Topswara.com -- Miris! Sebuah kata yang menggambarkan perasaan hati, ketika melihat masih banyak pelajar yang melakukan perundungan atau pembulyan. kasus “bullying” nyatanya semakin banyak, bahkan tak sedikit dari kasus ini, yang menjadi pelaku, dia dulunya sebagai korban.
Hal ini memang seperti estafet, dimana korban akan melakukan hal yang sama kepada orang lain yang dianggapnya lemah. Bahkan, bisa saja korban balas dendam dengan melakukan hal yang sama atau lebih parah kepada pelaku yang membully nya.
Seperti kasus yang terjadi akhir-akhir ini, ARR (15), siswa salah satu SMA di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berhasil ditangkap polisi karena telah menikam teman sekolahnya yaitu MRN (15), menggunakan senjata tajam jenis pisau. Motifnya diduga korban kerap merundung pelaku. Seperti yang disampaikan oleh Kompol Thomas Afrian, “Hasil informasi sementara, pelaku sakit hati karena di-bully oleh korban”. (Kompas.com-01/08/2023).
Siswa SMP berinisial R (13) membakar sekolahnya yakni SMP Negeri 2 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Motif siswa bakar sekolah ini karena sakit hati kerap di-bully oleh teman-temannya. (Liputan6.com-03/07/2023).
Pembullyan perlu menjadi perhatian khusus, karena hal ini jelas-jelas membahayakan. Bukan hanya berbahaya untuk diri sendiri melainkan orang lain juga. Perundungan yang terus berulang, menjadi potret buram pendidikan hari ini. Pendidikan hari ini begitu sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan, mata pelajaran agama Islam pun diberikan jam yang sedikit.
Sekularisme nyatanya telah gagal menghasilkan generasi yang bermoral, berakhlak mulia, lebih jauh lagi berkepribadian Islam. Bagaimana mungkin sekularisme dengan konsepnya itu, dapat melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, karena konsepnya saja sudah jelas-jelas berlawanan dengan Islam.
Bahaya sekularisme ini, menjadikan siswa atau generasi sekarang tidak mempunyai batasan yang jelas, karena mereka tidak ingin aturan Islam ikut campur dalam kehidupannya, sehingga mereka berani melakukan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan bahkan sampai membunuh.
Perundungan dan pembunuhan dikalangan pelajar menjadi bukti rusaknya moral para pelajar saat ini, mereka jauh dari nilai-nilai agama, tidak bisa mengontrol perilakunya dan merasa bebas melakukan sesuatu apapun.
Pelajaran agama yang diberikan di sekolah, nyatanya tidak dapat 100 persen menjadi filter bagi pelajar dalam melakukan sesuatu, pembelajaran yang hanya sebentar dan tidak diterapkan, ditambah banyak faktor lain, seperti konten-konten kekerasan baik film, game online dan lainnya yang tersebar luas, dapat menjadi pemicu rusaknya moral pelajar hari ini.
Tidak akan ada asap kalau tidak ada api, begitu katanya. Namun, dalam kejadian ini perundungan dan pembunuhan tidak bisa dibenarkan. Perlu ada solusi tuntas yang langsung ke akarnya, bukan hanya sekedar permukaannya saja, karena nyatanya solusi yang hanya mengatasi permukaannya saja, tak mampu mencegah dan akan terus terulang.
Perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak, dimulai dari keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, orang tua perlu menanamkan akidah yang kuat bagi anak sebagai landasan kehidupannya, sehingga anak akan memiliki benteng yang kuat dan tidak mudah mencela orang lain atau melakukan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan.
Masyarakat pun harus menjadi kontrol sosial, jangan acuh terhadap perundungan, masyarakat Islami dengan budaya amar makruf nahi mungkar tidak akan membiarkan atau menoleransi tindakan yang bertentangan dengan Islam, termasuk perundungan.
Sekolah pun memiliki peran penting dalam hal ini, sekolah perlu mendidik siswa dengan baik, berakhlaqul karimah, dan mengajarkan kepada siswa bahwa sesama Muslim adalah saudara, mengajarkan untuk saling mendukung dan menjaga perasaan saudaranya.
Adapun negara, dimana negara sangat berperan besar dalam mengatasi perundungan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi masyarakatnya, negara perlu menerapkan sistem pendidikan Islam, dimana akan dilahirkan individu yang berkepribadian Islam.
Negara perlu menerapkannya dalam semua jenjang sekolah dan satuan Pendidikan. Jika sistem pendidikannya baik, maka output yang dihasilkannya akan baik pula. Disamping itu, Negara juga harus mengontrol media dan informasi yang diakses oleh masyarakatnya, termasuk anak-anak. Tidak boleh ada konten yang berbau kekerasan di media manapun.
Dengan adanya perlindungan dari keluarga yang menanamkan akidah Islam, masyarakat yang menjadi kontrol sosial dengan amar makruf nahi munkar, sekolah yang mendidik siswanya dengan baik dan menerapkan sistem pendidikan Islam, dibantu oleh negara untuk menerapkannya, serta negara yang mengontrol media dan informasi yang diakses oleh masyarakatnya, maka perundungan akan teratasi dan tidak akan merajalela sampai menimbulkan perilaku jahat lainnya seperti sekarang ini.
Namun, semua itu akan terealisasikan jika negara menerapkan aturan islam secara kaffah.
Wallahua’lam bishshawab.
Oleh: Nadia Khoerun Nissa
Makasiswa
0 Komentar