Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penyebab Menjadi Dewasa Itu Tidak Mudah


Topswara.com -- Masih ingatkah dulu ketika kita masih kecil? Melihat kehidupan orang dewasa itu terlihat indah sekali. Bisa bebas melakukan apa saja, beli ini itu tanpa dilarang oleh orang tua. Tidak perlu setiap pagi berangkat ke sekolah atau pun mengerjakan berbagai tugas dari sekolah. Bisa memerintah anak kecil seenaknya. Bahkan membuat berbagai peraturan di rumah sesuai kehendak mereka. 

Tetapi ketika giliran kita menjadi dewasa ternyata realita yang terjadi tidak seindah impian kita di saat kecil. Menjadi dewasa itu ternyata harus siap dihajar dan dibanting dengan berbagai macam kenyataan. 

Karena mulai mengenal berbagai macam tuntutan hidup, seperti tuntutan menikah, mempunyai anak, mobil, rumah, karir yang bagus atau ekspektasi masa depan yang cemerlang lainnya. 

Alhasil setiap hari hanya ada rasa khawatir, cemas, ketidaktenangan, terkadang mental tidak stabil, menangis seharian namun tetap berusaha untuk tersenyum dan berkata I'm ok, aku baik-baik saja tetapi sebenarnya I'm hopeless. 

Seperti kasus yang sempat viral kapan hari seorang ibu muda yang akhirnya memutuskan untuk melakukan bunuh diri setelah ditipu jutaan oleh pinjol. 

Karena tidak kuat menanggung berbagai macam tekanan hidup, seperti kecemasan karena yang digunakan diduga uang perusahaan tempat dia bekerja, takut dipenjara karena termasuk tindakan penggelapan, malu menghadapi suami, keluarga besar, rekan kerja, dan sebagainya. Bahkan sebelum memutuskan untuk bunuh diri, dia sempat membuat video dengan kata-kata, "Aku kuat, tetapi aku menyerah."

Kasus bunuh diri karena terlilit utang di atas adalah satu dari seribu kasus lebih yang pernah terjadi di negeri ini. Bisa menimpa laki-laki atau pun perempuan. 

Pertanyaanya? Memang menjadi dewasa itu semenyakitkan itu ya? Sepertinya hampir semua setuju bahwa menjadi dewasa itu ternyata tidak mudah? Jadi apa penyebabnya?

Penyebab Beratnya Kehidupan Dewasa

Namanya hidup, pastinya ada up and down penuh dengan lika-liku. Tidak selalu bahagia, tetapi banyak juga kesedihan dan kegagalan. Nah, penentu kita bisa survive atau enggak adalah tergantung dari pola pikir kita.

Pertama, pola pikir tentang bahagia yang salah ala kapitalisme, seperti "Bahagia itu jika kita memiliki uang yang banyak dan harta mewah."

Bagi penganut kapitalisme tujuan hidup manusia adalah mengejar materi sebanyak-banyaknya. Karena kecukupan dan keberlimpahan materi adalah indikator kebahagiaan. 

Jadi, jika manusia ingin dibilang berhasil saat dewasa, maka manusia harus mengejar kekayaan dan bisa meningkatkan status sosial. Kerja keras sampai tipes itu memang benar adanya. Bahkan hingga menghalalkan segala cara demi bisa meraih tujuannya tersebut. Lelah? sudah pasti sangat lelah, tetapi ada perasaan bahwa ini harus dijalani.

Sedangkan di dalam Islam tujuan hidup seorang manusia adalah untuk ibadah. Ibadah di sini artinya tha'atullah (taat kepada Allah SWT) , wa khudhu'un lahu (tunduk dan patuh kepada Allah SWT) dan waltizamu ma syara'ahu minad din (terikat dengan aturan dalam agama yang disyariatkan-Nya). 

Artinya manusia hanya fokus untuk meraih ridha Allah SWT. Kebahagiaan itu bukan pada melimpahnya harta, tetapi pada ketaatan total kepada Allah SWT. Sehingga Allah SWT tanamkan di dalam hati orang-orang beriman ketenangan, keberkahan hidup, dan kebahagiaan.

هُوَ الَّذِىۡۤ اَنۡزَلَ السَّكِيۡنَةَ فِىۡ قُلُوۡبِ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ لِيَزۡدَادُوۡۤا اِيۡمَانًا مَّعَ اِيۡمَانِهِمۡ‌ ؕ

Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada).
(QS. Al-Fath: 4).

Dan keberhasilan itu ketika akhir hidup kita di surga bukan di neraka. Kemudian pola pikir ini akan berpengaruh dengan bagaimana cara manusia memandang masalah dan kegagalan.

Kedua, asas dari kapitalisme adalah sekularisme yang artinya memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya kualitas keimanan dan ketakwaan seseorang menjadi sangat rendah. 

Ketika Allah SWT sama sekali tidak dilibatkan dalam kehidupan, maka manusia akan memandang masalah atau ujian hidup sebagai sebuah kerugian dan malapetaka besar. Dia tidak paham tentang qadha (ketetapan Allah SWT). 

Ketika mendapatkan nikmatan dia akan bahagia, tetapi lupa cara bersyukur. Sedangkan ketika mendapatkan kesulitan dia akan merasa hancur dan berputus asa. 

Kegagalan dianggap sebagai akhir dari segalanya, tidak memiliki rasa optimis, kena mental illness dan berakhir melakukan hal yang diharamkan Allah SWT, seperti bunuh diri.

Sedangkan dalam pola pikir Islam, manusia wajib percaya bahwa Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik untuk dia. Jika dia diberi kesenangan, maka dia akan bersyukur. 

Karena nikmat itu datangnya dari Allah Ta'ala. Jika ditimpa kemalangan dalam hidup, maka dia akan memandangnya sebagai sebuah ujian yang membuatnya mendapatkan surga jika bersabar dan tetap berdoa serta berikhtiar. 

Jika gagal, maka dia akan memandangnya penuh keyakinan bahwa ada hikmah dalam setiap peristiwa dan tugasnya adalah untuk terus berikhtiar dan bertawakal kepada Allah SWT. Kesulitan hidup itu bukan untuk jadi bahan overthinking, tetapi untuk dihadapi. 

Percayalah, dengan memahami cara bersyukur, ikhlas dan bersabar itu adalah kunci survive dalam kehidupan dewasa. Kuncinya ya butuh memahami tsaqafah Islam dan tsaqafah izzah

Ketiga, negara yang menerapkan kapitalisme memang menciptakan situasi di mana seperti impossible untuk meraih kebahagiaan dan ketenangan hidup. Karena hari ini segalanya mahal, negara berlepas tangan untuk mengurusi urusan rakyatnya. 

Semuanya mahal, mulai dari kesehatan, pendidikan dan jaminan keamanan. Bagi yang tidak punya uang tidak akan bisa survive. Hubungan antara negara dan rakyat sudah seperti pebisnis dan mitra bisnis. Inilah yang membuat masa depan kita menjadi suram.

Padahal tumbuh menjadi dewasa bukanlah hal yang berat ketika kita berada dalam kehidupan Islam yang menerapkan Islam secara kaffah, yakni khilafah. Melalui penerapan Islamlah khilafah bisa menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya individu per individu dengan menerapkan sistem politik dan ekonomi Islam.

Khilafah akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok atau hak asasi warga negara. Selain itu, kesehatan, pendidikan dan keamanan adalah kebutuhan dasar warga negara yang akan dijamin secara langsung oleh khalifah. 

Khilafah benar-benar menjalankan perannya sebagai raa'in (pemimpin) dan junnah (perisai). Khilafah tidak akan sembarangan atau abai. Karena kepemimpinan mereka dijalankan berlandaskan ketaatan kepada Allah SWT. Dia akan amanah karena semuanya dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Sayangnya hari ini Islam belum diterapkan secara kaffah, namun jangan berhenti di sini. Yuk kita terus mengkaji Islam ideologis dan berjuang menegakkan Islam bersama kelompok dakwah ideologis.


Oleh: Nabila Zidane
(Analis Mutiara Umat Institute)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar