mempertahankan tanah airnya, tetapi mereka lemah kehilangan semangat karena takut mati.

Yang tergambar dalam pikiran mereka yang melarikan diri itu adalah jalan keselamatan. Sedangkan yang terjadi sebaliknya, yaitu larinya mereka itu berarti memperkokoh kedudukan musuh untuk menjajah mereka dengan mudah. Kepada mereka yang penakut seperti ini, Allah berfirman, "hancurlah kamu karena kamu adalah pengecut."

Kemudian setelah datang kesadaran mereka untuk bersatu kembali, Allah memberikan rahmat-Nya dengan menghidupkan semangat mereka kembali sehingga mereka bangkit mengumpulkan kekuatan untuk melepaskan diri dari perbudakan kaum penjajah karena Allah mempunyai karunia, Maha Penyantun terhadap manusia, namun demikian manusia tidak bersyukur kepada-Nya.

Sungguh pun Allah menghidupkan semangat mereka kembali sebagai karunia-Nya, namun masih banyak yang tidak bersyukur kepada-Nya. Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa apabila suatu umat selalu menentang ajaran Allah, maka umat ini akan selalu mendapat bahaya dengan berbagai cobaan dari-Nya.

Sobat. Hal ini telah menjadi sunatullah bagi umat-umat terdahulu sampai sekarang. Menurut sebagian ahli tafsir, ayat ini memberikan suatu pelajaran berupa contoh perbandingan bagi umat yang mati jiwanya, yang lari dari negerinya karena tidak mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan-nya, sehingga negeri mereka menjadi jajahan. 

Rakyat yang ada di dalamnya menderita kemelaratan, penghinaan, dan kemiskinan karena mereka diperlakukan sebagai budak oleh golongan yang berkuasa yang datang dari luar. Tetapi setelah masa itu berlalu, dengan kesadaran yang diberikan Allah kepada mereka jiwa mereka hidup kembali. Mereka bangun serentak mengusir penguasa-penguasa zalim. Ini karunia dari Allah yang Mahakuasa dan Maha Penyayang.

Sobat. Orang yang tertutup mata hatinya, tidak pernah bersyukur kepada Allah. Ia tidak akan bahagia sekalipun berlimpah materi. Ia baru tersadar jika Allah mencabut nikmat-Nya, dan itu pun dihadapi dengan sikap putus asa yang merugikan dirinya sendiri.

Sobat. Ada empat pilar syukur :

Pertama, menyadari bahwa semua nikmat mutlak berasal dari Allah SWT. Caranya adalah menafakuri satu demi satu nikmat yang dilimpahkan Allah ; nikmat helaan nafas, kedipan mata, detak jantung, aliran darah, dll. Semua nikmat itu semestinya menumbuhkan rasa berutang dan bergantung kita hanya pada Sang Pemberi nikmat.

Kedua, memuji Sang Pemberi nikmat. Ada empat jenis pujian : Pujian 
Allah kepada diri-Nya sendiri. Pujian Khalik kepada makhluk-Nya. Pujian makhluk kepada Khalik. Pujian makhluk kepada makhluk. Semua pujian pada hakikatnya kembali kepada Allah SWT.

Ketiga, menggunakan nikmat untuk taat kepada Sang Pemberi Nikmat. Pada saat kita mencurahkan hati, pikiran, tenaga, harta, waktu dan segala fasilitas yang kita miliki untuk taat kepada Allah. Saat itulah kita disebut bersyukur.

Keempat, mencintai Sang Pemberi Nikmat. Misalnya pada saat berbuat baik kepada kedua orang tua, selain bersyukur dan mencintai keduanya, kita seharusnya juga bersyukur dan mencintai Allah. Sebab, semua pemberian orang tua kita pada hakikatnya adalah nikmat Allah yang disampaikan melalui beliau berdua.

Allah SWT berfirman :
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ  

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".” (QS. Ibrahim (14) : 7).

Sobat. Dalam ayat ini Allah swt kembali mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Bila mereka melaksanakannya, maka nikmat itu akan ditambah lagi oleh-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya, dan tidak mau bersyukur bahwa Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka.

Sobat. Mensyukuri rahmat Allah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, dengan ucapan yang setulus hati; kedua, diiringi dengan perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut untuk tujuan yang diridai-Nya.

Sobat. Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita lihat bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang, pada umumnya tidak pernah jatuh miskin ataupun sengsara. Bahkan, rezekinya senantiasa bertambah, kekayaannya makin meningkat, dan hidupnya bahagia, dicintai serta dihormati dalam pergaulan. 

Sebaliknya, orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak bertambah, bahkan lekas menyusut. Di samping itu, ia senantiasa dibenci dan dikutuk orang banyak, dan di akhirat memperoleh hukuman yang berat.

Sobat. Tambahan nikmat adalah buah dari Syukur ; Bertambahnya keyakinan pada Allah SWT. Bertambahnya pengetahuan untuk lebih dekat dan lebih mengenal Allah SWT. 

Kemampuan untuk terus bersyukur, taat dan menggunakan kenikmatan di jalan yang diridhai Allah. Perubahan akhlak menjadi lebih baik. Balasan kebaikan di akherat. Dan nikmat yang pertama kali mesti kita minta kepada Allah adalah kemampuan mengetahui dan melihat nikmat itu sendiri.


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku Buatlah Tanda di Alam Semesta
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar