Topswara.com -- Sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar yakni 86,7 persen /sebanyak 237 juta orang dan jumlah institusi keuangan syariah terbanyak di dunia, ekonomi syariah merupakan sebuah keunggulan komporatif yang dimiliki oleh Indonesia. 
Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam acara Anugerah Adinata Syariah  2023 yang dipantau  secara daring di Jakarta, menyebutkan  pengembangan  ekonomi syariah merupakan kebutuhan  pembangunan di Indonesia selain sebagai manifestasi ajaran Islam. 
Ini artinya pemerintah ingin memosisikan Indonesia sebagai  pelaku uatama dan sekaligus hubungan ekonomi syariah serta produsen  pusat halal dunia. 
Implementasi aktivitas ekonomi dan keuangan syariah telah membawa dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat yang tercermin dari  naiknya total aset keuangan syariah mencapai Rp2.375 triliun pada akhir 2022 dan perbankan syariah telah menjadi motor penggeraknya.
Untuk merawat pencapaian itu, Sri Mulyani menilai dibutuhkan sinergi tidak hanya antar seluruh pelaku usaha ekonomi dan pemimpin kepentingan namun juga antara pemerintah pusat dan daerah. Salah satunya dengan pembentukan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEK) terutama di tingkat provinsi.
Bahkan, wapres  Ma”ruf mengatakan ingin Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah mengutamakan 4  program yang dikembangkan  Komite Nasional Keuangan Syariah (KNEKS) yaitu, pengembangan industri halal, industri keuangan, dana sosial syariah dan perluasan usaha syariah. 
Kepala kantor perwakilan BI Causa Iman mengatakan, terdapat 3 sektor ekonomi syariah yang akan selalu didukung BI untuk mewujudkan pusat ekonomi syariah dunia yaitu, fashion, pariwisata ramah Muslim dan ekonomi  kreatif syariah. Hal ini diwujudkan dengan terselenggaranya  Festival Ekonomi Syariah  (FESyar) kawasan Timur  Indonesia (KTI ) tahun 2023.
Dengan melihat potensi dana zakat infak sedekah dan wakaf (Ziswah) di Indonesia yang sedemikian besar, maka BI terus mendukung  pengelolaannya sehingga untuk memudahkan penghimpunan dana dari masyarakat  maka BI membuat aplikasi QRIS. Dana ziswaf digunakan untuk menggerakkan sektor sosial dan sektor riil sehingga akan  mampu menjadi katalisator perekonomian.
Rencana penerapan ekonomi syariah perspektif pemerintah sesungguhnya  perlu dipertanyakan, pasalnya keinginan pemerintah  untuk memosisikan Indonesia sebagai  pelaku utama dan sekaligus hubungan ekonomi Syariah serta produsen pusat halal dunia  belum memberikan gambaran utuh bagaimana aplikasinya nanti. Dan sesungguhnya ekonomi syariah tidak bisa diambil secara parsial.
Bagaimana mungkin dua kekuatan sistem ekonomi dicampur menjadi satu, alih-alih menyelesaikan masalah  justru tambah masalah. Saat ini sistem ekonomi kapitalisme tengah merajai dunia termasuk Indonesia, tetapi kerapuhanya semakin hari semakin nyata. 
Belum lama ini masyarakat terkhusus nasabah BSI dibuat khawatir dan marah dengan sistem bank yang eror dan tidak bisa diakses berhari-hari lamanya. BSI diduga menjadi korban serangan ransomware locbit 3.0. Para hacker mengklaim berhasil mencuri data  pelanggan  bank sebesar 1,5 TB, menyusul gangguan BCA makin menambah gundah gulana para nasabah.
Perkembangan teknologi semakin cangih khususnya digital dan kasus kebocoran data semakin marak terjadi tanpa kendali. Karena sistem eror, mengakibatkan kerugian yang besar  dan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan bank dan pemerintah. 
Hal ini menjadi pertanyaan besar, bagaimana mungkin hal ini terjadi? Siapa yang harus bertanggung jawab dalam kondisi seperti ini? Siapa yang menanggung kerugian yang dialami rakyat dalam hal ini? Solusi dan konsekuensi negara konstribusinya mana?
Jika kita membicarakan bank syariah, mainset kita adalah itu merupakan bagian dari nilai-nilai ajaran Islam yang mengatur bidang perekonomian  umat dan tidak terpisahkan dari aspek-aspek lain ajaran Islam yang komprehensif dan yang bersifat universal.
Adapun 4 prinsip utama dalam syariah yang senantiasa mendasari jaringan kerja perbankan dengan sistem syariah yakni, perbankan non riba, perniagaan halal dan non haram, keridhaaan pihak-pihak dalam berkontrak dan pengurusan dana yang amanah, jujur, dan bertanggung jawab.
Yang terjadi saat ini adalah bank syariah (BSI) tidak sesuai dengan aturan secara syariah, karena selain  menghimpun dana masyarakat dengan menggunakan prinsip titipan/dikenal istilah dengan akad alwadiah dari dana masyarakat kemudian disalurkan dalam bentuk pembiayaan  modal, baik  pembiayaan untuk membantu UMKM, sebagai mitra usaha, dan pembiayaan  kebutuhan masyarakat. 
Dalam semua transaksinya memang tidak dikenakan bunga bank tetapi diganti dengan transaksi jual beli, kerja sama dan bagi hasil tetapi ujung-ujungnya dihitung dengan persentasi juga. Sebenarnya sama juga dengan bunga. Dan juga BSi mengikuti aturan main dari induk perbankan yaitu BI.
Jadi semua regulasi menginduk kepada perbankan pusat yaitu BI. Jadi jelas selama aturan tetap masih berpegang kepada sekularis kapitalis, apa pun namanya, baik itu menggunakan istilah syariah tetap saja menggunakan asas manfaat, dan dalam penyelenggaraannya tetap menggunakan sistem kapitalis dengan meraup keuntungan yangg sebesar besarnya. 
Dalam penerapan syariat Islam di bidang ekonomi, akan memastikan distribusi kekayaan di antara manusia berjalan dengan sebaik baiknya, sehingga seluruh  rakyat akan berkecukupan. Pengelolaan sumber daya alam yang selama ini menjadi salah satu sumber  ketimpangan akan didistribusikan berdasarkan syariat. 
Khalifah akan memberikan hasil  pengelolanan kepada seluruh rakyat karena hakikatnya sumber daya alam adalah milik rakyat. Jika semua penerapan syariat berjalan dengan baik maka seluruh rakyat akan tercukpi sandang pangan papan kesehatan dan pendidikannya.[]
Oleh: Neni Susanti, SSi.Apt.
Aktivis Dakwah
 

 
 
 
0 Komentar