Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BBM Murah Mustahil dalam Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Di tengah keterpurukan akibat susahnya memenuhi kebutuhan hidup karena kemiskinan dan susahnya lapangan pekerjaan, kini pemerintah kembali membuat kebijakan dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

PT Pertamina (Persero) telah resmi mengubah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis non subsidi pada hari ini, Jumat (01/09/2023). Setidaknya ada empat jenis BBM yang mengalami kenaikan antara lain Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamax Dex.

Meskipun BBM yang mengalami kenaikan hanya berlaku pada BBM non subsidi, tetap saja keputusan ini memberatkan masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi. 

Padahal, saat ini yang menggunakan kendaraan pribadi bukanlah dari kalangan orang-orang kaya saja, melainkan kalangan menengah ke bawah juga memiliki kendaraan pribadi sebagai penopang perekonomian mereka.

BBM adalah salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat selain sandang, pangan, dan papan. BBM merupakan salah satu bahan yang menjadi penggerak perekonomian sebagian besar masyarakat. 

Keberadaan BBM seharusnya disediakan oleh negara dengan harga yang terjangkau dan mudah didapatkan. Namun, hal itu tidak terjadi di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme.

Kenaikan harga bahan bakar minyak memiliki andil terhadap kenaikan bahan pokok. Sebab, menjadi tradisi ketika BBM naik maka bahan pokok lainnya pun ikut. 

Kenaikan harga BBM disebabkan adanya kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam atau tambang. Sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi negeri ini hanya memikirkan untung rugi seperti halnya BBM saat ini diposisikan sebagai objek komersial semata yang menghasilkan pundi-pundi rupiah. 

Negara tidak memposisikan sumber daya alam migas sebagai kepemilikan rakyat. Padahal hakikatnya sumber daya alam termasuk migas adalah barang yang merupakan kepemilikan umum, penguasaan pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara.

Namun, saat ini sumber daya alam pengelolaannya diserahkan kepada segelintir orang. Sehingga menyebabkan sebagian yang lain sulit untuk mengakses dan mendapatkannya, kalaupun rakyat dapat menikmati mereka harus membayarnya dengan harga mahal. 

Negara sendiri memberi ruang seluas-luasnya bagi para oligarki, faktanya negara memiliki peran mengesahkan segala regulasi yang memudahkan para korporasi berinvestasi dalam mengelola sumber daya alam. 

Seharusnya negara memiliki tujuan untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya dengan mengelola sumber daya alam yang ada. Namun, ini tidak terjadi saat ini. Sebab dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator semata yang tujuannya menyejahterakan sebagian kalangan bukan penanggung jawab utama untuk mengurusi hajat hidup rakyatnya.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memiliki konsep dalam pengelolaan sumber daya alam, yakni Islam tidak berparadigma bahwa pengelolaan sumber daya alam berbasis swasta atau korporasi. 

Dalam Islam bahan tambang baik batubara, emas, perak, gas, minyak bumi, nikel, dan lainnya adalah merupakan kepemilikan umum. Sementara tugas negara adalah mengelola sumber daya alam dan bahan tambang tersebut dengan orientasi kelestarian sumber daya alam. 

Sedangkan hasil dari pengelolaan tambang tersebut harus dikembalikan kepada rakyat dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan harga yang murah bahkan gratis. Atau dalam bentuk subsidi yang dapat digunakan untuk mengakses fasilitas umum semisal sekolah, kesehatan, pendidikan, serta fasilitas umum lainnya.

Kewajiban negara dalam mengelola sumber daya alam milik umum Disandarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi dari abyad Bin Hamal diceritakan bahwa abyadh meminta kepada Rasulullah untuk mengelola tambang garam. 

Rasulullah mengabulkan permintaan Abyadh tersebut. Tetapi diingatkan oleh sahabat “wahai Rasulullah Tahukah Engkau Apa yang kau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (Ma’u al-didu) Rasulullah kemudian bersabda “tariklah tambang tersebut darinya”.

Penarikan kembali pemberian Rasulullah terhadap Abyadh ini adalah sebagai dasar dari larangan sesuatu yang sifatnya menjadi milik umum termasuk migas yang jumlahnya tidak terbatas untuk dimiliki oleh individu atau korporasi. Sehingga, rakyat dapat menikmatinya tanpa harus bersusah payah untuk mendapatkannya dengan harga yang murah.

Dengan demikian, semua ini dapat dilakukan oleh negara dengan menggandeng BUMN yang amanah serta profesional dalam mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. 

Jika sumber daya dikelola dengan berbasis syariat Islam rakyat akan dapat menikmati kekayaan alam yang dimiliki dengan mudah, murah, dan gratis. Karena syariat akan mencegah terjadinya liberalisme sumber daya alam di sektor migas sehingga kesejahteraan rakyat pun akan terwujud. 

Wallahualam Bishawwab.


Dewi Sartika
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar