Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bahaya Artificial Intelligence Tanpa Ketakwaan


Topswara.com -- Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sudah menjadi sesuatu yang menjadi perhatian karena berpengaruh pada pekerjaan manusia.

Namun sebenarnya apa itu AI? Secara singkatnya, mengacu pada simulasi kecerdasan manusia dalam mesin yang diprogram untuk berpikir seperti manusia dan meniru tindakannya.

Istilah ini juga dapat diterapkan pada mesin apa pun yang menunjukkan sifat-sifat yang terkait dengan pikiran manusia. Di mana prosesnya termasuk dengan pembelajaran (perolehan informasi dan aturan untuk menggunakan informasi), penalaran (menggunakan aturan untuk mencapai perkiraan kesimpulan yang pasti) dan koreksi diri, dilansir dari search enterprise AI dan Investopedia, seperti dikutip Senin (13/5/2019).

Masalahnya, di balik kecerdasan AI tersebut banyak yang takut dengan pesatnya perkembangan AI. Hal pertama yang biasanya manusia pikirkan ketika mendengar istilah AI adalah robot. Karena film dan novel populer yang menceritakan mesin mirip manusia yang mendatangkan malapetaka di bumi.

Sebenarnya teknologi apapun itu pasti mempunyai dua sisi, yaitu menjadi ancaman ataupun menjadi peluang tergantung dari paradigma apa yang sedang manusia gunakan. Negara kita adalah negara yang menganut sistem kapitalisme. 

Dalam paradigma kapitalisme, semua kemajuan teknologi dikendalikan oleh prinsip kapitalistik yang kita kenal dengan sebutan knowledge based economy (KBE) artinya perkembangan teknologi termasuk AI tersebut diadakan untuk melayani kepentingan industri yang notabenenya dimiliki oleh kaum kapital, bukan untuk kepentingan atau kemaslahatan umat manusia.

Masalahnya adalah memungkinkan riset dan teknologi dalam sistem kapitalisme tidak mampu menyejahterakan manusia, tapi sebaliknya justru menjadi problem serius umat manusia, seperti misalnya ada pacar virtual berbasis AI yang bisa memuaskan nafsu seseorang. 

Padahal haram dan berpotensi merusak generasi, tapi tetap dibuat karena laku di pasaran. Belum lagi adanya ancaman bertambahnya angka pengangguran lantaran beberapa pekerjaan dapat digantikan oleh robot dan sistem otomatisasi yang digunakan.

Teknologi Menurut Islam

Dalam Islam, teknologi dikembangkan dengan motivasi yang bersandar pada akidah Islam. Al-Qur'an digunakan sebagai landasan halal dan haram untuk mempelajari ilmu. Maksudnya, didalam Islam iman dan ilmu harus berjalan beriringan, tidak kontradiktif.

Menuntut ilmu dan mengembangkan ilmu dilakukan demi mendekatkan diri kepada Allah SWT termasuk ketika mengembangkan teknologi, maka motivasinya adalah benar-benar untuk mempermudah kehidupan masyarakat dan sekaligus juga membawa umat dan negara menuju puncak ketakwaan.

Pada masa keemasan peradaban Islam, teknologi yang berkembang berangkat dari kebutuhan mayoritas masyarakat. Sebut saja Maryam Al-Asturlabi ahli astronomi. Dengan penemuannya menjadi dasar bagi pengembangan teknologi GPS hari ini. 

Bagi para ilmuwan Muslim pada saat itu, mengabdikan ilmu untuk kemaslahatan umat merupakan sebuah amal salih dan mengajarkannya akan menjadi amal jariyah yang tidak terputus pahalanya.

Tanpa ketakwaan, maka ancaman teknologi bagi umat manusia sangat mungkin terjadi dalam sistem kapitalisme. Karena dengan asasnya yang sekularisme, maka negara memberikan kebebasan luas tanpa ada aturan halal dan haram. 

Artinya, negara dengan pendidikan yang berbasis sekularisme ini sangat berpotensi melahirkan manusia-manusia cerdas secara akademis, tetapi lemah keimanannya. Sehingga tidak mengerti aturan Allah SWT dan tidak takut dengan Allah SWT. Jadi, wajar jika AI ini kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan syariat atau bahkan justru menjadi alat kejahatan.

Misalkan, seperti teknologi deepfake.
Deepfake adalah salah satu tipe dari kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat foto, audio, video hoax yang cukup meyakinkan. Fenomena deepfake bisa mengecoh siapa pun tanpa pandang bulu.

Dengan memanfaatkan deepfake, pelaku bisa menipu target dengan mudah lantaran biasanya target tak menyadari dirinya sedang tertipu.

Sedangkan di dalam Islam, pemanfaatan dan pengembangan teknologi dikendalikan dan dibatasi oleh aturan Allah SWT. Islam memandang teknologi adalah produk fisik (madaniyah) dimana berdasarkan kaidah fikih,

"Hukum asal suatu benda adalah mubah sampai ada dalil yang mengharamkannya, tapi hukum asal perbuatan itu terikat dengan hukum syara'."

Artinya bahwa penggunaan teknologi sah-sah saja dipakai dan dikembangkan selama sesuai dengan hukum syara'. Memang butuh kesadaran tentang hukum syara' dan dalam negara yang menerapkan Islam seperti khilafah, setiap rakyatnya akan diberi pendidikan berbasis akidah sehingga tercetaklah generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami. 

Dampaknya mereka akan memahami batasan-batasan perbuatan dan selalu mengaitkan dengan pahala dan dosa. Alhasil manusia dalam Islam adalah manusia yang bertanggung jawab atas semua perbuatannya.

Ditambah lagi, lemahnya sistem sanksi dalam kapitalisme juga turut menyumbang ancaman di dalam perkembangan teknologi. Bagi mereka yang mengembangkan teknologi, tetapi menyalahi aturan syariat atau mungkin mengancam generasi seperti teknologi pacar virtual, tidak bisa tersentuh hukum. Karena tidak terkategori kejahatan. Sebab hukum dibuat tidak berlandaskan hukum syarak.

Seandainya ada kejahatan serius seperti, penipuan memakai peniru suara berbasis AI, maka hukumannya ringan. Dalam pasal 378 KUHP hukuman terlama adalah 4 tahun penjara dan tentu saja tidak bisa memberi efek jera.

Dalam Islam, jika ada pengembangan teknologi yang berpotensi mengancam kehidupan manusia dan pemanfaatan teknologi yang menyalahi aturan Islam, maka akan ada sanksi yang diterapkan sesuai kadar kejahatannya menurut pandangan syariat. 

Hukuman yang diberi sesuai dengan ketentuan hukum Allah SWT dan kebijakan khalifah selaku pemegang kewenangan pelaksana hukum. Sanksi dalam Islam mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Demikianlah cara Islam memandang teknologi.


Oleh: Nabila Zidane
(Analis Mutiara Umat Institute)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar